Surat kabar pertama atau koran yang dimiliki oleh orang pribumi ternyata bertajuk Medan Prijaji. Pada abad ke 20 Medan Prijaji sudah aktif menerbitkan berbagai macam berita. Hal ini dilakukan untuk membela kepentingan politik dan sosial kaum bumiputera.
Surat kabar Medan Prijaji terinspirasi dari kelompok orang-orang Cina yang saat itu sudah menerbitkan media cetak lebih awal dengan bahasa Mandarin sebagai pengantar. Orang-orang Cina menyadari bahwa manfaat pers sebagai media sangat efektif dalam membela kepentingan kaumnya yang semakin terdiskriminasi oleh ras Eropa.
Orang pribumi pertama yang mendirikan surat kabar pertama dengan nama Medan Prijaji ini bernama Raden Mas Djokomono alias Raden Mas Tirto Adhi Soerjo.
Keterangan itu seperti ditulis Andi Suwirta “Zaman Pergerakan Pers dan Nasionalisme di Indonesia” dalam (Jurnal Mimbar: No.4/ 1999), Tirto Adi Soerjo adalah seorang keturunan priyayi dan bekas pelajar di STOVIA.
Pada tahun 1906 ia memprakarsai didirikannya perkumpulan Sarikat Priyayi yang kelak pada setahun berikutnya berubah menjadi sebuah surat kabar dengan nama Medan Prijaji.
Tujuan Awal Mendirikan Surat Kabar Pertama Milik Pribumi
Surat kabar Medan Prijaji didirikan dengan tujuan mencerdaskan pribumi dengan memberikan pendidikan kepada setiap penduduk yang kurang mampu. Selain berusaha memberikan pendidikan, Tirto juga membuat koran sebagai sarana komunikasi untuk mengeluarkan pendapat.
Pendapat lain mengenai pendirian surat kabar pertama pribumi pernah dikemukakan Djunaidi dalam majalah Tempo Jakarta pada 4 Juni (“Bermula dari Cianjur” 1998:11). Menurutnya, koran pertama yang didirikan Tirto bukan Medan Prijaji, melainkan Soenda Berita. Koran tersebut dicetak pertama kali pada tahun 1903.
Baca juga: Bahasa Arab ke Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya
Berbeda dengan Medan Prijaji, Soenda Berita adalah media cetak atau koran yang tidak panjang umurnya. Selain itu penerbitannya pun tidak terlalu jelas dan tak terkoordinasikan. Sementara Medan Prijaji didirikan dengan visi dan misi yang jelas.
Selain itu, juga memiliki umur yang panjang dan masyarakat pribumi mengetahui Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh orang Indonesia.
Medan Prijaji Berganti Nama Menjadi Surat Kabar Harian
Dalam perkembangannya, Medan Prijaji ternyata berganti tajuk dengan nama Harian. Surat kabar Harian memiliki motto “Orgaan boeat bangsa jang terprentah di H.O.. Tempat akan memboeka swaranja Anak Hindia”, terang Tjokrosisworo dalam bukunya “Kenangan Sekilas Perdjuangan Surat Kabar” (Jakarta: 1958).
Menurut Soebagjo dalam Sejarah Pers Indonesia (1977: 16), motto media cetak Harian dianggap radikal. Soebagjo membandingkannya dengan motto surat kabar Sinar Soematera di Padang misalnya, yang masih menggunakan motto: “Kekallah keradjaan Wolanda, sampai mati setia kepada keradjaan Wolanda”.
Kolom isi surat kabar pertama Medan Prijaji memiliki penempatan artikel dan iklan yang cukup modern jika dibandingkan dengan koran sezamannya. Di dalam koran lain biasanya hanya dimuat dengan konten pengumuman dan cerita dongeng.
Sementara menurut Pramoedya Ananta Toer dalam Sang Pemula (1985: 66) menyebut Medan Prijaji menjadi media cetak yang laju bisnisnya maju pada zaman itu.
Di awal abad 20 tercatat Medan Prijaji mampu mencetak oplah mencapai 2000 eksemplar, suatu jumlah yang sangat besar pada zamannya.
Medan Prijaji Jadi Corong Melindungi Pribumi
Dalam catatan yang sama Pramoedya mengungkapkan pendapat Tirto Adhi Soerjo mengenai surat kabar yang sedang dipimpinnya. Menurut Tirto dengan mendirikan Medan Prijaji ia menginginkan perubahan sekaligus melindungi kaum pribumi dari tindakan sewenang-wenang pejabat kolonial.
“Dengan bekerja sebagai redaktur koran, saya bisa menggerakkan hati bangsa dan mengubah mereka yang masih tidur nyenyak agar segara mulai menyadari kewajibannya,” tutur Tirto dalam Sang Pemula (1985: 397).
Belakangan diketahui Tirto Adhi Soerjo semakin bersemangat memperjuangkan nasib pribumi. Tidak hanya bergerak dalam dunia Pers dengan mendirikan surat kabar pertama di Indonesia, Tirto juga bersama kawannya bernama Haji Samanhoedi mendirikan organisasi masa yang diberi nama Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1911 di Solo.
Baca juga: Sejarah Masjid Cheng Ho, Bukti Akulturasi Tiongkok dan Arab di Indonesia
Tujuan dibentuknya organisasi tersebut adalah memajukan kepentingan ekonomi umat Islam di Hindia Belanda. Akan tetapi, meskipun Tirto aktif di dalam SDI, tak menyurutkan kebiasaannya menulis dan mengkritik pemerintah kolonial lewat Medan Prijaji.
Medan Prijaji diketahui sebagai media surat kabar pertama yang dimiliki oleh orang pribumi di Indonesia. Medan Prijaji memiliki visi dan misi yang jelas selain memberi penerangan, namun juga membela kepentingan kaum tertindas. (Erik/R2/HR-Online)