Menyebut nama Kopma Unpad, terbayang kembali serpihan kenangan masa kuliah dulu di Unpad di era 90-an. Sepenggal kenangan yang bukan hanya sekedar ‘numpang lewat’, namun benar-benar membekas dan banyak mewarnai cara berpikir, bersikap, dan pola perilaku secara pribadi hingga saat ini.
Kopma Unpad di era 90-an, menurut saya sudah bukan lagi hanya sebagai kebanggaan milik Unpad, tapi juga bisa dianggap sebagai asset dari keberhasilan gerakan perkoperasian Jawa Barat.
Bagaimana tidak? Di masa tersebut, keberadaan Kopma Unpad dalam usianya yang relatif masih muda sebagai organisasi perkoperasian, telah tampil menjadi simbol gerakan perkoperasian modern di Jawa Barat melalui unit-unit usaha yang dikelolanya, mulai dari simpan-pinjam untuk mahasiswa, kantin, toko buku, percetakan, konveksi, transportasi kampus, hingga lembaga pendidikan komputer.
Bahkan, bisa dikatakan KOPMA UNPAD adalah pelopor gerakan koperasi mahasiswa yang pertama kali berani membuka usaha pendidikan komputer untuk kepentingan mahasiswa.
Tidak heran, bila dari aktivitas KOPMA UNPAD untuk berbagi pengalaman mengelola berbagai usahanya tersebut kepada gerakan koperasi mahasiswa lain maupun berbagai lembaga koperasi di Jawa Barat (KUD, Kopontren, Koperasi Siswa, dll), pemerintah pusat melalui kementrian Pemuda dan Olah Raga menganugerahkan salah satu pengurus KOPMA UNPAD saat itu sebagai Pemuda Pelopor tingkat nasional yang mewakili provinsi Jawa Barat.
Efek Lanjut Kapitalisme Global
Itu cerita masa lalu. Kini, kondisinya telah berubah 360 derajat. Dinamika perkembangan jaman yang kental dengan semangat kapitalisme dan komersialisasi dunia pendidikan sedikit banyak telah menjadi virus dan racun yang mengerdilkan peran, semangat, nilai-nilai dan keberadaan KOPMA UNPAD sebagai lembaga gerakan perkoperasian mahasiswa; baik di lingkungan kampus Unpad maupun wilayah Jawa Barat pada umumnya.
Satu per satu unit-unit usaha yang dimiliki KOPMA UNPAD berguguran, tutup, dan hilang tak berbekas. Unit usaha transportasi mahasiswa telah tergantikan keberadaannya oleh angkutan mahasiswa yang dikelola oleh universitas.
Unit usaha kantin mahasiswa di kampus Jatinangor, atas instruksi pihak rektorat juga, tahun lalu telah rata dengan tanah, berubah wujud hanya berfungsi sebagai taman. Kini, sebentar lagi gedung lembaga pendidikan komputer yang telah berdiri kokoh lebih dari 20 tahun, telah diminta oleh pihak rektorat untuk segera dikosongkan.
Entah, kali ini belum terjelaskan akan digunakan untuk kepentingan apa sebagai gantinya. Sebuah kondisi miris yang sangat mengkhawatirkan; titik nadir dari sebuah perkembangan gerakan perkoperasian mahasiswa Unpad; nasib tragis sebuah contoh sukses lembaga perkoperasian yang pernah dimiliki Jawa Barat di tingkat nasional.
Paradigma Baru Gerakan Koperasi
Apa yang terjadi pada KOPMA UNPAD hanyalah sebuah contoh dari lemahnya sistem gerakan perkoperasian; baik di lingkungan Jawa Barat pada khususnya maupun secara nasional pada umumnya. Kasus yang terjadi pada KOPMA UNPAD memang sangat kompleks.
Bukan saja berasal dari kemungkinan miss-management para pengelolanya; mahasiswa yang selalu berganti ketika habis masa jabatannya ataupun masa kuliahnya di Unpad. Bisa juga berasal dari perubahan mind set dan kebijakan pihak rektorat yang kurang kondusif terhadap gerakan perkoperasian di lingkungan kampus.
Termasuk pula, bisa berasal dari lemahnya sistem dan kebijakan dalam membangun gerakan perkoperasian; khususnya di lingkungan pemuda dan mahasiswa.
Pengembangan sistem dan kebijakan tersebut tentu saja harus didasarkan oleh beberapa faktor kunci yang memayungi keberadaan lembaga koperasi mahasiswa seperti KOPMA UNPAD.
Pertama, pemahaman terhadap arah perkembangan sistem kompetisi bisnis; terutama pada bidang-bidang bisnis yang sering dipilih sebagai unit usaha lembaga koperasi mahasiswa. Pemahaman ini meliputi berbagai aspek, mulai dari analisis potensi pasar dari bisnis-bisnis yang prospektif yang berasal dari dan bisa dikelola mahasiswa hingga pemahaman tentang siklus aktivitas dan proses belajar mahasiswa selama kuliah.
Hal ini menjadi penting untuk dapat merumuskan bagaimana bentuk dan model sistem pendampingan para pengelola (pengurus dan pengawas) koperasi mahasiswa yang harus dikembangkan oleh gerakan perkoperasian.
Kedua, penyusunan sistem kerjasama dan pola hubungan kelembagaan yang kondusif dengan pihak rektorat. Kekuatan dari faktor ini lebih menitikberatkan pada pentingnya dimensi kontinuitas keberlangsungan organisasi koperasi mahasiswa dan unit-unit usahanya dalam konteks sebagai bagian dari struktur organisasi kampus.
Bagaimanapun, keberadaan sebuah lembaga koperasi mahasiswa di kampus, seperti halnya KOPMA UNPAD, tetap saja harus dianggap sebagai bagian dari universitas. Di satu sisi, keberadaan dan aktivitas sebuah koperasi mahasiswa harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan universitas.
Di sisi lain, pihak universitas juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga, mengawasi, dan mengembangkan keberadaan koperasi mahasiswa tersebut agar bisa menjalankan peran organisasinya; baik sebagai kader organisasi koperasi maupun sebagai unit kegiatan kemahasiswaan pada umumnya.
Ketiga, mengintegrasikan peran, tugas, dan kontribusi keberadaan lembaga koperasi mahasiswa ke dalam sistem dan kurikulum pendidikan; khususnya yang berkaitan dengan mata kuliah kewirausahaan (entrepreneurship).
Bayangan Lonceng Kematian
Apa yang terjadi pada KOPMA UNPAD saat ini sebenarnya bisa menjadi mimpi buruk bagi banyak pihak. Ditutupnya beberapa unit usaha yang dimiliki KOPMA UNPAD, telah menorehkan rasa getir terhadap sejarah perjuangan berkoperasi para pengelolanya di masa lalu.
Betapa jerih payah dalam merintis dan mengembangkan unit-unit usaha tersebut seperti terasa sia-sia. Bagaimana pula dengan nasib puluhan karyawan dan keluarga yang menjadi tanggungannya?
Terutama, bagi mereka yang telah mengabdi bekerja di KOPMA UNPAD selama belasan atau bahkan puluhan tahun; sepanjang usia KOPMA UNPAD saat ini.
Kesediaan dan pengorbanan mereka untuk bekerja dan mengabdi pada lembaga perkoperasian mahasiswa di lingkungan Unpad dengan gaji di bawah standar UMR Jawa Barat akan semakin terlengkapi penderitaannya ketika penutupan unit-unit usaha tersebut juga tidak diiringi oleh jaminan kompensasi PHK sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hal terpentingnya lagi, contoh kasus ini bisa menjadi tamparan telak bagi para kader koperasi dan gerakan perkoperasian di Jawa Barat pada khususnya. Sebab, persoalan yang lebih krusial adalah bukan hanya target seberapa banyak jumlah koperasi yang berhasil didirikan, namun pertanyaannya adalah seberapa besar lembaga koperasi tersebut mampu bertahan.
Sebuah ironi perjuangan berkoperasi bagi para mahasiswa di tengah gempuran gaya hidup hedonis-pragmatis yang biasa menjadi pilihan aktivitas keseharian anak muda masa kini dan godaan kenikmatan sesaat sistem kapitalisme global yang kini banyak mewarnai proses komersialiasi pendidikan. Mungkin, Bung Hatta saat ini sedang menangis di alam sana meratapi nasib yang dialami KOPMA UNPAD.
Penulis adalah Business Development Director DWI SAPTA GROUP dan Dosen FIKOM UNPAD