Berita Ciamis (harapanrakyat.com),- Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, menegaskan, upaya pencegahan korupsi harus dimulai dari organisasi partai politik (parpol). Menurutnya, apabila sistem dan pendanaan parpol berjalan sehat, maka pencegahan korupsi dapat berjalan optimal.
“Parpol melahirkan sejumlah pemimpin di negeri ini, mulai dari presiden sampai kepala daerah. Para pemimpin yang terlahir dari parpol ini memiliki kebijakan, mulai dari anggaran sampai kebijakan lainnya,” ujar Agun, saat menggelar diskusi dengan awak media, di kantor PWI Kabupaten Ciamis, belum lama ini.
Agun menambahkan, apabila pendanaan parpol tidak berjalan sehat, terutama tidak jelas sumber dananya, maka akan rentan terjadi korupsi. Anggota parpol yang memegang kebijakan strategis di pemerintahan mau tidak mau harus ikut membiayai logistik dan operasional parpolnya.
“Untuk membiayai operasional parpol yang begitu besar, tidak sedikit anggota parpol yang memiliki jabatan penting di pemerintahan akhirnya terjerat kasus korupsi. Coba saja tengok kasus pimpinan parpol yang ditangkap KPK, hampir semua ada kaitannya dengan urusan kebutuhan logistik parpolnya,” ungkapnya.
Solusi Pendanaan Parpol
Sebagai solusinya, kata Agun, Negara harus hadir dan ikut bertanggungjawab dalam pendanaan parpol secara optimal. Dia yakin apabila pembiayaan logisitik dan operasional parpol didapat dari sumber yang jelas, dalam hal ini subsidi dari Negara, dengan sendirinya korupsi dapat diminimalisir.
“Memang bantuan dari Negara untuk pembiayaan bantuan partai politik sekarang juga ada. Tapi nomimalnya kecil sekali. Bayangkan saja per satu suara hanya dihargai Rp. 108 (seratus delapan rupiah). Apabila dihitung jumlah total, sangat kurang sekali. Akibatnya, parpol harus mencari pendanaan dari sana sini untuk menutupi kebutuhan logistik dan operasionalnya,” katanya.
Sebenarnya, lanjut Agun, pada tahun 2002 sudah keluar peraturan pemerintah dengan menetapkan bantuan parpol sebesar Rp. 1.000 per suara. Dengan nomimal bantuan yang dibilang cukup untuk ukuran nilai uang pada tahun 2002, membuat sejumlah parpol terbantu dari segi pendanaan.
“Waktu itu Partai Golkar bisa mendapat dana bantuan sebesar Rp. 24 miliar dari hitungan Rp. 1.000 per suara. Nilai sebesar itu bisa dibilang cukup untuk membiayai logistik dan operasional parpol kala itu,” ujarnya.
Namun, kata Agun, pada tahun 2005, peraturan pemerintah mengenai bantuan dana parpol diubah dan diturunkan nilai nominalnya menjadi Rp. 108. Kebijakan itu, ujar dia, membuat parpol kalang kabut dalam hal pendanaan.
“Akibatnya apa? Mulai muncul isu mahar politik apabila calon kepala daerah ingin mendapat rekomendasi dari parpol di Pilkada. Malah ada parpol yang secara tegas menyatakan anti mahar politik. Kalau ada parpol bilang begitu, logikanya berarti memang ada mahar politik itu,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Agun, apabila presiden menyusun daftar menteri dalam susunan kabinetnya, sejumlah parpol seolah bernafsu ingin mendapat jatah menteri untuk menempatkan kadernya dalam susunan kabinet.
“Giliran ada menteri dari parpol ketangkap KPK, baru kebuka uang korupsi itu mengalir kemana saja, diantaranya tidak sedikit yang mengalir untuk pendanaan parpolnya. Artinya, dengan bantuan pendanaan yang minim itu, membuat parpol terpaksa harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya,” katanya.
Rp. 1.000 per Suara Saat Ini Tidak Cukup
Beberapa waktu lalu, lanjut Agun, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan peraturan pemerintah yang isinya mengenai bantuan pendanaan parpol yang nominalnya dinaikkan dari Rp. 108 per suara menjadi Rp. 1.000 per suara.
“Tapi dengan menaikan menjadi Rp.1.000 per suara tidak ada artinya. Nilai Rp. 1.000 untuk hari ini tentu berbeda dengan tahun 2002. Makanya kami di DPR terus mendorong agar presiden kembali menambah besaran dana bantuan parpol,” ujarnya.
Menurut Agun, dari hasil kajian yang melibatkan berbagai pihak, salah satunya KPK, akhirnya disepakati nilai nominal pendanaan parpol yang ideal untuk saat ini di kisaran Rp. 10 ribu sampai Rp. 16 ribu per suara.
“Penambahan nilai nominal pendanaan parpol terus kita dorong agar mendapat persetujuan presiden. Karena memang kalau hanya Rp. 1.000 per suara tidak akan ada artinya untuk saat ini,” tegasnya.
Agun menegaskan, apabila Negara hadir dalam mencukupi segala kebutuhan logistik dan operasional parpol, maka akan berpengaruh besar terhadap tatanan pemerintahan, terutama dalam meminimalisir terjadinya kasus korupsi.
Minimalisir Korupsi
“Menurut saya, omong kosong korupsi bisa diberantas apabila pendanaan parpol tidak sehat. Omong kosong kesejahteraan dan keadilan bisa tegak kalau partai politiknya tidak dibenahi. Sekalipun KPK diperkuat dan dibentuk Dewan Pengawas, omong kosong korupsi bisa diminimalisir kalau parpolnya masih kurang dana. Semuanya omong kosong,”
“Apabila Negara ini ingin melakukan perubahan besar, ayo kita mulai dari parpolnya dulu benahi. Karena dari parpol ini melahirkan pemimpin-pemimpin yang mengatur semua kebijakan yang ada di negeri ini,” tegasnya.
Agun mengatakan, apabila pendanaan parpol sehat, karena mendapat suntikan dana dari pemerintah yang optimal, dirinya yakin bisa menghapus praktek mahar politik dan praktek-praktek korupsi lainnya.
“Kalau sistem dan pendanaan partai politik tidak dibenahi, akibatnya pemodal yang berkuasa. Tidak sedikit kepala daerah yang dibiayai pemodal-pemodal besar. Ketika dia jadi kepala daerah, akhirnya dia diatur oleh mereka yang punya uang. Hal ini tentu harus dihentikan. Pendanaan parpol harus diperbaiki agar hal itu tidak terus berulang,” tegasnya lagi. (Bgj/R2/HR-Online)