Pasar otomotif lesu di tahun politik 2019 ini. Hal ini disebabkan adanya pesta demokrasi, sehingga para konsumen menunggu hasil akhir pemilu. Namun, ada faktor lain yang membuat daya serap pasar khususnya roda empat semakin surut.
Berdasarkan kutipan dari Antara yang disampaikan oleh Lina Agustina selaku Head of Corporate Strategy and New Business dari PT Toyota Astra Motor, menyatakan bahwa dilihat dari penjualan kendaraan roda empat hingga kuartal ketiga 2019 pasar otomotif mengalami penurunan hingga 11 sampai 12 persen yang disebabkan oleh banyak hal.
Penyebab Pasar Otomotif Lesu
Faktor lain yang menjadikan pasar otomotif nasional lesu adalah mengenai permintaan kenaikan UMR atau Upah Minimum Regional. Produksi mobil terhambat oleh demonstrasi dari butuh sehingga membuat pasokan terbatas.
Selain itu, variasi dari produk sendiri dirasa kurang banyak di tahun 2019 ini, bila dibandingkan dengan tahun 2018. Produk mobil baru banyak diluncurkan pada tahun 2017, sehingga mendongkrak penjualan pada 2018.
Sementara itu, kendaraan komersial seperti truk yang memiliki kapasitas hingga lima tor juga turun secara signifikan. Angka penurunan mencapai hingga 25 persen apabila dibandingkan dengan passenger cars.
Ditambah pula dengan prospek industri otomotif yang mengalami pelemahan. Hal ini dikarenakan rencana pemerintah daerah yang menaikkan pajak kendaraan 2,5 persen.
Kondisi tersebut membuat konsumen enggan untuk membeli mobil atau kendaraan roda empat, sehingga pasar otomotif lesu.
Meski begitu, ada sisi positif yang masih dipertimbangkan Lina Agustina dari perluasan aturan ganjil genap yang diterapkan di beberapa ruas jalan. Kebijakan tersebut membuat konsumen yang membeli kendaraan roda empat untuk mempermudah mobilitas mereka.
Rencana pemerintah juga akan memberikan insentif pada kendaraan bermotor listrik. Termasuk juga pada mesin hibrida. Aplikasi seperti Go car dan Grab Car juga akan membuat industri otomotif tetap growing.
Lina Agustina memberikan pernyataan bahwa Grab atau Gojek masih terus membeli mobil. Jadi, bukan cuma ride sharing, akan tetapi car sharing juga banyak bermunculan di kota-kota besar di Indonesia.
Pasar Otomotif Lesu Namun Mobil Premium Tetap Stabil
Sejak awal tahun 2019, iklim industri otomotif di Indonesia belum menunjukkan peningkatan. Seluruh pelaku industri otomotif mengakui bahwa pasar otomotif nasional tengah lesu.
Salah satu penyebabnya adalah adanya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Selain itu, juga dipengaruhi oleh panasnya suhu politik di Indonesia.
Meskipun demikian, namun diler BMW Tunas mengaku bahwa mereka tetap eksis. Herwin selaku Branch Manager BMW Tunas Tebet menyatakan bahwa Tunas Grup telah menjual sekitar 450 model pada semester satu.
“BMW Tunas tetap stabil.” ujar Herwin saat selesai meluncurkan All New BMW 330i M Sport di Jakarta.
Herwin tetap optimis jika di semester kedua, penjualannya juga akan bagus. Dengan adanya 3 seri terbaru, diyakini akan sangat membantu penjualan hingga akhir tahun.
Sementara itu, pasar otomotif lesu juga sempat dikatakan oleh Ketua Umum Gaikindo atau Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Yohanes Nangoi. Hal ini dipengaruhi oleh agenda politik di Indonesia.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan di periode Januari sampai Juli 2019 masih sangat lamban. Penjualan kendaraan roda empat turun 13,75 persen.
Tercatat penjualan hanya sebanyak 570.331 unit saja. Hal ini tentu saja dinilai cukup menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2018.
Hampir semua merk mobil mempunyai catatan penjualan yang menurun di tahun 2019. Meskipun demikian, merk mobil premium yang lain mengaku jika tetap perform.
Harga Kendaraan Naik, Pasar Otomotif Lesu
Harga jual kendaraan yang naik dipengaruhi oleh kenaikan pajak BBN dan PKB. Harry Yanto yang merupakan business planning, product and order manager dari PT GM AutoWorld Indonesia, ATPM Chevrolet menyatakan bahwa kenaikan BBN ataupun PKB akan menaikkan biaya yang dibayar oleh konsumen.
Dengan demikian, sama saja konsumen harus membayar tambahan biaya dua kali lipat. Mobil yang dipasarkan pun akan mengalami kenaikan beban biaya yang lebih besar, khususnya mobil di atas 3.000 cc.
Jonfis Fandy, marketing & aftersales director dari PT Honda Prospect Motor, ATPM mobil Honda mengutarakan bahwa kenaikan pajak pada kendaraan bermotor tiap tahunnya sebenarnya sudah efektif membuat harga mobil menjadi naik.
Jika harga naik, tentu pasar otomotif lesu. Industri pun akan ikut berpengaruh. Jika produksi dikurangi, maka karyawan pun juga akan dikurangi alias PHK. (R10/HR-Online)