Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Pemerintah Kabupaten Ciamis tahun 2019 ini menerapkan Peraturan Bupati Nomor 19A tahun 2014 tentang bantuan keuangan (Bankeu) desa. Peraturan tersebut mengatur nilai bankeu desa maksimal Rp 200 juta. Bagi desa yang tahun 2019 ini akan menerima bankeu insfratuktur lebih dari Rp 200 juta, terpaksa harus gigit jari.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Ciamis, H. Lily Romli, mengakui jika bantuan keuangan desa tahun 2019 ini merujuk pada Perbup Nomor 19A tahun 2014.
“Sudah final aturannya seperti itu. Bagi desa yang mendapat Bankeu lebih dari Rp 200 juta akan diupayakan dianggaran perubahan atau dianggaran murni 2020,” ujar Lily Romli, Selasa (08/10/2019).
Saat ini, kata Lily, Surat Keputusan (SK) Bupati tentang desa yang akan mendapatkan bantuan keuangan desa insfratuktur sudah keluar. Desa yang akan mendapatkan bantuan keuangan desa telah melaksanakan penandatanganan MoU.
“Berkas pencairan sudah diberikan ke Badan Pengelola Kuangan Daerah (BPKD) Ciamis, tinggal menunggu pencairannya saja. Mudah-mudahan secepatnya agar pembangunan di desa bisa segera dilaksanakan,” katanya.
Menurut Lily, nilai anggaran bankeu insfratuktur desa tahun 2019 ini senilai Rp 11.082.000.000 untuk 241 titik kegiatan di 123 desa di Kabupaten Ciamis.
“Secara administrasi dan ketentuan aturan sudah beres, tidak ada masalah, tinggal menunggu pencairan dari BPKD,” jelasnya.
Namun Lily menyebutkan, bagi desa yang sebelumnya sudah mendapatkan bantuan keuangan sarana prasarana (Sarpras), maka untuk bankeu insfratuktur tidak akan utuh Rp 200 juta, tapi dikurangi bankeu sarpras yang lebih dulu dicairkan.
“Nilainya bervariasi, yang jelas nilai Bankeu sarpras dan insfratuktur tidak boleh lebih dari Rp 200 juta pertahun,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Bendasari, Jalil Kurdiana, mempertanyakan kebijakan pemerintah Ciamis yang bakal menerapkan pemerataan bantuan keuangan (Bankeu) desa yang bersumber dari APBD murni Ciamis tahun 2019.
Menurut Jalil, Peraturan Bupati yang mengatur bantuan keuangan desa tidak boleh lebih dari Rp 200 juta, memperberat proses pembangunan desa, apalagi desa yang jauh dari perkotaan. Menurut dia, jika alasan Pemda untuk berlaku adil, bukan berarti adil itu sama rata, tapi adil dalam artian sesuai kebutuhan.
“Harus dilihat sesuai kebutuhan desa. Desa-desa di pelosok tentu butuh banyak aspirasi untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Kalau yang di daerah perkotaan kan sudah maju. Istilahnya keluar rumah langsung injak aspal. Di desa pinggiran kota tidak begitu,” ujar Jalil.
Maka dari itu, kata Jalil, Bupati harus turun langsung melihat kondisi nyata desa seperti apa, sehingga dalam menyimpulkan kebijakan bantuan bisa lebih akurat.
“Di Desa Bendasari masih banyak jalan rusak, jalan setapak masih tanah, kekurangan gang, normalisasi air dan lain sebagainya. Kalau mengandalkan dari Dana Desa tidak akan terakomodir, pembangunan di desa akan lambat,” jelasnya.
Pada prosesnya, lanjut Jalil, sebelum mendapatkan bantuan keuangan, desa mengajukan permohonan bantuan sesuai kebutuhan. Jika disetujui, maka anggaran direalisasikan ke desa bersangkutan. Dinas terkait melalui tim melakukan verifikasi untuk menentukan layak dan tidaknya mendapat bantuan.
“Ketika semua persyaratan selesai dan dianggap layak, serta tinggal menunggu pencairan, malah ada aturan Bankeu desa tidak boleh lebih dari Rp 200 juta. Jelas kami kecewa. Apalagi kita sudah informasikan ke masyarakat bahwa akan ada bantuan untuk membangun beberapa sarana di desa,” jelas Jalil.
Jalil menambahkan, tahun 2019 ini Desa Bendasari akan mendapatkan bantuan keuangan dari APBD Ciamis senilai Rp 500 juta lebih untuk beberapa kegiatan pembangunan.
Bantuan tersebut akan digunakan untuk pembangunan berbagai sarana dan prasarana dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Namun ketika Bankeu Desa tidak boleh lebih dari Rp 200 juta, tentu kita merasa aneh. Padahal dulu dulu aturannya tidak seperti itu,” tandasnya. (Jujang/Koran-HR)