Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Ratusan warga berbondong-bondong memadati lapangan sepak bola Desa Batulawang, Sabtu (28/9/19) malam. Mereka berkumpul, berpadu menikmati tarian seni ibing ronggeng amen sebagai puncak acara adat Ngabungbang, yang diselenggarakan masyarakat Batulawang, bersama Pemerintah Kota Banjar, Jawa Barat.
Suara tabuh gamelan diiringi tembang-tembang dan musik sunda nan merdu, membuat ratusan masyarakat kian hanyut dalam tarian ronggeng amen, seolah tak memperdulikan hujan gerimis yang sempat turun malam itu.
“Pementasan ronggeng amen merupakan agenda puncak dari rangkaian acara ritual adat Ngabungbang yang berlangsung selama tiga hari,” tutur Ki Demang di sela keasyikanya menikmati tari amen.
Tak hanya itu, berbagai ritual adat macam pajamasan pusaka, ziarah makam leluhur, wawangkon warga dan beberapa pentas adat seni budaya, turut memeriahkan agenda ritual tahunan yang sudah berlangsung secara turun temurun ini.
Tak kurang sebanyak 500 benda pusaka dengan berbagai jenis pun dijamas dalam agenda acara adat Ngabungbang.
“Ada lima puluh keris, dua puluh lima kujang, empat tombak dan dua pedang yang dijamaskan. Ditambah dari para kuncen di Kota Banjar, total semuanya sekitar 500 benda pusaka,” kata Ki demang yang juga tokoh adat Kota Banjar.
Ki demang menjelaskan, selain memperingati hari jadi Desa Batulawang yang ke-118, agenda Ngabungbang juga sebagai upaya melestarikan dan mengenalkan budaya kearifan lokal kepada generasi penerus dan lingkungan masyarakat, agar tidak hilang termakan zaman.
Ki demang berharap, kepada semua pihak agar lebih memperhatikan kesenian dan budaya daerah, supaya tetap lestari dan makin dikenal oleh daerah lain.
“Alhamdulillah, kegiatan ini selalu meningkat tiap tahunnya. Kedepan harus ada perhatian lebih dari semua pihak,” harap Ki Demang.
Sementara itu, Nanang Koswara, mewakili Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat mengatakan, untuk tingkat Kota Banjar sudah bagus dan merupakan sebuah pelestarian budaya yang perlu dikembangkan.
Menurutnya, bila perlu dijadikan riset penelitian akademis, dan dimasukan sebagai hak kekayan intelektual warisan budaya tak benda atau HKI.
“Ini harus dilanjutkan jangan sampai terputus, karena titik moral masyarakat baik etika maupun estetika itu berangkat dari sini dari seni dan budaya,” katanya.
Nanang menambahkan, estetikanya harus dikemas lebih baik, misalnya ronggeng amen perlu dikembangkan. Sehingga bisa dipentaskan dalam even regional maupun nasional, dan yang terpenting dapat mengangkat moral lingkungan masyarakat setempat.
“Kita sudah membuka, tinggal kemauan pemerintah dan masyarakat. Jangan sampai kebudayaan itu terputus,” pungkasnya. (Muhlisin/R5/HR-Online)