Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Musim kemarau yang sudah berlangsung sekitar 6 bulan terakhir ini membuat sebagian petani di Kota Banjar terkenda dampaknya, terutama di kalangan petani. Selain kondisi air yang sulit didapatkan, mereka juga harus memutar otak memanfaatkan sawahnya yang mengering.
Seperti halnya Solihin (45), warga Dusun Rancakole, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, harus membuat sembilan sumur di lahan sawah yang luasnya 100 bata. Hal itu terpaksa ia lakukan agar bisa menyiram tanaman pare dan timun miliknya.
“Iya, mau bagaimana lagi, dari pada sawah tidak dimanfaatkan lebih baik ditanami pare dan timun, meski harus membuat sumur sebanyak sempbilan lubang,” tuturnya, kepada Koran HR, Selasa (03/09/2019).
Solihin menjelaskan, sawahnya yang berada persis di lereng Gunung Sangkur itu hampir setiap kemarau tiba selalu kekeringan. Penyebabnya, sawah miliknya jauh dari aliran irigasi.
Menurutnya, saat kemarau, sawah petani lain yang posisinya dekat dengan irigasi masih bisa terairi. Sementara, sawah yang jauh dari irigasi hanya bisa berharap air hujan dan terpaksa menggali sumur.
“Memang kondisi seperti ini sudah terjadi dari dulu. Padahal, seharusnya gunung itu bisa menjadi solusinya karena menyimpan cadangan air, tapi mungkin di sini di atasnya pohon sedikit, jadinya ya seperti ini,” katanya.
Karena sulitnya air, Solihin terpaksa membuat lubang sebanyak itu dengan kedalaman sekitar 1,5 meter agar bisa digunakan secara bergantian. Sebab, ketika satu sumur yang diambil airnya sudah habis, maka akan berpindah ke sumur lainnya.
“Kalau ada mesin pompa air mah gampang. Karena ini saya milik pribadi, jadi ya seperti ini diambil pakai ember. Walaupun begini, tapi Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bertani, dan hasilnya lumayan. Setiap kali panen bisa memanen timun harian hingga 1 kwintal,” pungkas Solihin. (Muhafid/Koran HR)