Berita Gaya Hidup, (harapanrakyat.com),- Dampak negatif smartphone bagi anak-anak kini semakin jelas terlihat. Namun demikian, perkembangan zaman tidak bisa dielakkan untuk menghentikan kebiasaan tersebut.
Penggunaan smartphone yang cerdas menjadi kunci utama dari permasalah ini. Para ahli pun memperingatkan terkait dampak negatif smartphone bagi anak-anak. Masalah ini harus jadi perhatian semua orang tua, termasuk mempertimbangkan lagi memberikan ponsel pintar bagi si kecil.
Dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (28/04/2019), berbicara mengenai bahaya smartphone, salah satu dampak yang mengkhawatirkan yaitu risiko obesitas. Hal ini berkaitan dengan si anak yang menjadi pasif lantaran terlalu asik bersama teman digitalnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilansir Daily Mail, bahwa kecanduan smartphone memiliki dampak langsung terhadap berat badan berlebih. Kondisi ini dapat memicu munculnya masalah kanker, seperti kanker usus besar, ginjal, kanker payudara, kanker serviks, hati, prostat, serta kanker pankreas.
Selain itu, dampak buruk dari kecanduan smartphone juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan masalah mata pada anak-anak. Berdasarkan data, tercatat sejak 50 tahun terakhir ini jumlah anak-anak yang mengalami mata rabun meningkat hingga dua kali lipat.
Para peneliti pun menjelaskan, temuan tersebut diharapkan bisa menjadi perhatian khusus pada produsen makanan cepat saji, yang sering menampilkan iklan di samrtphone. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dapat memperburuk kondisi anak-anak yang mana mereka menjadi malas bergerak, dan lebih memilih makan makanan yang tidak sehat.
Sophia Lowes dari Cancer Research UK, mengatakan, laporan tersebut menyoroti betapa pentingnya bertindak lebih awal guna membantu mencegah kanker.
“Anak yang obesitas lima kali lebih mungkin mengalami obesitas ketika dewasa. Hal inilah yang kemudian akan meningkatkan risiko masalah serius, bahkan bisa sampai mematikan anak-anak di kemudian hari akibat candu smartphone,” jelas Sophia.
Bukan cuma smartphone, akhir-akhir ini juga banyak anak remaja yang kecanduan game online. Ahli kejiwaan, Dr. Dewa Gde Basudewa, SpKJ., mengimbau masyarakat untuk lebih mewaspadai dampak negatif dari adiksi maupun kecanduan teknologi tersebut.
Pasalnya, ketika kecanduan teknologi tidak lagi terkontrol bisa memicu perubahan perilaku, seperti anak menjadi mudah marah saat kesenangannya terganggu.
“Saya menyebutnya hal ini sebagai gangguan jiwa kekinian. Diharapkan spektrum kategori gangguan kejiwaan bisa diubah, sehingga fenomena kekinian bisa masuk dalam aturan dan dapat tertangani sedini mungkin,” tandasnya.
Dr. Basudewa juga menyinggung soal gangguan jiwa sebagai pemicu tingginya angka bunuh diri. Ia menyebutkan bahwa, angka kematian akibat bunuh diri di Bali cukup tinggi, dan puncaknya terjadi pada tahun 2004, yakni ada sebanyak 180 orang. Sedangkan, tahun 2017 dapat ditahan di angka 99 orang.
Meskipun grafiknya menurun, namun angka tersebut masih terbilang tinggi. Menurut Dr. Basudewa, lingkungan dan keluarga mempunyai andil yang sangat besar dalam mencegah tindak bunuh diri.
Untuk itu, jauhkan pola asuh anak dari kekerasan psikis, seperti memarahi, merendahkan dan selalu menuntut mereka menjadi yang terbaik. Selain itu, buka ruang komunikasi antar anggota keluarga.
Dr. Basudewa juga mengimbau agar pihak keluarga jangan menganggap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sebagai aib yang terkesan ditutup-tutupi. Sikap tertutup ini yang menyebabkan hampir 80 persen pasien ODGJ belum terakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan.
“Dalam hal ini, pemerintah menyediakan layanan khusus bagi ODGJ secara berjenjang mulai dari Puskesmas. Untuk itu, manfaatkan seoptimal mungkin layanan ini,” tandasnya. (Eva/R3/HR-Online)