Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),– Protes terhadap keputusan Gubernur Jawa Barat untuk menunda pelaksanaan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Ciamis terpilih kali ini datang dari Partai Gerindra Ciamis. Gerindra menilai penundaan tersebut justru akan membuat kondisi Ciamis tidak kondusif. Karena banyaknya para pendukung Herdiat Sunarya dan Yana D. Putra, Bupati dan Wakil Bupati Ciamis terpilih yang menginginkan agar jagoannya segera dilantik, setelah penantian berbulan-bulan.
“Intinya kami dari partai Gerindra menolak penundaan pelantikan Bupati Ciamis terpilih, kami meminta pelantikan Bupati Ciamis tetap dilaksanakan 7 April 2019,” kata Ketua DPC Partai Gerindra Ciamis, Pipin Arip Apilin saat ditemui HR Online di kantor DPP Gerindra, jalan Jendral Sudirman, Senin (25/3/2019).
Pipin mengaku, Gerindra telah melakukan upaya supaya Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil tetap melantik Bupati Ciamis terpilih pada 7 April 2019 mendatang. Hal tersebut dilakukan dengan berkirim surat ke DPD, serta membuat dan memasang banner penolakan penundaan pelantikan oleh DPC maupun para kader yang dilakukan di seluruh wilayah Ciamis.
“Prinsipnya, kami menolak keras pelantikan ditunda. Kalau melihat surat Mendagri, hal itu bisa saja dipolitisasi. Ciamis yang kondusif justru dianggap Gubernur tidak kondusif, Sekarang kan malah jadi sebaliknya, dengan penundaan jadi tidak kondusif dan ada riak riak bahkan ada rencana demo,” terang Pipin.
Selain itu, menurut Pipin, pihaknya juga meminta bantuan anggota DPRD Jabar dari Partai Gerindra, agar pelantikan tetap dilaksanakan sesuai jadwal. “Sekarang masih ada waktu, mudah-mudahan saja pak Gubernur tetap melaksanakan pelantikan Bupati Ciamis terpilih sesuai jadwal sebelumnya. Kan daerah di Jawa Tengah dilantiknya bulan Maret, tak harus menunggu Pemilu selesai,” katanya.
Ditemui terpisah, akademisi Ciamis sekaligus Direktur LSM Inpam, Endin Lidinillah juga mengaku tidak setuju dengan penundaan pelantikan. Pihaknya merasa aneh dengan alasan kondusifitas yang dijadikan indikator penundaan.
“Alasannya karena argumen yang dijadikan dasar oleh Kemendagri sangat abstrak dan tak terukur, sangat subjektif, IKP (Indikator Kerawanan Pemilu, red) itu disusun berdasarkan hasil riset, jadi sangat terpercaya. Justru kalau IKP yang dikeluarkan Bawaslu, Ciamis tidak termasuk kategori kerawanan tinggi,” tegasnya.
Seharusnya, menurut Endin, Mendagri jangan menganggap setiap daerah yang akan melantik Bupati barunya dianggap memiliki kerawanan yang sama. Karena IKP di tiap daerah, itu berbeda. Dari sisi ilmiah, menurut Endin argumen Mendagri tersebut tidak bisa diterima.
“Karena itu calon Bupati terpilih beserta DPRD sebagai representasi masyarakat harus mekakukan lobi ke Kemendagri, meyakinkan kalau Ciamis kondusif,” katanya.
Endin juga memiliki pendapat sama dengan elit politik Gerindra Ciamis. Menurutnya bila pelantikan ditunda-tunda, maka roda pemerintahan justru tidak akan efektif dan merugikan masyarakat.
“Saya berharap elit birokrasi di Jakarta lebih melihat kepentingan masyarakat di daerah, jangan terjebak permainan elit politik di pusat,” tegasnya.
Bila kemudian argumen tersebut tidak dapat diterima, Endin kemudian menyarankan calon terpilih untuk melakukan upaya hukum. Dengan upaya hukum, maka akan terlihat jika penundaan pelantikan ini berbasis aturan hukum dan bukan berbasis kepentingan politik.
“Tidak menutup kemungkinan Kemendagri bisa diintervensi oleh kepentingan politik dalam mengeluarkan aturan, sebagaimana yang terjadi di Kemenag,” pungkasnya. (Her2/R7/HR-Online).