Sebuah penelitian mengungkap bahwa kecanduan foto selfie adalah bentuk baru gangguan kesehatan mental. Hal ini akibat adanya ponsel berkamera depan atau layar pada kamera mirrorless maupun DSLR yang dapat diputar.
Dengan begitu seseorang jadi lebih mudah mengambil foto diri ketika berada di suatu tempat. Akibatnya ia pun akan kecanduan foto selfie. Dengan foto diri mereka menjadi tahu angle yang tepat supaya tampilan lebih menarik.
Selain itu, melakukan foto diri juga terkadang bisa memberikan kegembiraan tersendiri serta mengurangi stress. Tapi, kalau terlalu sering selfie sebetulnya itu tidak baik.
Dikutip dari The News Times, Rabu (19/12/2018), selfie dapat menyebabkan seseorang menjadi kecanduan atau terobsesi, karena dirinya bisa saja mengambil potret diri setiap saat, tak peduli tempat maupun orang-orang yang ada di sekitarnya.
Menurut studi yang dilakukan para peneliti di All India Institute of Medical Sciences, New Delhi, bahwa kecanduan atau terobsesi melakukan foto selfie dianggap sebagai salah satu kelainan kesehatan mental.
Dalam penelitian itu menemukan ada sebanyak 259 orang meninggal karena melakukan selfie pada periode Oktober 2011 hingga November 2017. Hasil penelitian juga mengungkap, mengambil foto diri sebenarnya merupakan kondisi mental asli dari mereka yang memotret, lalu mengunggah hasilnya ke media sosial.
“Selfie adalah bentuk baru gangguan kesehatan mental yang sedang diakui para peneliti serta praktisi kesehatan mental. Sejumlah psikiater dan psikolog sudah mulai meneliti mengenai dampaknya dan beberapa hasil konfirmasi itu sekarang diamati. Konsekuensinya dari selfie berorientasi pada perilaku,” terang psikolog, Magnus Gasana Udahemuka.
Ia juga menyebutkan, selfie terbagi menjadi tiga tingkatan, yakni batas, akut, dan kronis. Bagi mereka yang termasuk dalam kategori batas biasanya mengambil foto diri sendiri paling banyak tiga kali dalam sehari, namun ia tidak mengunggahnya di media sosial.
Sedangkan, mereka yang masuk ke dalam kategori akut biasanya mengambil foto diri sendiri paling banyak tiga kali sehari, kemudian satu persatu diunggah ke media social.
Sementara, bagi mereka yang masuk dalam kategori kronis biasanya punya dorongan yang tak terkendali untuk mengambil foto diri sepanjang waktu, lalu mengunggahnya ke media sosial lebih dari enam kali dalam satu hari.
Magnus Gasana Udahemuka juga menjelaskan bahwa, persaingan sosial menjadi penyebab seseorang kecanduan selfie. Bahkan, tak sedikit orang yang membutuhkan komentar dan apresiasi positif dari publik.
Selain itu, mereka pun mempunyai keinginan untuk masuk ke sebuah kelompok tanpa merasa terisolasi. Seseorang yang mengalami kecanduan selfie cenderung rendah diri dan mempunyai kesesuaian subjektif yang sudah terlalu umum.
Kecanduan selfie nyata adanya. Hal ini karena bisa membuat seseorang mengubah hasil foto asli ke hasil berbeda dengan menggunakan aplikasi filter atau edit foto.
Menurut Gasana, terkadang melakukan foto diri dengan cara ekstra bisa memengaruhi profesionalisme, interaksi sosial, serta hubungan dengan orang lain. Karena seseorang dapat menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengedit foto. (Eva/R3/HR-Online)