Banjar, (harapanrakyat.com),- Komoditi tembakau merupakan komoditi yang kontroversial, yaitu antara manfaat dan dampaknya terhadap kesehatan. Sehingga, dalam pengembangannya harus mengacu pada penyeimbangan supply dan demand, peningkatan produktivitas dan mutu, serta peningkatan peran kelembagaan petani.
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) adalah dana yang diberikan kepada daerah provinsi, kabupaten/kota dari penerimaan negara yang berasal dari cukai rokok sebesar 2%.
Pembagiannya adalah 30% untuk provinsi penghasil,40% bagi kabupaten/kota penghasil, dan 30% untuk kabupaten/kota lainnya.
Menurut Subbid. Perencanaan, Pembangunan, Pertanian dan Pertambangan Bappeda Kota Banjar, Iin Rohayati SE, bahwa hal itu sesuai dengan Pasal 66 A Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, tentang Cukai.
“Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.07/2010 tentang alokasi sementara DBHCHT Tahun Anggaran 2010, total DBHCHT untuk Provinsi Jawa Barat mencapai Rp69.555.868.846,” katanya, Senin (10/1).
Untuk penggunaan dan pengelolaan DBHCHT tahun anggaran 2011, Pemprov Jawa Barat menyusun Rancangan Peraturan Gubernur, tentang Perubahan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2009, Tentang Operasional Kegiatan DBHCHT Jawa Barat.
Fokus implementasi DBHCHT tahun 2010 dan 2011, digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, kemudian sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta pemberantasan barang kena cukai ilegal.
“Upaya peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau meliputi standarisasi kualitas bahan baku, mendorong pembudidayaan bahan baku berkadar nikotin rendah, pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian, penanganan panen dan pascapanen bahan baku, serta penguatan kelembagaan kelompok petani tembakau,” papar Iin.
Lanjut Iin, sebaran lahan dan industri pengolahan tembakau di Jawa Barat diantaranya di Kab. Garut, Sumedang, Majalengka, Bandung, Kuningan, Cirebon, Ciamis, Tasikmalaya dan Kota Banjar.
Produk tembakau yang dihasilkan berupa tembakau mole, rokok kretek dan rokok putih. Pengawasan secara global terhadap tembakau dan olahannya melalui ketentuan Framework Convention on Tobacco Control World Health Organization (FCTC WHO).
Namun, mulai tahun 2011 pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai pembatasan jumlah produksi rokok, sehingga DBHCHT tidak lagi digunakan untuk penambahan luas area tanaman tembakau.
Adapun arah kebijakan cukai hasil tembakau berorientasi pada 3 aspek, yakni untuk jangka pendek 2007-2010, urutan prioritas ditekankan pada aspek tenaga kerja, kemudian penerimaan, dan terakhir kesehatan.
Jangka menengah 2010-2015, urutan prioritas bergeser, ditekankan pada penerimaan, kemudian kesehatan dan terakhir pada aspek tenaga kerja.
Sedangkan untuk jangka panjang 2015-2020, prioritasnya pada aspek kesehatan melebihi aspek tenaga kerja dan penerimaan. (Eva)