Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Banjar, menyoroti fenomena alih fungsi lahan pertanian yang ada di wilayah Kota Banjar. Pasalnya, sejak beberapa tahun ke belakang, bahkan sampai saat ini masih ditemukan banyak lokasi pertanian atau sawah digunakan untuk pemukiman, pabrik maupun tempat usaha lainnya.
Ketua GMNI Kota Banjar, Solehan, mengatakan, alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan di Kota Banjar.
Dengan intensitas alih fungsi lahan yang sulit dikendalikan, maka produktivitas pertanian menjadi menurun. Apalagi, menurutnya, sebagian sawah yang beralih fungsi merupakan lokasi yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi.
“Kita tahu bersama, bahwa areal pesawahan ada untuk mendukung pengembangan produksi pangan, khususnya padi. Namun, jika kondisinya seperti ini, maka sangat diperlukan pengendalian alih fungsi lahan sawah harus berbasis pada pemahaman bahwa lahan sawah mempunyai manfaat ganda (multifungsi),” jelasnya, kepada Koran HR, di sela-sela diskusi Hari Tani Nasional yang digelar di sekretariat GMNI Banjar, Selasa (25/09/2019).
Lebih lanjut Solehan mengatakan, secara holistik, manfaat ganda areal pesawahan terdiri dari dua kategori, yakni nilai penggunaan (use values), dan manfaat bawaan (non use values). Adapun nilai penggunaan mencakup manfaat langsung, baik yang nilainya dapat diukur dengan harga, seperti keluaran usaha tani, maupun yang tidak dapat diukur dengan harga, seperti tersedianya pangan, wahana rekreasi, penciptaan lapangan kerja.
Sedangkat, manfaat tidak langsung dari sawah yakni bisa menjadi solusi dalam pengendalian banjir, menurunkan erosi dan sebagainya. Atas dasar itulah, fenomena pengalih fungsian lahan pertanian menjadi fungsi lain perlu menjadi pemikiran bersama, agar alam maupun produktifitas pertanian tetap stabil, bukan menurun.
“Apalagi Kota Banjar ini memiliki visi untuk menjadikan daerahnya sebagai kota agropolitan,” tandas Solehan.
Pendapat serupa dikatakan Ketua DPK GMNI STIT BP Banjar, Fisorul Haq. Menurutnya, terkait alih fungsi lahan sawah atau pertanian menjadi pemukiman maupun pabrik dan lain-lain, harus dilihat secara empiris, yakni instrumen kebijakan yang selama ini menjadi andalan dalam pengendalian alih fungsi lahan sawah. Seperti dalam aturan pelaksanaan Peraturan Daerah yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Selain itu, kata Fisorul Haq, dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 pasal 77 tentang alih fungsi lahan, seharusnya pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
“Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 tahun untuk penyesuaian. Berkaitan dengan itu, kami GMNI Kota Banjar mengajak Pemerintah Kota Banjar dan dinas terkait, untuk lebih fokus pada perlindungan dan pengendalian lahan pertanian secara menyeluruh,” kata Fisorul. (Muhafid/Koran HR)