Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Wujudnya menyeramkan, hampir mirip dengan Leak Bali, Hudoq Dayak Kalimantan, Ondel-ondel khas Betawi maupun mirip Reog Ponorogo Jawa Timur. Kesenian khas Desa Sukamantri, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat yang bernama Bebegig dengan berbagai aksesorisnya yang berasal dari alam ini tidak kalah menarik serta menghibur masyarakat.
Kesenian Bebegig tumbuh sejak ratusan tahun lalu itu hingga kini masih eksis keberadaannya, terlebih di setiap helaran seni mulai dari tingkat kampung hingga tingkat nasional, kesenian Bebegig selalu menjadi perhatian masyarakat. Bukan hanya wujudnya yang unik, tarian serta iringan musik tradisional semakin menambah kesan kembali ke zaman dahulu.
Bebegig berasal dari Sukamantri yang merupakan daerah paling Utara Ciamis berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Kesenian tradisional ini memiliki filosofi yang begitu kuat sesuai dengan tempatnya berkembang. Lokasi yang berada di ketinggian sekitar 700-950 meter di atas permukaan laut, di Sukamantri terdapat lahan pertanian serta hutan larangan dengan luas sekitar 3,5 hektar yang bernama Tawang Gantungan. Konon, hutan keramat tersebut dikenal angker. Pasalnya, diyakini masyarakat setempat yang berani masuk dan merusak tanaman bakal kualat.
Menurut Ketua Padepokan Bebegig Brajagati Sukamantri, Medi Tarmedi, Bebegig pada zaman dahulu digunakan untuk mengusir hama, akan tetapi berbeda dengan yang biasa ditemukan di sawah. Sebab, yang memiliki bebegig dahulu punya ternak sapi maupun kerbau. “Sampai saat ini Bebegig sudah turun temurun hingga ke sepuluh generasi,” katanya di sela-sela Pentas PAI Tingkat Jawa Barat di Alun-alun Ciamis, Rabu (18/04/2018).
Perlu diketahui, Sebelum Bebegig yang berupa karakter makhluk menyeramkan dipentaskan, para pelaku seni Bebegig terlebih dahulu mengumpulkan bahan-bahan yang terbuat dari alam, seperti karakter rambut gimbal terbuat dari bubuay atau bunga rotan badak. Sedangakan untuk kostumnya, mereka akan mengambil ijuk kawung (aren) serta bebagai macam aksesoris berbahan alam yang diambil dari hutan seperti kembang hahapaan, dan daun waregu.
Setelah wujud Bebegig selesai dibuat dengan berbagai karakter, mereka tidak lantas mementaskannya. Namun terlebih dahulu melakukan ritual doa di makam keramat yang diyakini sebagai leluhur. Bahkan, ritual yang dilakukan malam hari itu berlangsung hingga fajar tiba. Menurut kepercayaan, ritual ini sebagai bentuk izin kepada para leluhur dan agar dipermudah serta diberi kekuatan saat mementaskan Bebegig. Bukan tanpa alasan hal itu dilakukan, tetapi Bebegig yang berbobot minimal 30 kilogram untuk anak-anak hingga 60 kilogram untuk dewasa. Dengan bobot yang berat itu, para pemain harus maksimal saat tampil.
Diiringi musik kolaborasi seperti bedug, kolotok maupun alat musik tradisional lainnya, para pemain Bebegig saat mengikuti arak-arakan bisa menempuh jarak cukup jauh. Pada puncak pentas Bebegig, para pemain menampilkan berbagai tarian yang diyakini sebagai wujud dari para leluhur. Tak hanya itu, mereka melakukan perkelahian sesuai dengan tokoh dan karakter Bebegig, seperti tokoh jahat dan baik. Di puncak helaran Bebegig, tokoh jahat akan kalah oleh Bebegig dengan tokoh baik.
“Alhamdulillah setiap kali tampil, Bebegig selalu menjadi perhatian masyarakat, baik yang penasaran ataupun yang hanya ingin sekedar foto-foto saja,” tuturnya.
Menurutnya, sejauh ini Bebegig Sukamantri selain sudah ditampilkan di berbagai daerah di Indonesia, juga telah meraih prestasi di Kejuaraan Pesoan Nusantara Nasional sebagai seni helaran terbaik.
Sebagai bentuk kesadaran dalam melestarikan kesenian daerah, hampir setiap rumah di Sukamantri memiliki topeng Bebegig. Sedangkan padepokan Bebegig sendiri di Sukamantri terdapat 5, di antaranya Padepokan Prabusampulur, Baladewa, Bragajati, Batara dan Margadati.
“Kesenian Bebegig Sukamantri ini terus kami lestarikan. Sebab, ini salah satu kesenian identitas dari Kabupaten Ciamis,” pungkasnya. (Her2/R6/HR-Online)