Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Sejumlah kepala desa di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, mengaku khawatir dianggap melakukan keberpihakan hingga mendapat pemanggilan dari Panwaslu ketika menghadiri acara masyarakat yang berbarengan dihadiri oleh pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah.
Mereka pun mengaku dilematis ketika dihadapkan pada persoalan tersebut. Karena, apabila ikut menghadiri acara, khawatir dianggap melakukan pelanggaran netralitas. Sementara kalau tidak menghadiri takut dianggap tidak menghargai undangan dari masyarakat.
Hal itu diungkapkan Koordinator Aliansi Kuwu dan Perangkat Desa Kabupaten Ciamis Mohamad Abdul Haris, saat mendatangi kantor Panwaslu Kabupaten Ciamis, Senin (19/03/2018).
“Kedatangan kami ke Panwaslu untuk menanyakan langsung terkait batasan-batasan seorang kepala desa agar tidak dinilai melakukan pelanggaran. Karena jangan sampai kepala desa mudah sekali dipermasalahkan dan kemudian dipanggil oleh Panwaslu,” katanya.
Menurut Haris, selama masa kampanye, seringkali pasangan calon hadir di acara masyarakat, baik pada acara serimonial maupun acara keagamaan. Meskipun acara tersebut memang sudah rutin digelar oleh masyarakat dan bukan acara kampanye, lanjut dia, namun tetap saja dengan hadir bersamaan dengan pasangan calon bisa dipersepsikan melakukan dukungan oleh pendukung paslon lain. Terlebih, tambah dia, hal itu dilaporkan ke Panwaslu.
“Kami ingin ada penjelasan dan jaminan dari Panwaslu, apakah diperbolehkan seorang kepala desa hadir bersamaan dengan pasangan calon apabila diundang di acara masyarakat. Kalau diperbolehkan, apa saja batasannya. Dan kalau tidak diperbolehkan, kami minta Panwaslu membuat surat edaran agar bisa diketahui oleh masyarakat,” tegasnya.
Haris menambahkan, kalau sudah menjadi temuan setelah ada laporan dari salah satu pihak, dipastikan kepala desa akan dipanggil oleh Panwaslu untuk diminta klarifikasi, meskipun pada akhirnya tidak terbukti melakukan pelanggaran.
“Meski laporan itu tidak terbukti, tetap saja kami dirugikan karena harus meluangkan waktu untuk datang ke kantor Panwaslu. Apalagi kalau kepala desa yang berada di daerah, harus pergi jauh-jauh ke kantor Panwaslu yang ada di pusat kota Ciamis hanya untuk diperiksa yang hasilnya sudah diprediksi bukan sebuah pelanggaran,” ujarnya.
Haris meminta Panwaslu menjelaskan batasan pelanggaran seorang kepala desa dan perangkatnya dianggap melakukan kampanye. Selain itu, ujar dia, Panwaslu juga jangan mudah melakukan pemanggilan sebelum laporannya dikaji secara matang. “Kami minta Panwaslu harus selektif ketika memutuskan memanggil seseorang yang diduga melakukan pelanggaran. Jangan sampai setiap ada laporan langsung diminta klarifikasi tanpa mengkaji dulu laporannya seperti apa,” tandasnya.
“Kalau laporannya terkait Kepala Desa menggunakan atribut salah satu paslon dan melakukan ajakan memilih paslon tertentu serta didukung bukti dokumentasi foto atau rekaman audio, baru lakukan pemanggilan. Kalau hanya hadir bersamaan dengan paslon di acara rutin masyarakat, seperti pada acara pengajian rutin di mesjid, dan pelapor tidak bisa membuktikan kepala desa melakukan pelanggaran, ya jangan langsung dipanggil oleh Panwaslu,” pungkasnya. (Her2/R2/HR-Online)