Jika punya modal kuat, pengusaha bata merah dapat meraup keuntungan hingga jutaan rupiah setiap bulan. Memproduksi bata merah merupakan salah satu lahan usaha yang cukup menjanjikan seiring dengan perkembangan kota maupun penambahan jumlah penduduk. Di Kota Banjar sendiri, banyak masyarakat yang membuka usaha tersebut, salah satunya Fatah (34), warga Lingkungan Banjarkolot, Kelurahan Banjar.
Dia mengaku, usaha memproduksi bata merah sudah dijalaninya sekitar lima tahun, dan usahanya itu sudah menjadi lahan pekerjaan bagi Fatah untuk menafkahi keluarganya.
Menurut dia, kalau mempunyai modal yang cukup, pelaku usaha bata merah mampu meraup keuntungan hingga jutaan rupiah setiap bulannya. Lantaran, jika dalam melakukan pengolahan bahan bakunya dengan menggunakan mesin, maka jumlah hasil produksi pun akan meningkat setiap harinya.
“Saya saja yang pengolahannya secara manual, dan dikerjakan oleh dua orang pekerja, dalam satu bulan itu mampu memproduksi sebanyak 10 ribu bata merah. Proses pembakarannya dilakukan satu bulan sekali,” katanya, Minggu (19/12).
Dari hasil penjualan 10 ribu bata merah, Fatah mampu mendapatkan keuntungan bersih minimalnya sebesar Rp2 juta setiap bulannya. Harga satu biji bata merah, lanjutnya, saat ini mencapai Rp350.
Harga sebesar itu jika konsumen membelinya di tobong (pabrik), sedangkan kalau diantar ke tempat tujuan harganya bisa lebih, tergantung jarak yang dituju.
Lebih lanjut Fatah menjelaskan, bahan baku yang diperlukan untuk bisa menghasilkan 10 ribu bata merah, setiap bulannya dia membutuhkan sebanyak tiga coltbak kayu bakar.
Setiap satu coltbak kayu bakar dibelinya seharga Rp250 ribu sampai Rp270 ribu, tergantung jenis kayunya. Kalau jenis mahoni tentu harganya lebih mahal dari albasia karena lebih awet.
Kemudian, kebutuhan tanah untuk bahan bakunya sebanyak 13 coltbak, dan satu coltbak tanah dibelinya seharga Rp45 ribu.
“Untuk bayar dua orang pegawai, biasanya dilakukan setiap bulan, yaitu setelah proses pembakaran selesai. Jumlah bayaran yang mereka terima dihitung dari hasil cetakkannya masing-masing, yaitu per-bijinya dibayar 80 rupiah,” tuturnya.
Dikatakan Fatah, kalau proses pembuatan bata merah dilakukan lebih dari dua orang, maka dalam sehari bisa mencetak 2000 biji. Sedangkan dirinya hanya mempunyai dua orang pekerja yang setiap harinya paling dapat mencetak sekitar 800 biji bata.
Namun, untuk menambah pegawai, tentunya Fatah harus mempunyai modal tambahan lagi, lantaran biaya produksi pun akan bertambah.
Untuk penambahan modal usaha, rencananya Fatah akan mengajukkan pinjaman ke pihak perbankkan melaui kredit usaha rakyat (KUR).
“Ya memang rencana saya akan mengajukkan pinjaman KUR ke Bank bjb, karena persyaratannya saya lihat lebih mudah dibanding program KUR di bank lain. Tapi, ketika saya akan menyiapkan persyaratan, ternyata SPPT-nya kebuang oleh mertua saya waktu mau hajat nikahan adik ipar kemarin,” keluhnya.
Dengan kejadian tersebut, Fatah mengaku jengkel lantaran rencananya harus ditunda dulu. Karena, setelah mengajukan lagi untuk pembuatan SPPT yang baru, dia harus menunggu sampai bulan Juni.
“Katanya beresnya itu sekitar bulan Juni, padahal tadinya saya ingin seceaptnya bisa dapat pinjaman. Kalau pinjam ke koperasi kelurahan tidak akan mencukupi, lantaran paling besar cuma dikasih dua jutaan. Saya butuh modal itu untuk pembelian mesin penggilingan tanah dan penambahan pekerja,” pungkasnya.
Anggunan Tanah Belum Bersertifikat, BJB Siap Fasilitasi Kreditor
Menanggapi banyaknya pengusaha yang memiliki kendala berkaitan dengan anggunan tanah, dimana status tanah belum bersertifikat saat mengajukan kredit usaha, dan hal itu menjadi faktor pengganjal dalam mendapatkan kredit dari perbankan.
Branch Manager Bank bjb Cabang Banjar Dindin Rustandi, melalui Manager of Comercial and Consumer Bank bjb Cabang Banjar, Wawan Setiawan, menjelaskan bahwa Bank bjb dapat memfasilitasi kreditor untuk sertifikasi tanah miliki mereka.
“Guna meningkatkan pelayanan terhadap nasabah, kami dapat memfasilitasi pengusaha atau kreditor yang akan mensertifikatkan tanah mereka untuk dijadikan anggunan kredit,” ujarnya, Kamis (9/12).
Lanjut Wawan, dalam pelaksanaanya Bank bjb memfasilitasi setiap pengusaha dengan notaris, baik yang diinginkan oleh pengusaha atau difasilitasi oleh pihak Bank bjb Cabang Banjar.
Namun perlu dipahami, yang melaksanakan proses sertifikasi tanah adalah notaris dan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan pihak Bank bjb. Dijelaskan Wawan, pihaknya hanya memfasilitasi dan memberi dukungan pendanaan sertifikasi tanah.
Menurut Wawan, pada prakteknya di lapangan, para pengusaaha bisa mengkonsultasikan permasalahan tersebut dengan tim analis kredit Bank bjb Cabang Banjar, baik saat wawancara awal maupun ketika survey.
Sedangkan mengenai pembiayaan, hal itu merupakan kesepakatan antara pengusaha dan notaris, yang akan mengurus sertifikasi kepada pihak BPN. Untuk pembiayaan tersebut, dapat dipotong dari nilai kredit yang diajukan kreditor.
Dengan demikian, pengusaha yang mengajukan kredit, pengajuannya dapat diproses dengan dasar anggunan yang tengah disertifikatkan. Bahkan ketika setifikat belum selesai, dana pinjaman bisa dicairakan.
“Ini, merupakan program dimana kami memberikan kemudahan dan fasilitas yang diperlukan nasabah. Tapi sekali lagi saya tegaskan, bahwa posisi kami hanya sebatas fasilitator. Jadi, jika ada kendala dalam proses sertifikasi tanah, itu merupakan tanggung jawab notaris,” tegasnya. (pjr)