Sejarah Pabrik Gula Madukismo di Bantul menyimpan cerita menarik yang layak untuk kita telusuri lebih dalam. Pabrik ini merupakan satu-satunya produsen gula dan alkohol (spiritus) yang masih aktif di wilayah Yogyakarta. Perannya sangat penting dalam mendukung program ketahanan pangan nasional, khususnya dalam penyediaan gula pasir.
Sebagai salah satu pabrik gula tertua yang masih beroperasi di Yogyakarta, Madukismo menjadi saksi perkembangan industri gula di Indonesia. Uniknya, dalam menjalankan produksinya, pabrik ini masih mempertahankan sejumlah teknologi dan mesin yang berasal dari masa kolonial.
Baca Juga: Sejarah Tebing Breksi Jogja, Berawal dari Tambang Biasa
Keberadaan Pabrik Gula Madukismo bukan hanya menggambarkan perjalanan industri gula secara historis, tetapi juga merupakan wujud nyata dari warisan industri yang masih hidup hingga sekarang. Untuk Anda yang penasaran dengan kisah lengkapnya, yuk simak ulasan selengkapnya dalam artikel berikut ini!
Jejak Sejarah Pabrik Gula Madukismo di Bantul, Yogyakarta
Pabrik Gula Madukismo yang terletak di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, memiliki sejarah panjang yang bermula pada tahun 1955 silam atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pabrik ini berdiri di atas bekas lokasi Pabrik Gula Padokan, yang dahulu merupakan salah satu dari 17 pabrik gula di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikelola oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Meski pernah mengalami masa kehancuran, Pabrik Gula Madukismo berhasil bangkit dan kembali beroperasi. Kebangkitannya ditandai dengan peresmian langsung oleh Presiden Soekarno pada 19 Mei 1958. Sejak saat itu, pabrik ini terus menjadi simbol ketahanan industri gula di Yogyakarta dan menyimpan banyak kisah sejarah yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut.
Awal Mula Berdiri
Sejarah Pabrik Gula Madukismo semula berdiri dengan nama Pabrik Gula Padokan. Pabrik ini menjadi salah satu pabrik yang hancur akibat Agresi Militer Belanda II tepatnya pada 19 Desember 1948. Selaku Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengusulkan pembangunan pabrik gula baru di bekas lokasi Pabrik Gula Padokan tersebut.
Selain dalam rangka menjaga produksi gula di dalam negeri, pembangunan kembali pabrik gula ini bermaksud untuk memperluas lapangan kerja. Hal tersebut cukup beralasan karena pada saat itu banyak karyawan pabrik yang terpaksa berhenti bekerja akibat hancurnya bangunan pabrik.
Kemudian, Pemerintah Indonesia membeli mesin produksi gula dan spiritus dari Jerman Timur untuk memenuhi permintaan tersebut. Dengan campur tangan pemerintah ini, pabrik pun resmi berdiri pada tanggal 14 Juni 1955. Sedangkan untuk lahannya, dulunya merupakan lokasi Pabrik Gula Padokan.
Waktu Mulai Beroperasi
Setelah berdiri, sejarah Pabrik Gula Madukismo kemudian mulai melakukan kegiatan operasional pada tanggal 31 Maret 1958. Hal ini ditandai dengan adanya peletakan batu terakhir dan menetapkan Hamengkubuwono IX sebagai Presiden Direktur perusahaan. Selanjutnya, Presiden Soekarno meresmikan Pabrik Gula atau PG Madukismo kepada masyarakat pada tanggal 29 Mei 1958.
Pada tahun 1962, Pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan dan pengelolaannya oleh Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU PPN). Kemudian, pada tahun 1968, perusahaan diserahkan kembali ke tangan Kesultanan Yogyakarta.
Baca Juga: Sejarah Tumenggung Kopek, Jejak yang Penuh Misteri
Pada tahun 1976 dan 1977, PG Madukismo hanya mampu menggiling 1.600 ton tebu per harinya. Akan tetapi, pada tahun 1991, perusahaan telah sukses menggiling 3.000 ton tebu per hari. Pada tahun 1984, Rajawali Nusantara Indonesia mulai ikut campur dalam mengelola kegiatan produksi di PG Madukismo. Alhasil, pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia resmi menyerahkan semua sahamnya kepada Rajawali Nusantara Indonesia.
Produk dan Layanan
Sejarah Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta juga terkait dengan produk dan layanan yang mereka hasilkan. Pada 2021, PG Madukismo berhasil menggiling 400.000 ton tebu. Targetnya adalah dapat menghasilkan sejumlah 41.400 ton gula.
Selain memproduksi gula dan spiritus sebagai produk utamanya, perusahaan tersebut juga memproduksi alkohol dan penyanitasi tangan. Musim giling pabrik biasanya berjalan selama enam hingga tujuh bulan. Tepatnya dari bulan April atau Mei hingga Oktober.
Di luar musim giling tersebut, pabrik gula tertua di Yogyakarta ini biasanya melakukan perawatan terhadap mesin-mesin produksinya. Dengan bantuan total sekitar 1.000 karyawan, perusahaan tersebut mampu menggiling 3.000 ton tebu dan sukses menghasilkan 25.000 liter alkohol per harinya.
Peran Strategis Pabrik Gula Madukismo
Sejarah Pabrik Gula Madukismo berhasil memberikan kontribusi peran yang sangat vital bagi masyarakat, khususnya wilayah Yogyakarta. Selain sebagai penghasil gula untuk memenuhi kebutuhan domestik, pabrik ini juga memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Untuk produksi tebu sebagai bahan baku utamanya, mereka memberdayakan petani lokal di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dengan menerapkan sistem kemitraan dengan petani, pabrik mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga pasokan tebu berkualitas yang manis, bersih, dan segar. Kualitas ini merupakan syarat utama untuk memproduksi gula.
Baca Juga: Sejarah Panggung Krapyak, Jejak Sejarah Perburuan Raja
Demikian ulasan terkait sejarah Pabrik Gula Madukismo di wilayah Bantul Yogyakarta. Keberadaan pabrik ini mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, baik sebagai pekerja tetap maupun musiman. Mereka juga menawarkan wisata edukasi bagi pengunjung untuk melihat langsung proses pengolahan tebu menjadi gula. Dengan demikian, pabrik ini mampu menjadi sarana pembelajaran sekaligus bukti sejarah perkembangan industri gula di Indonesia. (R10/HR-Online)