harapanrakyat.com – Pengrajin pandai besi atau golok di Kabupaten Pangandaran saat ini, tinggal tersisa beberapa saja. Salah satunya ada di Blok Pangleseran Dusun Sidaurip, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.
Pengrajin tersebut bernama Darsu (60) atau Encu. Dia mulai jadi pengrajin golok sejak 1970 an, meneruskan bisnis kakek dan pamannya. Bahkan menurut pengakuannya, usaha kerajinan golok ini sudah ada sejak tahun 1945, atau pasca Indonesia merdeka.
“Saya merupakan generasi ke-4 dalam bisnis kerajinan golok ini, bahkan tempat ini tidak banyak berubah,” katanya belum lama ini.
Darsu menyebut, di daerahnya itu dulu ada beberapa pandai golok. Akan tetapi yang bertahan hingga saat ini sisa 2 pengrajin, itupun masih satu keturunan.
Ia mengatakan, buyutnya merupakan warga asli Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan terkenal sebagai pengrajin golok galonggong khas Tasik.
Proses Produksi Pengrajin Golok di Pangandaran
Menurut Darsu, golok hasil karyanya berbahan dasar besi dari per mobil gepeng, biasanya berukuran 7 sentimeter. Besi per mobil tersebut biasanya dibagi menjadi tiga bagian, dengan ukuran yang berbeda-beda, mulai dari panjang 20 cm sampai 10 cm. Setelah memotong per, kemudian ia membakarnya sampai besi berwarna merah lalu menempanya menggunakan palu.
“Tahapan ini untuk membentuk per besi menjadi golok sesuai dengan keinginan,” katanya.
Selanjutnya, golok yang sudah terbentuk itu diperhalus menggunakan gerinda dan juga kikir yang memakan waktu yang cukup lama. Tahapan terakhir, golok akan ia masukkan ke dalam air, atau istilahnya proses sipuh. Lalu kemudian masuk proses asah agar semakin tajam.
“Setelah itu, golok baru bisa pakai sarung atau warangka, biasanya terbuat dari tanduk dan juga kayu, tergantung permintaan,” ujarnya.
Ia mengatakan, untuk membuat satu golok saja, membutuhkan waktu hingga satu atau dua harian. Sementara itu, untuk harganya sangat variatif, yakni dari mulai harga Rp 250 ribu-Rp 1 jutaan, hingga bisa lebih dari itu. Namun itu semua juga tergantung pada ukuran serta bahan perah (gagang) serta sarung golok.
“Kalau ada yang beli goloknya saja tidak pakai gagang serta sarungnya, biasanya saya patok harga Rp 150 ribuan dengan panjang 30 centimeter. Jadi beda-beda harganya, sesuai pesanan,” terangnya.
Sedangkan untuk kayu bahan gagang, sambungnya, berasal dari pohon buah jambu, kalikiria dan pohon lainnya. Sedangkan bahan dari tanduk jenis kerbau jantan atau bule memiliki harga paling mahal.
Darsu mengatakan, golok yang berukuran panjang biasanya digunakan untuk hiasan saja. Sementara yang ukuranya lebih pendek digunakan untuk memotong kayu dan lain-lain.
“Biasanya yang beli ke sini hanya besi goloknya saja tanpa gagang maupun sarungnya. Soalnya rata-rata mereka menjualnya lagi. Jadi mereka dapat untung dari gagang serta sarungnya,” pungkasnya. (Jujang/R6/HR-Online)