Nama Hasyim bin Abdu Manaf mungkin tidak sepopuler Nabi Muhammad SAW. Tapi perannya sangat besar dalam sejarah Islam. Ia adalah bagian penting dalam rantai nasab Nabi yang penuh dengan sosok-sosok mulia. Hasyim merupakan kakek buyut dari Nabi Muhammad SAW.
Kisahnya bukan hanya soal keturunan, tapi juga dedikasi dan visi. Ia mampu menggerakkan perubahan sosial di Makkah yang dampaknya terasa luas. Dalam dunia yang penuh persaingan antar suku, ia tampil berbeda dengan caranya sendiri. Hasyim berkutat di bidang perdagangan dan memajukan sukunya dengan jalan yang ia tempuh.
Baca Juga: Sahabat Nabi yang Bergelar Saifullah Adalah Khalid bin Walid
Dari semangat berdagang hingga kepeduliannya pada orang lain, sosok ini tidak bisa kita anggap biasa. Ia membawa pembaruan dalam sistem pelayanan jemaah haji. Ia juga mengubah wajah perdagangan Quraisy jadi lebih teratur dan sukses.
Hasyim bin Abdu Manaf, Berbeda dari yang Lain
Banyak orang besar lahir dari keluarga terpandang, begitu juga dengan Hasyim bin Abdu Manaf. Tapi yang membuatnya beda adalah cara ia menjalani perannya. Ia tidak sekadar menumpang nama besar leluhurnya.
Ia lahir dari pasangan Abdu Manaf dan Atikah binti Murrah, dua nama yang cukup disegani. Tapi sejak muda, ia sudah menunjukkan sikap mandiri dan suka memikirkan hal-hal besar. Ia sering mencari cara untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya.
Ia juga terkenal bijaksana dalam mengambil keputusan penting. Ketika perselisihan antar keluarga Quraisy muncul, ia lebih memilih solusi damai. Tidak banyak orang yang bisa menempatkan kepentingan umum di atas ego pribadi.
Hasyim populer sebagai salah satu tokoh sentral dalam sejarah suku Quraisy di Makkah. Ia memainkan peranan penting dalam membangun dan mengembangkan kedudukan Quraisy sebagai pemimpin sosial dan keagamaan di wilayah tersebut.
Dalam karya Sirah Nabawiyah oleh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, disebutkan bahwa Hasyim merupakan bagian dari keturunan pilihan yang dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi garis keturunan Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari keturunan Ibrahim, memilih Kinanah dari keturunan Ismail, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim.” (HR Muslim & At-Tirmidzi)
Secara nasab, Hasyim bin Abdu Manaf adalah kakek buyut dari Nabi Muhammad SAW.
Garis Keturunan dan Keluarga
Menurut catatan Ibnu Hisyam, Hasyim adalah putra dari Abdu Manaf (Mughirah bin Qushay) dan Atikah binti Murrah bin Hilal. Ia memiliki tiga saudara kandung. Dari lima istri yang dinikahinya, Hasyim dikaruniai empat anak laki-laki dan lima perempuan. Anak-anak laki-lakinya termasuk Abdul Muthalib, yang kelak menjadi kakek dari Nabi Muhammad SAW.
Anak-anak lainnya antara lain Asad, Abu Shaifi, dan Nadhlah, serta beberapa putri seperti asy-Syifa, Khalidah, Dha’ifah, Ruqayyah, dan Hayyyah.
Inovator Perdagangan Quraisy
Hasyim bin Abdu Manaf bukan hanya terkenal karena garis keturunannya. Ia terkenal karena kepandaiannya dalam berdagang. Ia membuka jalur dagang musiman ke Syam dan Yaman. Perjalanan dagang itu menjadi tulang punggung ekonomi Quraisy.
Sebelumnya, perdagangan Quraisy hanya mengandalkan peluang. Tapi setelah ide dari Hasyim, semuanya jadi lebih teratur dan produktif. Quraisy bisa berdagang secara rutin dua kali dalam setahun. Musim dingin ke Yaman, musim panas ke Syam.
Ia tidak hanya memikirkan untung pribadi. Ia ingin Quraisy mandiri dan sejahtera. Sistem perdagangan yang ia bangun membuat banyak keluarga Makkah keluar dari kemiskinan. Ia tidak hanya seorang saudagar, tapi juga seorang pemikir ekonomi.
Pelayanan untuk Jemaah Haji
Salah satu hal paling menonjol dari Hasyim bin Abdu Manaf adalah kepeduliannya terhadap jemaah haji. Ia rela menghabiskan hartanya untuk membuat para tamu Allah nyaman di Makkah. Ia mengatur penyediaan makanan dan minuman untuk para peziarah.
Hasyim terkenal sering membuat hidangan roti remuk yang dicampur kuah lezat. Makanan itu ia sajikan gratis kepada mereka yang datang menunaikan ibadah. Ia membeli bahan dari Syam dan membawa pulang untuk musim haji.
Baca Juga: Kisah Khaulah binti Tsa’labah, Wanita Pemberani yang Mencari Keadilan
Ia juga menggalang dana dari masyarakat sekitar. Lalu ia kelola dengan transparan untuk menyambut musim haji. Apa yang ia lakukan membuat Quraisy makin dihormati. Ia menciptakan sistem sosial yang berpihak pada banyak orang, bukan hanya keluarga elite.
Wafatnya Hasyim bin Abd Manaf
Hasyim meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dagang menuju Syam. Ia berangkat bersama empat puluh pengusaha dari Quraisy, namun ketika rombongan tiba di Gaza, Hasyim jatuh sakit dan akhirnya wafat di sana. Setelah menguburkannya, rombongan membawa pulang harta kekayaannya untuk diberikan kepada anak-anaknya.
Hingga kini, makam dan masjid tempat ziarah Hasyim bin Abd Manaf berada di kawasan al-Daraj, sebelah utara kota tua Gaza. Karena keberadaan makam leluhur Rasulullah saw ini, kota Gaza juga dikenal dengan sebutan “Gaza Hasyim” sebagai bentuk penghormatan.
Sebagian besar referensi sejarah tidak mencantumkan secara pasti usia Hasyim saat wafat. Namun, menurut sejarawan al-Baladzuri, Hasyim meninggal pada usia 20 atau 25 tahun. Meski demikian, melihat status sosial Hasyim serta jumlah keturunannya, usia tersebut tampak kurang masuk akal.
Ibnu Sa’ad mencatat bahwa salah satu anggota rombongan Hasyim, yaitu Abu Rahm bin Abd al-‘Uzi al-‘Amiri bin Lu’ai, yang berusia 20 tahun, adalah orang yang membawa pulang seluruh harta peninggalan Hasyim kepada keluarganya. Mungkin terdapat kesalahan dalam perhitungan usia Hasyim pada catatan-catatan tersebut.
Sebelum wafat, Hasyim telah menunjuk saudaranya, Mutthalib, sebagai penerus atau washi (pelaksana wasiatnya). Sejak saat itu, hubungan antara Bani Hasyim dan Bani Mutthalib pun senantiasa erat dan saling mendukung.
Warisan yang Tidak Pernah Padam
Hasyim bin Abdu Manaf memang telah tiada, tapi warisannya masih terasa. Ia bukan hanya ayah dari Abdul Muthalib, tapi juga pelopor nilai-nilai kepemimpinan sejati. Kebaikan, kecerdasan, dan keberaniannya tetap jadi panutan hingga kini.
Ia wafat di tanah Palestina saat dalam perjalanan dagang. Tapi sebelum pergi, ia menitipkan istrinya yang sedang hamil di Madinah. Dari rahim istrinya lahirlah Abdul Muthalib, yang kelak menjadi kakek Nabi Muhammad SAW.
Dari kisah ini, kita bisa melihat bahwa jejak kebaikan tidak akan lenyap. Sosok seperti Hasyim tidak hanya meninggalkan keturunan, tapi juga nilai hidup. Ia adalah bukti bahwa seseorang bisa besar bukan hanya karena darah, tapi juga karena sikap.
Baca Juga: Kisah Nabi Samson dalam Islam, Sosok yang Memiliki Kekuatan Luar Biasa
Coba bayangkan jika ada pemimpin zaman sekarang yang rela turun langsung beli makanan untuk rakyatnya. Bukan demi pencitraan, tapi karena memang peduli. Itulah Hasyim bin Abdu Manaf. Ia tidak menunggu pujian atau gelar kehormatan. Ia bekerja dalam diam, tapi hasilnya berbicara lantang. Hasyim tidak membuat strategi politik, tapi membuat semua orang merasa dihargai dan dilayani. (R10/HR-Online)