Pada dasarnya, tidak bisa kita pungkiri bahwa tubuh manusia dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi berbagai jenis parasit. Ya, salah satunya adalah cacing kepala duri (Acanthocephala). Parasit ini umumnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, biasanya dalam bentuk telur atau kista yang terbawa oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Baca Juga: Mengenal Kupu-Kupu Laut, Hewan Cantik yang Menjelajahi Lautan
Setelah masuk, mereka akan bertahan hidup di dalam saluran pencernaan, khususnya usus, dan bahkan bisa menembus organ-organ tubuh lainnya. Kehadiran parasit seperti ini seringkali tidak disadari hingga menimbulkan gejala atau gangguan kesehatan tertentu.
Mengenal Cacing Kepala Duri (Acanthocephala)
Cacing kepala duri merupakan salah satu jenis parasit purba yang memiliki ciri khas berupa belalai yang dapat ditarik, dilengkapi dengan struktur berduri. Struktur ini memungkinkan cacing untuk menancap dan melekat kuat pada dinding usus inangnya.
Tubuhnya yang berongga berfungsi sebagai tempat bagi sistem ekskresi, saraf, dan reproduksi. Meskipun cacing kepala duri umumnya hidup sebagai parasit pada hewan vertebrata, dalam kondisi tertentu, cacing ini juga dapat menyerang dan bertahan hidup di dalam tubuh manusia. Sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila tidak segera mendapatkan penanganan.
Infeksi Cacing Acanthocephala
Acanthocephaliasis adalah jenis infeksi yang disebabkan oleh cacing kepala duri. Jenis penyakit ini tergolong tidak menular dan jarang ditemukan pada tubuh manusia. Pada dasarnya, cacing kepala duri menyebar melalui siklus hidup yang melibatkan inang perantara. Dalam hal ini, telur cacing dikeluarkan bersama feses inang utama, kemudian tertelan oleh inang perantara, seperti serangga.
Cacing kepala duri (Acanthocephala) yang menginfeksi hewan telah banyak ditemukan di wilayah Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Wilayah ini melibatkan berbagai negara seperti Mesir, Malaysia, Nigeria, dan Taiwan.
Sementara itu, infeksi pada tubuh manusia banyak terjadi di wilayah yang sering mengkonsumsi serangga. Infeksi ini dapat menular melalui makanan, obat tradisional, atau tertelan secara tidak sengaja.
Kasus cacing kepala duri yang hidup di tubuh manusia, pernah dilaporkan berasal dari berbagai negara. Misalnya seperti Italia, Nigeria, Sudan, Madagaskar, Belize, Thailand, Tiongkok, Jepang, Iran, Irak, dan Amerika Serikat.
Siklus Hidup Cacing Kepala Duri
Dalam prosesnya, cacing kepala duri melibatkan tiga fase siklus hidup. Di antaranya sebagai berikut.
1. Telur
Cacing kepala duri hidup di usus vertebrata. Siklus hidup parasit ini bermula saat telur keluar bersama fases inangnya. Saat keluar, telur sudah berbentuk oval dan mengandung embrio yang matang.
2. Inang Perantara
Sebelum berpindah ke inang utamanya, telur terlebih dahulu tertelan oleh inang perantara. Inang perantara ini dapat berupa serangga arthropoda seperti kecoa, kumbang, dan krustasea kecil (Gammarus lacustris).
Baca Juga: Serigala Purba Dire Wolf, Kebangkitan Sang Predator Zaman Es
Setelah tertelan, telur cacing kepala duri (Acanthocephala) menetas dan menjadi akantella. Lalu, akantella menembus serangga inang perantara arthropoda dan memasuki tubuh serangga dengan cairan peredaran darah usus (Hemocoel). Di tempat inilah, parasit tersebut mengembangkan dinding tubuh.
Selanjutnya, belalai parasit pada cacing sudah berkembang. Pada tahap ini, larva (Cystacanth) membentuk dinding pelindung di sekitarnya. Larva ini menunggu sampai inang tempatnya berada tertelan oleh hewan atau bahkan manusia.
3. Inang Definitif
Setelah larva tertelan, maka kista larva akan pecah. Belalai cacing kepala duri akan memanjang dan menempel kuat di dinding usus dengan duri-duri kecil. Di dalam usus inilah cacing muda akan tumbuh dan menjadi dewasa.
Sebagai informasi, cacing kepala duri tidak hanya menunggu di dalam tubuh inang perantaranya. Justru parasut ini mengubah perilaku inangnya, agar lebih mudah termakan oleh hewan lain yang menjadi inang utamanya.
Diagnosis Cacing Kepala Duri
Biasanya, infeksi cacing kepala duri (Acanthocephala) dapat diketahui lewat tes tinja. Seseorang yang terinfeksi cacing ini, memiliki tinja yang mengandung telur atau cacing dewasa. Namun, kebanyakan orang tidak menunjukkan gejala, karena telur yang tertelan tidak berkembang menjadi bentuk cacing.
Pada infeksi ringan, seseorang yang terjangkit tidak menimbulkan gejala. Namun, jika infeksi tergolong parah, seseorang akan mengalami sakit perut dan gangguan pencernaan. Rasa sakit ini bisa terasa sangat hebat, karena bagian tubuh cacing bisa masuk ke dinding usus.
Sebagai catatan, seseorang yang terjangkit penyakit ini masih bisa sembuh dengan obat antiparasit, seperti pirantel pamoat. Obat ini bekerja dengan melumpuhkan cacing di saluran pencernaan, sehingga gejala dapat mereda dan sembuh sepenuhnya.
Sebagai langkah pencegahan, penting untuk meningkatkan bahaya terkait keberadaan cacing ini. Penyuluhan secara intensif penting untuk tidak memasukkan serangga atau memakan vertebrata yang mungkin terjangkit parasit, seperti cacing kepala duri.
Baca Juga: Asal Kura Kura Galapagos, Keajaiban Alam yang Jadi Simbol Keberlanjutan Ekosistem
Cacing kepala duri (Acanthocephala) merupakan parasit yang berbahaya bagi tubuh manusia karena dapat menempel pada dinding usus dan mengganggu fungsi organ dalam. Infeksi parasit ini biasanya terjadi melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Oleh karena itu, menjaga pola makan yang sehat dan higienis sangat penting untuk mencegah masuknya parasit ke dalam tubuh. (R10/HR-Online)