Kadang rasa suka itu datang tiba-tiba. Ketika hati merasa yakin, maka lamaran jadi langkah berikutnya. Tapi apakah bertunangan dalam Islam sebebas itu? Banyak yang belum tahu, kalau ternyata tunangan tidak serta merta memberi status lebih dalam pandangan agama.
Ada anggapan umum bahwa setelah lamaran, pasangan jadi bebas beraktivitas seperti suami istri. Padahal, hal itu bisa menjerumuskan jika tidak memahami batasan yang ada. Bertunangan bukan tiket untuk hubungan bebas, tapi masa untuk saling mengenal lebih baik.
Baca Juga: Waktu Terbaik Zakat Fitrah Bagi Umat Islam, Simak Ini agar Tidak Salah
Di sinilah pentingnya tahu apa itu bertunangan di dalam ajaran Islam. Bukan cuma soal cincin di jari atau restu keluarga. Tapi juga soal bagaimana menjaga hati dan adab, agar perjalanan ke pernikahan tetap dalam koridor syariat.
Makna Bertunangan dalam Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tunangan atau bertunangan diartikan sebagai sebuah bentuk kesepakatan. Dalam tradisi Jawa, istilah tunangan terkenal dengan sebutan tetalen, yang berarti “tali”, menggambarkan hubungan dua pihak yang telah terikat dan hanya bisa dilepaskan jika kedua belah pihak menyetujui. Secara budaya, momen tunangan menjadi awal dari proses menuju pernikahan, di mana seorang pria datang ke keluarga calon mempelai wanita untuk menyampaikan niat menikah dan meminta restu.
Tradisi ini biasanya diiringi dengan simbolisasi tertentu, salah satunya adalah tukar cincin antara pasangan. Praktik ini cukup umum di berbagai daerah di Indonesia, meskipun pelaksanaannya bisa berbeda-beda sesuai dengan adat setempat.
Namun, dalam perspektif Islam, konsep tunangan seperti ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an maupun hadis. Banyak yang menyamakan tunangan dengan khitbah, padahal keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dalam buku La Tahzan Ya Ukhti karya Anna Mutmainah, dijelaskan bahwa khitbah merupakan proses lamaran yang dilakukan secara syar’i, yaitu permintaan resmi dari seorang pria kepada wali wanita untuk menikahinya, dan dilakukan dengan cara yang sesuai ajaran agama.
Bagian Proses Menuju Pernikahan
Dengan demikian, tunangan lebih merupakan bagian dari tradisi dan budaya lokal yang berkembang di masyarakat, sementara khitbah adalah langkah formal yang diatur dalam syariat Islam sebagai bagian dari proses menuju pernikahan. Meski begitu, selama tradisi tunangan tidak melanggar nilai-nilai syariat, seperti menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang belum halal, maka tidak menjadi masalah dalam pelaksanaannya.
Dalam Islam, bertunangan bukan perjanjian sakral yang mengikat secara hukum. Tunangan adalah bentuk komitmen awal sebelum akad nikah. Dalam fase ini, pasangan masih dianggap sebagai orang asing satu sama lain.
Meskipun sudah saling setuju untuk menikah, keduanya tetap harus menjaga jarak. Bertunangan tidak memberi izin untuk berdua-duaan atau bersentuhan. Justru ini saat yang tepat untuk membangun komitmen tanpa melanggar aturan.
Banyak orang mengira lamaran itu semacam pra-nikah. Padahal kenyataannya tidak begitu. Bertunangan dalam Islam hanya proses memperjelas niat, bukan pemberi hak lebih.
Batasan yang Harus Dijaga
Salah satu hal penting dalam tunangan adalah menjaga batas interaksi. Banyak pasangan lupa bahwa mereka belum sah secara agama. Ini yang kadang membuat situasi jadi bias.
Bertemu boleh, tapi harus dengan pendamping seperti mahram atau anggota keluarga. Duduk berdua di tempat sepi tetap tidak boleh. Apalagi kalau sampai melakukan hal-hal yang mendekati zina.
Pandangan mata pun sebaiknya tetap kita jaga. Tatapan yang mengandung syahwat bisa jadi pintu awal godaan. Bertunangan dalam Islam justru melatih keduanya menahan diri sampai waktunya halal tiba.
Berhati-hatilah dengan rasa nyaman yang datang tiba-tiba. Semakin nyaman, semakin besar godaannya. Maka menjaga jarak bukan berarti dingin, tapi bentuk tanggung jawab.
Pasangan yang sedang dalam masa pertunangan sejatinya belum memiliki ikatan pernikahan yang sah menurut hukum agama. Artinya, meskipun sudah ada kesepakatan antara kedua keluarga dan mungkin telah dilakukan tukar cincin, status mereka tetaplah dua individu asing dalam pandangan syariat Islam.
Penegasan hal ini tertuang dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:
“Dari Ibnu Abbas [diriwayatkan] dari Nabi saw., beliau bersabda: Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa seorang pria dan wanita yang belum menikah tak boleh berduaan tanpa ditemani mahram (orang yang haram dinikahi karena hubungan darah, susuan, atau pernikahan).
Karena itu, selama akad nikah belum berlangsung dengan memenuhi syarat dan rukunnya, kedua calon mempelai belum boleh melakukan kontak fisik atau bersikap layaknya suami istri. Hal ini penting untuk menjaga batasan dalam pergaulan dan kehormatan masing-masing pihak sesuai tuntunan Islam. Pertunangan hanyalah kesepakatan awal, bukan legalisasi hubungan secara agama.
Baca Juga: Tata Cara Bersiwak Sesuai Sunnah Beserta Anjuran Waktunya
Jangan Salah Langkah Setelah Lamaran
Ada anggapan bahwa setelah tunangan, semuanya bisa kedua pasangan lakukan bersama. Mulai dari jalan berdua, sampai traveling bareng. Padahal ini keliru dan bisa berdampak buruk ke depannya.
Islam tidak melarang mengenal calon pasangan, tapi harus dengan cara yang benar. Sering kali niat baik jadi keliru karena tidak tahu batasannya. Bertunangan dalam Islam itu indah kalau kita jalani sesuai syariat.
Lebih baik gunakan waktu ini untuk mengenal keluarga masing-masing. Tanyakan hal-hal penting yang akan jadi bekal hidup bersama. Karena menikah bukan cuma soal cinta, tapi juga kesiapan jiwa dan raga.
Membuka komunikasi antara dua keluarga juga jadi momen penting. Di sana akan terlihat bagaimana nilai-nilai keluarga dibentuk dan dijalani. Bukan cuma antar pasangan, tapi juga antar orang tua.
Pentingnya Komunikasi dan Niat yang Jelas
Komunikasi jadi hal penting selama masa tunangan. Tapi komunikasi ini bukan berarti bebas tanpa aturan. Hindari obrolan yang menggoda atau berbau mesra berlebihan.
Bicarakan rencana masa depan, cara menyelesaikan masalah, dan mimpi yang ingin pasangan capai bersama. Semua itu bisa memperkuat niat menikah tanpa harus melanggar batas. Bertunangan dalam Islam bukan cuma soal status, tapi juga proses pematangan diri.
Niat menikah harus kuat dan jelas. Jangan karena ikut-ikutan atau dorongan lingkungan. Ketika niatnya lurus, Allah pasti beri jalan dan kemudahan dalam prosesnya.
Saat Terbaik untuk Menguatkan Iman
Jika kita bertunangan dengan cara yang benar, tunangan akan jadi gerbang indah menuju pernikahan yang penuh berkah. Cinta tidak harus kita buktikan lewat kedekatan fisik, tapi lewat kesungguhan hati dalam menjaga. Karena cinta yang tumbuh dengan cara yang halal, insyaAllah akan bertahan hingga akhir hayat.
Baca Juga: Keutamaan Zakat Fitrah dalam Islam, Pembersih Harta dan Jiwa
Bertunangan dalam Islam bukan hanya tentang menyatukan dua hati yang saling mencintai. Ini adalah proses suci yang harus setiap calon pasangan lalui dengan niat lurus dan sikap saling menjaga. Bukan waktunya untuk larut dalam rasa, tapi saat terbaik untuk menguatkan iman dan komitmen. (R10/HR-Online)