harapanrakyat.com,- Kejaksaan Negeri Banjar, Jawa Barat, mengungkapkan awal mula pengungkapan kasus dugaan korupsi tunjangan rumah dinas dan tunjangan transportasi anggaran Sekretariat DPRD Kota Banjar 2017-2021. Dari pengungkapan tersebut akhirnya berbuah hasil, yakni penetapan tersangka DRK yang merupakan Ketua DPRD Kota Banjar.
Kejaksaan Negeri Kota Banjar sebelum menetapkan tersangka DRK, sebelumnya telah melakukan ekspose perkara pada 14 April 2025. Setelah itu baru kemudian pada 16 April menetapkan DRK sebagai tersangka dan pada Senin (21/4/25) kemarin baru menyiarkan kepada publik melalui siaran pers.
Awal Mula Kasus Korupsi Tunjangan Rumdin dan Transportasi DPRD Kota Banjar
Kepala Kejaksaan Negeri Banjar Sri Haryanto melalui Kasi Pidana Khusus Gede Maulana mengungkapkan, sebelum adanya penetapan tersebut pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat.
Dalam informasi tersebut, ada dugaan yang janggal terkait nilai besaran tunjangan rumah dinas dan tunjangan transportasi bagi pimpinan maupun anggota DPRD Kota Banjar. Apalagi nilai besarannya tidak sesuai dengan standar satuan harga yang ada di Kota Banjar.
Selain itu, kata Gede, ada juga dugaan ketidakpatutan terhadap pemberian tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi untuk pimpinan dan anggota DPRD.
“Jadi nilainya tidak sesuai dengan asas kepatutan, kewajaran serta asas rasionalitas. Bahkan tidak sesuai dengan standar harga yang ada di daerah,” ungkapnya, Selasa (22/4/25).
Setelah melakukan pengumpulan data, pihaknya juga mencari keterangan serta informasi peraturan terkait mekanisme dalam menentukan besaran nilai tersebut. Dari rangkaian ini, muncul indikasi adanya perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara.
Guna membuktikan kejanggalan tersebut, pihaknya pun meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi serta dokumen yang berhubungan dengan perkara ini.
Kemudian, sambung Gede, pada Februari 2025 Aparatur Pengawas Intern Pemerintah atau APIP menerbitkan pernyataan kerugian negara dari kasus ini sebesar Rp 3,5 miliar.
“Setelah kita melakukan berbagai rangkaian penyelidikan, penyidikan dan melakukan gelar perkara, hingga akhirnya kita menetapkan DRK sebagai tersangka,” jelasnya.
Modus Operandi
Sementara itu, modus operandi DRK dalam kasus ini adalah menyalahgunakan wewenang sebagai pimpinan DPRD. Padahal hal itu seharusnya tidak dilakukan saat masih menjabat.
Sebagaimana alat bukti, ternyata DRK menginginkan agar ada kenaikan tunjangan perumahan serta transportasi di Sekretariat DPRD Kota Banjar 2017-2021.
Padahal, sambung Gede, tersangka seharusnya sebagaimana kelembagaan serta jabatannya sebagai DPRD Kota Banjar memiliki kewajiban untuk mengawasi anggaran serta peraturan yang ada. Namun pada faktanya tidak dilakukan.
“Di tahun 2017-2021 terjadi kenaikan tunjangan sebanyak 2 kali. Padahal di tahun 2020-2021 sedang pandemi Covid-19,” pungkasnya. (Muhlisin/R6/HR-Online)