Bagi para pecinta alam dan pendaki gunung, nama bunga edelweis tentu bukan hal asing. Keindahan serta ketangguhannya menjadikan bunga ini begitu spesial dan penuh makna. Namun, di balik pesonanya, terdapat cerita panjang mengenai asal usul bunga edelweis, terutama jenis Edelweis Jawa yang kini terancam punah.
Baca Juga: Sejarah Alun-Alun Kidul Yogyakarta dan Fungsinya pada Zaman Dahulu
Sejarah dan Asal Usul Bunga Edelweis
Asal mula bunga edelweis ini di Indonesia bermula pada tahun 1819 silam. Kala itu ilmuwan Jerman yang bernama Caspar Georg Carl Reinwardt menemukan bunga ini di lereng Gunung Gede, Jawa Barat. Penelitian lebih lanjut kemudian dilakukan oleh Carl Heinrich Schultz yang kemudian mengklasifikasikannya sebagai Anaphalis javanica.
Secara etimologis, kata “edelweis” berasal dari Bahasa Jerman, yaitu edel yang berarti “mulia”, dan weiss yang berarti “putih”. Nama ini diberikan karena warna kelopaknya yang putih bersih dan tampak mulia saat tumbuh di lereng-lereng gunung yang tandus.
Karakteristik dan Habitat Edelweis Jawa
Edelweis Jawa atau Anaphalis javanica populer sebagai tanaman endemik pegunungan di Indonesia. Bunga ini bisa kita temukan di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut, seperti di Gunung Semeru, Rinjani, Lawu, Pangrango, hingga Bromo.
Tanaman ini memiliki kemampuan luar biasa untuk tumbuh di tanah tandus dan vulkanik. Tinggi tanaman edelweis biasanya sekitar 1 meter. Namun bunga ini tingginya juga bisa mencapai 8 meter dalam kondisi tertentu, dengan batang sebesar kaki manusia. Bunganya mekar antara bulan April hingga September saat musim hujan berakhir dan sinar matahari mulai intens.
Edelweis terkenal sebagai tumbuhan pionir karena kemampuannya hidup di tanah vulkanik muda. Kemudian bunga ini akan memulai kehidupan baru di tempat yang rusak akibat letusan gunung atau kebakaran hutan.
Mengapa Dapat Sebutan Bunga Abadi?
Asal usul bunga edelweis yang berjuluk bunga abadi ini memang menarik. Julukan “bunga abadi” untuk tanaman ini bukan tanpa alasan. Keistimewaan ini berasal dari hormon etilen yang ada pada edelweis, yang mampu mencegah kelopaknya rontok. Karena itu, bunga ini bisa tetap mekar dan segar hingga 10 tahun lamanya, bahkan lebih dalam kondisi tertentu.
Namun, ironisnya, status “abadi” ini justru membuat banyak orang tergoda untuk memetiknya, meskipun hal tersebut sangat dilarang. Bunga edelweis sering orang jadikan sebagai oleh-oleh atau simbol cinta abadi oleh pendaki, yang justru mempercepat ancaman terhadap kelestariannya.
Ancaman Kepunahan dan Perlindungan Hukum
Karena perilaku manusia yang kurang bertanggung jawab, populasi Edelweis Jawa kian menurun. Banyak pendaki memetik bunga ini meski sudah ada larangan tegas. Bahkan sempat viral seorang pendaki wanita yang memetik edelweis di Gunung Lawu, dan tindakannya menuai kecaman luas.
Padahal, pemerintah Indonesia telah menetapkan edelweis sebagai tanaman yang dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.”
Sanksi bagi pelanggaran tersebut pun tidak main-main, yakni hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp200 juta. Sayangnya, kesadaran akan pentingnya konservasi bunga edelweis masih belum merata di masyarakat.
Baca Juga: Sejarah Babad Dermayu yang Menceritakan Kisah Terbentuknya Kabupaten Indramayu
Upaya Pelestarian oleh Masyarakat Lokal
Sebagai respons terhadap ancaman kepunahan, masyarakat adat seperti Suku Tengger di kawasan Gunung Bromo telah mengambil peran aktif dalam menjaga edelweis. Bunga ini juga orang gunakan dalam upacara adat mereka, sehingga turut meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikannya.
Mereka melakukan pembibitan edelweis di sekitar rumah dan lingkungan desa. Tujuannya ialah agar kebutuhan upacara tidak lagi bergantung pada bunga liar di alam bebas. Upaya seperti ini menjadi contoh nyata bahwa pelestarian alam bisa dilakukan dari lingkup terkecil.
Edelweis di Pegunungan Eropa
Meskipun artikel ini fokus pada asal usul bunga edelweis di Indonesia, penting juga Anda ketahui bahwa bunga ini tidak hanya tumbuh di Nusantara. Di Eropa, khususnya Pegunungan Alpen, terdapat jenis Leontopodium alpinum yang juga disebut edelweis. Jenis ini tumbuh di dataran tinggi seperti Swiss, Austria, dan Italia.
Bunga edelweis Eropa terkenal dengan bentuk kelopak berbulu seperti bintang dan mekar dari Juli hingga September. Meskipun berasal dari wilayah yang berbeda, baik Edelweis Jawa maupun Alpen memiliki kesamaan dalam hal simbolisme, yakni ketangguhan, keabadian, dan keindahan alami.
Penutup
Dengan segala keunikannya, asal mula bunga edelweis rupanya menyimpan nilai sejarah, budaya, dan ekologis yang tinggi. Bunga ini bukan hanya simbol cinta abadi, tetapi juga pengingat akan pentingnya menjaga alam.
Baca Juga: Sejarah Pabrik Madukismo Yogyakarta Menjadi Bukti Berkembangnya Industri Gula di Indonesia
Mengetahui bahwa asal usul bunga edelweis berkaitan erat dengan keberadaan ekosistem pegunungan di Indonesia, sudah semestinya kita ikut andil dalam menjaga kelestariannya. Jangan sampai bunga abadi ini hanya tinggal nama karena keserakahan manusia. Mari bersama menjaga Edelweis Jawa, agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan keindahan bunga abadi yang menjadi kebanggaan pegunungan Nusantara. (R10/HR-Online)