Asal usul Arya Penangsang memuat kisah sejarah yang menarik. Hal itu mengingat sosoknya sebagai raja Kerajaan Demak kelima yang sangat berpengaruh. Ia terkenal sebagai tokoh populer di kalangan masyarakat khususnya wilayah Jawa Tengah. Kisah Arya Penangsang tatkala memimpin Kerajaan Demak sempat mengalami kegoncangan perebutan tahta.
Peristiwa tersebut membuat namanya semakin terkenal berkat aksi pemberontakannya karena dendam kesumat di dalam dirinya. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang sosok Arya Penangsang dan sejarah kehidupannya, berikut artikel selengkapnya.
Baca Juga: Peran Ibu Ruswo Asal Yogyakarta, Pahlawan Pengatur Logistik Makanan di Masa Perang Kemerdekaan RI
Asal Usul Arya Penangsang dan Silsilah Keluarganya
Berdasarkan Serat dan Babad (karya sastra masa lalu), Arya Penangsang merupakan kelahiran tahun 1505 di Lasem, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra pertama dari Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin (Pangeran Sekar Seda Lepen) yang merupakan anak dari Raden Patah (Raja Demak Bintoro)
Ibunda dari Raden Kikin merupakan cucu dari Sunan Ampel yang bernama Putri Soleha. Ia merupakan putri dari pasangan P. Wironegoro dengan Nyi Ageng Maloka yakni putri dari Raden Rahmat Sunan Ampel. Sedangkan Wironegoro sendiri merupakan Raja Adipati Lasem.
Ibu dari Arya Penangsang bernama Putri Ayu Retno Panggung yang merupakan anak dari Adipati Jipang Ratu Ayu Retno Kumolo. Oleh karena itu, Arya Penangsang masih mewarisi kedudukan neneknya sebagai Adipati Jipang.
Merupakan Putra Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin
Asal usul Arya Penangsang terdeteksi pada tahun 1521. Pada masa itu, suami dari anak pertama Raden Patah yakni Pati Unus melakukan penyerangan ke Portugis di Malaka. Kemudian, ia gugur dalam peperangan dan mengakibatkan perebutan tahta antara Trenggana (adik dari Pati Unus) dengan P. Surowiyoto (Putra Raden Patah).
Pangeran Surowiyoto atau Raden Kikin mempunyai dua orang putra yaitu Raden Arya Penangsang dan Arya Mataram. Sedangkan Trenggana memiliki anak bernama Raden Mukmin atau Sunan Prawoto.
Berdasarkan kisah sejarah, Mukmin telah membunuh Raden Kikin seusai sholat Jumat di tepi sungai di Lasem dengan menggunakan keris Kyai Setan Kober. Hal inilah yang membuat Trenggana menjadi Sultan Demak ketiga.
Menggantikan Kedudukan Sang Ayah
Asal usul Arya Penangsang semakin terlihat tatkala menggantikan kedudukan ayahnya yang meninggal sebagai Adipati Jipang. Kala itu, usianya masih sangat belia yakni 16 tahun, sehingga pemerintahannya masih mendapat bantuan dari Patih Mat Ahun (Mentaun). Berdasarkan Kitab Punggawan Jipang Jumenengan, pemerintahannya baru terlaksana pada tahun 1525, saat ia berumur 20 tahun.
Di samping itu, Trenggana naik takhta Kerajaan Demak pada tahun 1521 dan berakhir karena gugur di Panarukan, Situbondo tahun 1546. Ia gugur saat mencoba kembali menyerang Portugis meneruskan perjuangan Pati Unus. Kemudian, Raden Mukmin menggantikannya sebagai raja keempat yang bergelar Sunan Prawoto.
Kala itu, ibukota Kerajaan Demak pindah ke tangan Prawoto dan periode ini terkenal dengan sebutan Demak Prawoto (1546 – 1549).
Melakukan Balas Dendam Atas Kematian Ayahnya
Asal usul Arya Penangsang semakin populer karena dendamnya sejak kematian ayahnya. Sejak kematian Raden Kikin, Arya Penangsang menaruh dendam kesumat terhadap Sunan Prawata dan juga Sultan Trenggana. Ia harus terpaksa menahan diri karena pada waktu itu para sesepuh Kerajaan Demak menyetujui pengangkatan Pangeran Trenggana sebagai seorang sultan.
Baca Juga: Mengenal Sosok Jenderal Soekarno Djojonegoro, Banjarnegara yang Tegas dan Pemberani
Permusuhan Arya Penangsang dan Rencana Sunan Kudus
Setelah Kesultanan Demak dipindahkan ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya, dan Arya Pangiri diangkat menjadi Adipati Demak, kemarahan Arya Penangsang, penguasa Jipang, semakin membara. Ia merasa haknya dirampas dan bertekad untuk membalas dendam. Dalam upayanya, ia mengirim seorang abdi untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, lengkap dengan keris pusaka Setan Kober miliknya.
Namun, rencana tersebut gagal total. Sang abdi tidak hanya gagal membunuh Sultan, tetapi juga malah dapat pengampuan dan memperoleh hadiah hadiah. Arya Penangsang murka dan nyaris membunuh abdi itu, namun amarahnya berhasil reda karena Sunan Kudus yang terkenal bijak.
Sunan Kudus, meski sebagai guru, secara diam-diam membela Arya Penangsang. Ia merancang siasat untuk menjebak Sultan Hadiwijaya dengan mengundang keduanya ke rumahnya. Di sana, ia menyiapkan kursi bertuah yang telah dirajah Kalacakra.
Kalacakra ialah simbol kesialan, yang seharusnya ditempati Sultan Hadiwijaya. Tapi rencana itu gagal karena Sultan mendapat peringatan dari Ki Ageng Pemanahan untuk tidak duduk di sana. Tanpa sadar, Arya Penangsang sendiri malah menduduki kursi tersebut.
Kesempatan emas untuk menghabisi sang Sultan pun sirna, dan justru terjadi duel antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya. Pertarungan itu berhasil dilerai oleh Sunan Kudus, namun membuat Arya Penangsang merasa dikhianati gurunya. Sunan Kudus pun menasihatinya bahwa kesialan yang menimpanya adalah akibat kecerobohannya sendiri.
Pertempuran di Bengawan Sore dan Akhir Hayat Arya Penangsang
Sultan Hadiwijaya kemudian memutuskan untuk menyerang Arya Penangsang secara terbuka. Tugas ini diberikan kepada senopati andalannya, Dhanang Sutawijaya, putra dari Ki Ageng Pemanahan. Bersama Ki Juru Amertani, mereka menyusun strategi licik untuk menggoyahkan Arya Penangsang dan pasukannya.
Strategi mereka melibatkan penggunaan kuda betina putih yang mampu mengacaukan konsentrasi kuda tunggangan Arya Penangsang, Gagak Rimang. Pertempuran sesuai rencana akan terjadi di tepian Bengawan Sore. Saat prajurit Jipang tiba, mereka dapat ejekan agar menyeberang sungai, sehingga kelelahan sebelum bertarung. Taktik ini berhasil, dan pasukan Pajang berhasil mengalahkan mereka.
Arya Penangsang yang marah melihat pasukannya kalah, maju sendiri ke medan laga. Namun, kuda betina Dhanang membuat kudanya sulit ia kendalikan. Di tengah kekacauan itu, Dhanang menghujamkan tombak Kyai Pleret ke perut Arya Penangsang hingga ususnya terburai.
Meski demikian, kesaktian Arya Penangsang luar biasa. Ia tetap berdiri dan terus mengejar Dhanang sambil menaruh ususnya di keris Setan Kober. Saat hendak membalas serangan, ia menarik keris tanpa sadar memotong ususnya sendiri.
Meski tubuhnya terluka parah, Arya Penangsang belum mati karena belum dihisap ubun-ubunnya. Mengikuti saran ayahnya, Dhanang Sutawijaya pun menghisap ubun-ubun Arya Penangsang, membuatnya akhirnya gugur di medan pertempuran.
Baca Juga: Perjuangan KH Yusuf Tauziri Asal Cipari Garut dalam Menumpas Pemberontakan DI/TII
Demikian ulasan terkait asal usul Arya Penangsang yang merupakan tokoh Kerajaan Demak yang memiliki dendam membara di dalam hatinya. Pada tahun 1554, Arya Penangsang meninggal karena terbunuh oleh Pasukan utusan Adipati Pajang. Dengan gugurnya Raja Demak Kelima ini, maka runtuhlah seluruh kekuasaan Kesultanan Demak dan kemudian berdirilah Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya. (R10/HR-Online)