Tari tradisional selalu punya daya tarik tersendiri. Gerakan, musik, dan kostumnya menggambarkan budaya yang kaya. Salah satu tarian yang menarik perhatian adalah Tari Angguk dari Kulon Progo. Sejarah Tari Angguk dapat menjadi pelajar menarik yang dapat kita pelajari bersama.
Tari ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga memiliki makna yang dalam. Setiap gerakannya menyimpan filosofi yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Tak heran jika Tari Angguk masih lestari hingga sekarang.
Baca Juga: Sejarah Tari Karonsih di Jawa Tengah, Lambang Cinta Kasih Sebuah Pasangan
Seiring waktu, Tari Angguk mengalami banyak perkembangan. Tarian yang dulu hanya ditampilkan dalam acara tertentu, kini sering hadir dalam berbagai festival budaya. Keunikannya membuat banyak orang penasaran untuk mengenalnya lebih jauh.
Sejarah Tari Angguk di Kulon Progo
Tari Angguk merupakan kesenian tradisional yang berkembang di daerah pedesaan Kulon Progo, Yogyakarta, terutama di wilayah Temon, Kokap, dan Girimulyo. Menurut perkiraan, tarian ini sudah ada sejak tahun 1900, terinspirasi dari pesta yang dihadiri tentara dan opsir Belanda di Purworejo yang bernyanyi serta menari.
Seiring waktu, Tari Dolalak dari Purworejo masuk ke Kulon Progo sekitar tahun 1950-an dan berkembang menjadi Tari Angguk. Tarian ini awalnya dimainkan oleh laki-laki sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi. Para remaja menari sambil mengangguk-anggukkan kepala, yang kemudian menjadi ciri khas dari Tari Angguk.
Pagelaran pertunjukan Tari Angguk biasanya di pendopo atau halaman rumah pada malam hari dan dapat masyarakat saksikan secara gratis. Biaya penyelenggaraan umumnya ditanggung oleh pihak yang sedang memiliki hajat.
Awalnya, tarian ini hanya dimainkan oleh laki-laki dan berkembang dari desa ke desa hingga tahun 1990-an. Namun, pada 17 Agustus 1991, di Dusun Pripih, Hargomulyo, Kokap, muncul kelompok penari perempuan pertama, yang ternyata lebih penonton minati. Sejak saat itu, Tari Angguk versi perempuan semakin populer dan lebih sering tampil ketimbang versi laki-laki.
Jumlah penari dalam setiap pertunjukan bervariasi, tetapi umumnya terdiri dari sekitar 15 orang, dengan tambahan seorang sesepuh yang bertugas melakukan ritual selama pentas. Tarian ini memiliki makna filosofis yang kuat sebagai simbol kebersamaan dan kegembiraan masyarakat.
Hingga kini, Tari Angguk tetap lestari sebagai bagian dari kekayaan budaya Kulon Progo dan sering tampil dalam berbagai acara adat maupun festival seni.
Kisah Tari Angguk
Dalam sejarahnya, Tari Angguk mengisahkan Serat Ambiyo, yang menceritakan perjalanan tokoh Umarmoyo-Umarmadi serta Wong Agung Jayengrono.
Pertunjukan tari ini berlangsung antara tiga hingga tujuh jam dengan iringan pantun-pantun rakyat yang mengangkat berbagai aspek kehidupan, seperti interaksi sosial, moral, petuah, serta nilai pendidikan.
Selain itu, dalam tarian ini juga terdapat nyanyian yang memuat kalimat-kalimat dari kitab Tlodo, yang ditulis dalam aksara Arab dan dinyanyikan dengan cengkok khas Jawa. Nyanyian tersebut dibawakan secara bergantian dengan iringan musik tradisional.
Salah satu bagian menarik dari Tari Angguk adalah ketika para penari mengalami kondisi ndadi atau kesurupan, yang biasanya terjadi pada puncak pertunjukan.
Tari Angguk berasal dari Kulon Progo, daerah yang masyarakatnya mayoritas berprofesi sebagai petani. Sebagai komunitas agraris, mereka selalu berdoa dan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mereka wujudkan dalam simbol-simbol sesaji khas budaya pertanian.
Sebelum pertunjukan mulai, terdapat ritual doa dengan berbagai sesaji yang melambangkan keselamatan dan harapan baik. Sesaji tersebut mencakup jenang merah dan putih, nasi tumpeng, pisang raja, bunga melati, bunga mawar, air kendi, klowoan berisi air dan telur, minyak wangi, lawe, daun dadap srep, janur kuning, serta kelapa muda.
Gerakan dan Jenis Tari Angguk
Setiap tarian punya gerakan khas, begitu pula dengan Tari Angguk. Gerakannya didominasi oleh gerakan kepala yang mengangguk-angguk. Selain unik, gerakan ini juga menggambarkan rasa syukur masyarakat terhadap berkah yang mereka terima.
Dalam sejarah Tari Angguk, ada dua jenis utama dalam Tari Angguk. Yang pertama adalah Tari Jejeran, yang biasanya dimainkan secara berkelompok. Yang kedua adalah Tari Pasangan, yang dimainkan secara berpasangan dengan pola gerakan lebih dinamis.
Baca Juga: Sejarah Rampak Kendang, Tarian Tradisional Sunda Wujud Harmonisasi Kerukunan
Setiap gerakan dalam tarian ini memiliki makna tersendiri. Misalnya, gerakan anggukan kepala melambangkan kepatuhan dan penghormatan. Sedangkan gerakan tangan dan kaki mencerminkan kebersamaan serta kekompakan.
Busana Khas yang Mempesona
Dalam sejarah Tari Angguk, Busana yang para penari Tari Angguk kenakan sangat khas. Perpaduan warna dan aksesorisnya mencerminkan semangat serta tradisi yang kuat. Pakaian ini juga dibuat khusus agar nyaman saat menari.
Para penari mengenakan atasan hitam dengan kerah bergaya Shanghai. Penambahan hiasan berwarna cerah di beberapa bagian agar lebih menarik. Selain itu, ada juga celana pendek yang memudahkan pergerakan mereka.
Beberapa aksesori tambahan melengkapi tampilan para penari. Kacamata hitam, selendang bermotif batik, serta topi unik menjadi ciri khas yang membedakan tarian ini dari yang lain. Semua elemen ini memberikan kesan energik dan berkarakter.
Alat Musik Pengiring yang Menambah Semarak
Sejarah Tari Angguk tidak lengkap tanpa musik pengiringnya. Perpaduan alat musik tradisional dan modern menciptakan irama yang khas. Suara musik yang dinamis menambah semangat para penari saat membawakan tarian ini.
Bedug dan kendang menjadi elemen utama dalam iringan musik Tari Angguk. Selain itu, ada juga rebana dan saron yang menambah variasi nada. Ritme yang alat musik ini hasilkan menciptakan suasana yang meriah dan menghibur.
Seiring perkembangan zaman, beberapa alat musik modern mulai masyarakat tambahkan. Organ dan drum kini ikut mengiringi pertunjukan Tari Angguk, memberikan sentuhan yang lebih segar tanpa menghilangkan nuansa tradisionalnya.
Makna dan Filosofi di Balik Tari Angguk
Setiap tarian tradisional pasti memiliki nilai filosofis yang mendalam. Sejarah Tari Angguk bukan sekadar gerakan indah, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan moral. Ini membuatnya lebih dari sekadar hiburan biasa.
Tari Angguk kerap masyarakat gunakan sebagai media dakwah. Melalui syair dan sholawat yang mengiringinya, tarian ini mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan. Dengan begitu, seni pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik.
Selain itu, Tari Angguk juga mencerminkan kehidupan masyarakat pertanian. Sebelum pertunjukan, biasanya ada ritual khusus untuk memohon keselamatan dan keberkahan. Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan budaya dan spiritual dalam tarian ini.
Baca Juga: Sejarah Tari Tiban, Wujud Permohonan Air Hujan di Desa Wajak Jawa Timur
Sejarah Tari Angguk telah berkembang dari masa ke masa, tetapi tetap mempertahankan esensi budayanya. Keunikan tarian ini menjadikannya salah satu kebanggaan Kulon Progo yang harus terus kita jaga kelestariannya. Mari tidak melupakan budaya asli Indonesia yang sarat akan makna. (R10/HR-Online)