Mitos Rawa Pening di Semarang merupakan salah satu daya tarik yang membuat tempat ini semakin menarik untuk dikunjungi. Wisata ini tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga memiliki kisah-kisah legendaris yang berkembang di masyarakat sekitar. Meskipun cerita-cerita tersebut masih tergolong mitos atau kepercayaan lokal, penting bagi pengunjung untuk tetap menghormatinya.
Oleh karena itu, saat berkunjung ke Rawa Pening, ada baiknya memahami mitos yang ada agar dapat menghormati tradisi setempat dan menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.
Baca Juga: Mitos Curug Pangeran, Keindahan Alam yang Penuh Misteri
Mitos Rawa Pening yang Mistis
Semarang menawarkan beragam destinasi wisata yang menarik, baik berupa keindahan alam maupun wisata buatan. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Semarang memiliki banyak objek wisata yang menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah.
Beberapa destinasi favorit di kota ini antara lain Lawang Sewu dan Kota Lama, yang selalu menjadi tujuan utama para pelancong. Selain itu, ada juga Rawa Pening, sebuah wisata yang tak kalah menarik untuk dikunjungi.
Keunikan Rawa Pening tidak hanya terletak pada pemandangannya yang indah, tetapi juga pada cerita-cerita yang berkembang di masyarakat sekitar. Seperti banyak tempat wisata di Indonesia, Rawa Pening memiliki mitos yang menjadi bagian dari daya tariknya. Bagi wisatawan yang berkunjung, kisah-kisah tersebut justru menambah pengalaman menarik saat menjelajahi tempat ini.
Sosok Ular Baru Klinting
Salah satu mitos Rawa Pening yang cukup populer adalah kisah Baru Klinting, sosok ular legenda yang dikaitkan dengan asal mula terbentuknya rawa ini.
Terdapat beberapa versi cerita mengenai Baru Klinting, tetapi yang paling terkenal menyebutkan bahwa ia adalah putra Endang Sawitri, seorang wanita dari Desa Ngasem. Meskipun berwujud ular, Baru Klinting memiliki kemampuan berbicara layaknya manusia.
Suatu hari, ia mencari ayahnya, Ki Hajar Salokantara, yang rupanya sedang bertapa di Gunung Telomoyo. Namun, sang ayah tidak langsung mengakuinya sebagai anak dan memberinya syarat untuk bertapa selama satu tahun sebelum mendapat pengakuan.
Saat bertapa, warga Desa Pathok yang saat itu tengah mencari bahan makanan untuk upacara Sedekah Bumi Baru Klinting. Tanpa mengetahui identitasnya, mereka memotong tubuhnya dalam wujud ular.
Setelah itu, Baru Klinting menjelma menjadi seorang bocah kurus dengan penampilan kurang menarik. Ketika meminta makanan kepada warga desa, ia justru diusir.
Sebagai pembalasan, ia menancapkan sebatang lidi di tanah dan menantang warga untuk mencabutnya. Tak seorang pun berhasil, kecuali ia sendiri.
Begitu lidi berhasil tercabut, air meluap dengan deras dan menenggelamkan desa. Hingga pada akhirnya membentuk Rawa Pening seperti yang populer saat ini.
Baca Juga: Mitos Pantai Jodo Jawa Tengah, Tempat Menemukan Jodoh
Suara Gamelan
Kisah lainnya yang tidak kalah menarik adalah mitos Rawa Pening di balik munculnya suara gamelan. Jika terdengar suara gamelan di sekitar area wisata, maka bisa jadi ini merupakan pertanda buruk.
Suara gamelan yang terdengar seperti pagelaran wayang atau hajatan padahal tidak ada apapun patut kita curigai. Mitos yang beredar, suara ini menjadi pertanda akan adanya korban jiwa di Rawa Pening.
Apabila terdengar pada malam hari, maka besok siang akan ada korban jiwa. Begitu juga sebaliknya, jika suara di siang hari maka malam harinya ada korban jiwa.
Korban jiwa ini bisa meninggal, kecelakaan, atau bahkan tenggelam. Bahkan kecelakaan bus di sekitar Jembatan Tuntang dikaitkan dengan mitos ini.
Kerajaan Makhluk Halus
Mitos Rawa Pening yang menyeramkan selanjutnya adalah tempat kerajaan makhluk halus. Menurut kepercayaan, tempat wisata ini merupakan tempat yang mistis.
Masyarakat setempat mempercayai bahwa ada tiga kerajaan makhluk halus. Dua diantaranya ada di sekitar jembatan dan satu lainnya tepat di Rawa Pening.
Danau ini sangat luas, mencapai 2.670 hektar yang dekat dengan tiga jembatan besar. Pertama ada jembatan utama di Jalan Raya Solo-Semarang.
Salah satu kerajaan gaib kabarnya terletak di jembatan utama dan jembatan rel kereta api (jembatan kedua). Sementara itu, kerjaan lain ada di antara jembatan utama dan bendungan.
Meski kisah tersebut menyeramkan, namun ini semua baru mitos belaka. Hanya saja, pengunjung sebaiknya tidak semena-mena serta tetap memperhatikan tata krama saat berkunjung.
Dengan mitos tersebut, Rawa Pening masih jadi tempat wisata idaman. Para wisatawan masih berbondong-bondong mengunjungi tempat ini karena keindahan yang ditawarkan.
Baca Juga: Mitos Goa Jatijajar, Antara Legenda dan Keindahan Alam
Itulah berbagai mitos Rawa Pening yang sudah sangat populer. Warga sekitar tentu saja mempercayai keaslian mitos tersebut. Sebagai pengunjung, sebaiknya menghormati dan tetap berkunjung dengan sopan dan tidak merusak alam di sekitar tempat wisata. (R10/HR-Online)