Buyback saham tanpa RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) adalah kebijakan yang memungkinkan perusahaan untuk membeli kembali sahamnya tanpa perlu persetujuan pemegang saham. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa kebijakan ini telah beberapa kali diterapkan sebelumnya.
Baca Juga: Saham Yupi Indo Jelly Gum Sudah Gencar Ditawarkan, Segini Kisaran Harganya!
Misalnya saja pada 2013, 2015, dan 2020 silam dengan tujuan untuk meredam volatilitas pasar saham. Pengambilan langkah ini biasanya ketika pasar sedang mengalami tekanan besar yang menyebabkan harga saham turun secara signifikan.
Tujuan dan Manfaat Buyback Saham Tanpa RUPS
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, kebijakan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi perusahaan dalam melakukan aksi korporasi guna menjaga harga saham tetap stabil. Buyback saham juga menjadi sinyal positif bagi pasar bahwa emiten memiliki kepercayaan terhadap kondisi keuangan mereka sendiri.
Manfaat utama buyback saham tanpa RUPS antara lain menstabilkan harga saham dengan mengurangi jumlah saham beredar, sehingga permintaan meningkat dan harga cenderung naik. Selain itu, buyback juga dapat meningkatkan kepercayaan investor karena menunjukkan keyakinan emiten terhadap fundamental perusahaannya.
Langkah ini juga berguna untuk mengantisipasi penurunan IHSG, seperti yang terjadi pada 18 Maret 2025 ketika IHSG anjlok hingga 5 persen dan memicu trading halt. Tak hanya itu, buyback saham dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dengan meningkatkan laba per saham (EPS). Karena jumlah saham yang beredar berkurang, sehingga keuntungan per lembar saham menjadi lebih tinggi.
Kebijakan OJK dan Implementasinya
OJK merilis kebijakan buyback saham tanpa RUPS sebagai respons terhadap volatilitas pasar yang tinggi. Berdasarkan POJK Nomor 13 Tahun 2023 dan POJK Nomor 29 Tahun 2023, perusahaan terbuka boleh melakukan buyback dengan maksimal 20 persen dari modal disetor tanpa persetujuan RUPS.
Regulasi ini memungkinkan emiten untuk bertindak cepat dalam mengelola risiko pasar. Selain itu juga demi menjaga harga saham agar tidak terjun bebas dalam kondisi pasar yang tidak menentu.
“Kami memahami bahwa kondisi pasar saat ini penuh tantangan, tetapi kami yakin dengan kerja sama yang erat antara regulator, pelaku pasar, dan seluruh pemangku kepentingan, kita dapat melewati fase ini dengan baik,” ujar Inarno Djajadi.
Selain itu, buyback juga tampaknya merupakan langkah strategis untuk memanfaatkan kas perusahaan yang tidak terpakai dengan optimal. Daripada membiarkannya menganggur tanpa menghasilkan nilai tambah bagi pemegang saham.
Dampak Kebijakan Buyback Saham Tanpa Rapat Umum Pemegang Saham bagi Pasar
Kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini memberikan dampak positif bagi pasar saham. Seperti meminimalisasi risiko kepanikan investor dengan mencegah aksi jual besar-besaran saat harga saham turun drastis.
Selain itu, buyback juga membantu menjaga likuiditas pasar, memungkinkan emiten lebih baik dalam mengontrol fluktuasi harga saham. Manfaat lainnya adalah peningkatan return bagi pemegang saham melalui kenaikan Earnings Per Share (EPS), karena saham yang dibeli kembali tidak lagi beredar.
Selain itu, buyback juga dapat mengurangi risiko pengambilalihan yang tidak diinginkan dengan membatasi jumlah saham yang tersedia di pasar. Sehingga bisa memperkuat kontrol perusahaan terhadap kepemilikan sahamnya.
Namun, beberapa analis tetap menilai bahwa kebijakan ini tidak serta-merta mengembalikan IHSG ke kondisi semula.
Baca Juga: Apa Saja Saham Crypto yang Akan Naik Tahun 2025? Simak Ulasannya
“Buyback oleh emiten ini setidaknya memberikan sinyal kepada pasar bahwa manajemen punya kas memadai, juga menegaskan komitmen mereka dalam mengawal harga saham,” ujar Budi Frensidy, pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia.
Emiten yang Berencana Melakukan Buyback
Beberapa emiten besar telah mengumumkan rencana buyback saham mereka, di antaranya:
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) – Buyback senilai Rp3 triliun untuk menormalisasi harga saham.
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) – Buyback senilai Rp1,17 triliun.
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) – Buyback senilai Rp1,5 triliun.
- PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) – Buyback untuk menjaga stabilitas harga sahamnya.
- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) – Buyback dengan tujuan meningkatkan valuasi perusahaan.
- PT Astra International Tbk (ASII) – Buyback untuk menambah nilai bagi pemegang saham.
Kebijakan buyback ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan perbankan, tetapi juga oleh emiten dari sektor ritel dan telekomunikasi yang ingin menjaga fundamental bisnis mereka tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Penutup
Buyback saham tanpa RUPS merupakan strategi yang efektif dalam menjaga stabilitas pasar dan meningkatkan kepercayaan investor. Dengan kebijakan yang telah OJK tetapkan, maka emiten dapat lebih fleksibel dalam merespons kondisi pasar yang bergejolak.
Langkah ini juga memberikan manfaat langsung bagi pemegang saham dengan meningkatkan nilai per saham dan menjaga harga saham tetap kompetitif. Meskipun demikian, investor tetap perlu melakukan analisis sebelum mengambil keputusan investasi di tengah situasi yang tidak menentu ini.
Buyback saham memang memberikan dampak positif. Kendati demikian, langkah ini juga tetap harus diimbangi dengan fundamental perusahaan yang kuat dan kebijakan keuangan yang bijak.
Baca Juga: Net Sell Asing Terus Menghajar Saham Domestik, Begini Dampaknya di Pasar Keuangan
Dengan buyback saham tanpa RUPS, besar harapan emiten dapat menahan kejatuhan IHSG lebih dalam, meskipun masih ada tantangan dalam mengembalikan indeks ke level awal tahun. Oleh karena itu, penerapan kebijakan ini harus berbarengan dengan strategi yang matang agar memberikan manfaat maksimal bagi perusahaan dan pasar secara keseluruhan. (R10/HR-Online)