Al Hafidz Ibnu Katsir atau yang lebih terkenal sebagai Imam Ibnu Katsir adalah seorang ulama besar yang namanya tidak asing bagi para pegiat ilmu tafsir. Ia merupakan salah satu ahli tafsir terkemuka yang memiliki peran penting dalam penyebaran ilmu tafsir Al Quran, bahkan hingga saat ini.
Baca Juga: Kisah Abdullah bin Al Lutbiyyah, Pelaku Korupsi di Zaman Nabi
Pendekatan dan metode yang digunakan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan Al Quran memberikan corak khas yang membuat tafsirnya mudah kita pahami. Karyanya membantu siapa saja yang ingin memahami isi serta kandungan Al Quran dengan lebih jelas dan mendalam.
Profil Al Hafidz Ibnu Katsir dan Kelahirannya
Mayoritas kaum Muslim di berbagai negara, termasuk Indonesia, tentu tidak asing dengan Tafsir Ibnu Katsir atau yang populer juga sebagai Tafsir Al Quran Al-Adzim. Karya ini merupakan salah satu tafsir Al Quran yang paling fenomenal dan memiliki banyak keunggulan.
Dengan penjelasan yang lugas, lengkap, dan mendalam mengenai kandungan Al Quran. Tidak heran jika kitab ini menjadi rujukan utama bagi para penuntut ilmu syar’i dan sering ditemukan di rumah-rumah kaum Muslimin.
Pada kesempatan ini, kita akan mengenal lebih dekat biografi Imam Ibnu Katsir, sosok ulama besar di balik karya tafsir yang masyhur ini. Beliau adalah seorang imam, ahli tafsir, penghafal Al Quran, ahli sejarah, serta pakar hukum Islam dari Damaskus. Semoga kisah hidupnya menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab ‘Umdatut Tafsir ‘anil Hafiz Ibni Katsir, nama lengkapnya adalah Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir bin Dau’ bin Katsir Al-Qursyi Ad-Dimisyqi As-Syafi’i.
Ia lahir pada tahun 701 Hijriah (ada pendapat lain yang menyebut 700 H) di sebuah desa bernama Majdal, Suriah bagian selatan. Imam Ibnu Katsir wafat pada bulan Sya’ban 774 H, meninggalkan warisan keilmuan yang sangat berharga bagi umat Islam.
Kisah di Masa Kecil
Semasa kecilnya, Al Hafidz Ibnu Katsir tumbuh sebagai seorang anak yang punya nasib kurang beruntung. Ia tumbuh sebagai anak yatim, sebab sang ayah, Syekh Al-Khatib Syihabuddin Abu Hafs bin Katsir, telah wafat di tahun 703 H. Ini bertepatan ketika umurnya menginjak usia dua tahun. Ia hidup hanya bersama dengan ibu dan saudaranya.
Ayahnya merupakan ulama ahli khutbah dan juga ahli fiqih di masanya. Ia merupakan rujukan banyak orang saat ada suatu masalah yang berkaitan dengan agama. Akan tetapi, Ibu Katsir kecil tenyata gagal mendapatkan didikan dan juga bimbingan dari ayahnya.
Meski tumbuh sebagai sosok anak yatim, semangat serta kegigihannya untuk menjadi ahli ilmu tidak akan pernah hilang. Wafatnya sang ayah juga tidak menjadi penghalang dan hambatan untuknya terus bersemangat dalam menuntut ilmu. Menurutnya, tidak adanya support dari sang ayah tidak menjadi penghalang untuk tumbuh menjadi orang yang berilmu.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Ibnu Katsir telah tumbuh di lingkungan keluarga yang sangat agamis. Ayahnya yang menjadi ulama serta sang ibu merupakan wanita ahli ibadah yang sangat taat. Tidak sampai di sana saja, ia memiliki paman dari jalur ibu yang alim. Dengan demikian, pendidikan awal yang ia tempuh adalah melalui pamannya.
Menurut Ibnu Katsir, belajar kepada pamannya membuatnya paham banyak hal mengenai ilmu pengetahuan. Ia tidak hanya paham pada satu term diskursus keilmuan saja, akan tetapi bisa menguasai dan mendalami banyak hal, termasuk ilmu. Ini sebagaimana Ahmad Muhammad Syakir menyebutkan dalam kitab ‘Umdatut Tafsir’,
Artinya: “(Ibnu Katsir) menekuni ilmu pengetahuan kepada pamannya, Bani Uqbah di Bashrah. Kemudian, ia belajar kitab Al-Bidayah dalam mazhab Imam Abu Hanifah, hafal kitab Jumal (ilmu nahwu) karya Imam Az-Zajjaj, dan juga mendalami ilmu nahwu, bahasa Arab, dan bahasa lain. Ia juga menghafal syair-syair Arab.”
Baca Juga: Dhiraar ibn al-Azwar, Pejuang Terampil dan Gagah
Selain beberapa kitab di atas, Al Hafidz Ibnu Katsir juga sangat giat membaca dan juga menghafal Al Quran. Ia tidak hanya hafal, akan tetapi juga tahu terhadap semua bacaan di dalam Al Quran dengan mengikuti mazhab ulama ahli qira’ah.
Usai Ibu Katsir berhasil mendapat ilmu dari pamannya, ia pun melanjutkan studi keilmuan menuju kota Bashrah di bagian timur. Tempat ini menjadi lokasi ia mendalami ilmu fiqih mazhab Syafi’i kepada seorang ulama tersohor, yakni Imam An-Nawawi.
Berguru dengan Ulama Tersohor dan Lainnya
Selain itu, ia jug berguru kepada imam Taqiyuddin Al-Fazari, Imam Burhanuddin Al-Fazari, serta iMam Kamaluddin ibnu Qadhi Syuhbah.
Di bawah bimbingan para ulama tersohor, ia berhasil mendapat banyak ilmu keagamaan. Bahkan, ia berhasil menghafal kitab At-Tanbih milik Imam As-Syirazi. Ini sebagaimana dikatakan bahwa,
Artinya: “(Ibnu Katsir) mendalami adanya ilmu fiqih kepada dua guru, yaitu Imam Burhanuddin Al-Fazari dan Kamaluddin ibnu Qadhi Syuhbah. Ia berhasil menghafal kitab At-Tanbin karangan (milik) Imam As-Syirazi, yang menjelaskan mengenai cabang-cabang fiqih mazhab Syafi’i Ia juga menghafal kitab Mukhtashar karangan Imam Ibnu Hajib.”
Selain kepada ulama tersohor, rupanya Ibu Katsir juga pernah berguru pada ulama lainnya. Di antaranya adalah Imam Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazzi, Imam Ibnu Timiyah, Imam Abdul Qasim Al-Azhari, Imam Najmuddin Al-‘Asqalani, Syamsuddin An-Nabilusi, Bahauddin Ibnu ‘Asakir Ad-Dimasyqi, Dhiyauddin An-Nahwi, serta ulama ternama lain di masanya.
Apresiasi Ulama terhadap Imam Ibnu Katsir
Keilmuan dan kesalehan Imam Ibnu Katsir telah diakui oleh para ulama, baik dari zamannya maupun generasi setelahnya. Dalam kitab Thabaqatul Huffazh, Imam As-Suyuthi menuliskan berbagai pujian dari ulama terhadap sosoknya.
Imam Ad-Dzahabi menggambarkan Ibnu Katsir sebagai mufti (ahli fatwa), muhaddits (ahli hadits), ahli fiqih, dan ahli tafsir. Sementara itu, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menegaskan bahwa Ibnu Katsir memiliki ingatan yang kuat, gemar menelaah matan-matan hadits dan para perawinya, serta kehidupannya dipenuhi dengan aktivitas menulis. Bahkan setelah wafat, karya-karyanya tetap memberikan manfaat besar bagi umat Islam.
Baca Juga: Auj bin Unuq, Raksasa di Mitologi dan Literatur Islam Kuno
Salah satu muridnya, Syihabuddin bin Hajji, juga memberikan kesaksian tentang keistimewaan gurunya:
“Beliau adalah orang yang paling kuat hafalannya tentang matan hadits yang pernah aku temui, dan paling mengetahui cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahabat dan guru-gurunya pun mengakui hal tersebut. Ketika bersamanya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.”
Kesaksian dari para ulama ini semakin menegaskan bahwa Imam Ibnu Katsir adalah sosok ilmuwan Islam yang sangat berpengaruh, terutama dalam bidang tafsir, hadits, dan fiqih, yang ilmunya tetap abadi melalui karya-karya besarnya.
Karya Ibnu Katsir
Berikut adalah karya Ibnu Katsir setelah menjadi ulama yang sangat produktif:
1. Tafsir Al-Qur’anil Azhim,
2. Al-Ijtihad fi Thalabil Jihad,
3. Ahkamut Tanbih,
4. Al-Ahkamus Sughra fil Hadits,
5. Ikhtisharu ‘Ulumil Hadits,
6. Al-Bidayah wan Nihayah,
7. At-Takmil fi Ma’rifatits Tsiqqat,
8. Jami’ul Masanid,
9. Thabaqatus Syafi’iyah,
10. Thabaqatul ‘Ulama, dan masih banyak lagi.
Para sejarawan sepakat bahwa Imam Ibnu Katsir rahimahullah wafat di Damaskus pada hari Kamis, 15 Sya’ban 774 H. Ia dimakamkan di pekuburan yang sama dengan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang terletak di luar Bab As-Saghir, Damaskus.
Prosesi pemakaman beliau dihadiri oleh banyak kaum Muslimin, sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan ilmu yang telah beliau wariskan. Warisan keilmuan Ibnu Katsir, terutama dalam bidang tafsir, hadits, dan sejarah, terus memberikan manfaat bagi umat Islam hingga saat ini.
Baca Juga: Kisah Pohon Sahabi, Tempat Berteduh Rasulullah SAW
Nah, demikian tadi adalah biografi seputar kehidupan Al Hafidz Ibnu Katsir dari kecil hingga menjadi ulama tersohor. Wallahu a’lam bisshawab. (R10/HR-Online)