Sejarah Kesultanan Banten memang tidak bisa terpisah dari kehadiran Sunan Gunung Jati yang pernah menjadi Sultan di Kesultanan Cirebon. Tak hanya itu, kesultanan ini juga diketahui memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Cirebon.
Kesultanan yang mulai berdiri pada abad ke-16 ini terkenal sebagai pusat perdagangan. Tak hanya itu, daerah ini juga menjadi daerah penyebaran Islam yang terkenal terutama di wilayah barat Pulau Jawa. Namun, meskipun menjadi kerajaan Islam yang kuat, konflik internal dan campur tangan VOC membuat kesultanan ini akhirnya runtuh.
Sejarah Kesultanan Banten
Mengutip dari buku, “Perdagangan Internasional Kesultanan Banten Akhir Abad XVI-XVII” (2019), berdasarkan sumber dari Cina yang berjudul “Shung Peng Hsiang Sung”, nama Banten merupakan salah satu rute dalam pelayaran, Tanjung Sekong-Gresik-Jaratan Banten-Timor Banten-Timor Banten-Demak: Banteng-Banjarmasin: Kreung (Aceh)-Barus-Pariaman-Banten.
Pada awalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah mendirikan kesultanan ini sekitar pertengahan abad ke-16. Sebelumnya wilayah Banten ini merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran, namun karena pengaruh Islam wilayah ini pun lepas.
Sunan Gunung Jati kemudian menyerahkan kepemimpinan pertamanya kepada anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin. Setelah menjadi penguasa di Banten, Sultan Maulana Hasanuddin kemudian menguasai daerah pesisir barat Jawa. Tak hanya itu, ia juga meng-Islam-kan masyarakat Banten dan memperkuat hubungannya dengan kerajaan Islam lainnya.
Ekspansi terhadap wilayah-wilayah lain ini semakin meluas ketika masa Sultan Maulana Yusuf. Selain itu, ketika Kerajaan Pajajaran runtuh, Kesultanan Banten semakin mengukuhkan kekuasaannya di wilayah barat Jawa.
Masa Kejayaan Kesultanan Banten
Mengutip dari buku, “Kerajaan-Kerajaan Nusantara” (2011), Kesultanan Baten mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah yang terkenal dengan sebutan Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa ini pelabuhan Banten menjadi pelabuhan internasional yang menyebabkan kemajuan bagi perekonomian Banten. Beberapa pedagang yang sering mengadakan hubungan dengan wilayah Banten adalah seperti pada pedagang dari Arab, Persia, India, Tiongkok hingga Eropa.
Pelabuhan ini menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Asia Tenggara. Salah satu komoditi yang diperdagangkan kala itu adalah rempah-rempah terutama Lada.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Tarumanegara dan Raja yang Membawa pada Puncak Kejayaannya
Masa Kejatuhan Kesultanan Banten di Tangan VOC
Tanda-tanda kehancuran Kesultanan Banten mulai terlihat sejak akhir abad ke-17. Alasannya adalah karena adanya konflik internal hingga pengaruh dari VOC.
Konflik internal tersebut adalah perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang bernama Sultan Haji yang bekerjasama dengan VOC.
Turut campurnya VOC dalam urusan internalnya Kesultanan Banten inilah yang kemudian membuat Sultan Ageng Tirtayasa jatuh dari kekuasaannya dan membuat wilayah Banteng semakin terpengaruh.
Mengutip dari buku, “Sejarah Kebantenan Situs-situs di Banten” (2024), pada tahun 1683, Belanda menangkap Sultan Ageng Tirtayasa dan membuangnya ke Batavia. Sultan Ageng Titayasa kemudian meninggal dunia di penjara dan dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Banten yang ada di utara Masjid Agung Banten.
Dampak dari penguasaan ini adalah ekonomi Banten semakin dibatasi oleh VOC yang berakibat pada kemunduran ekonomi. Tepat pada tahun 808, Gubernur Jenderal Daendels kemudian membubarkan Kesultanan Banten secara resmi. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)