Obesitas menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit degeneratif. Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. dr. Novi Silvia Hardiany, M.Biomed, mengungkapkan bahwa kondisi ini berkaitan erat dengan peradangan sistemik kronis.
“Obesitas memicu peradangan tingkat rendah pada jaringan lemak, yang berdampak buruk bagi kesehatan,” ujar Prof. Novi Silvia di Depok, Kamis (6/2/2025).
Prof Novi mengungakapkan, kasus obesitas terus meningkat secara global, bahkan sejak 1975 hingga 2022, prevalensinya meningkat tiga kali lipat.
Di Indonesia, sambungnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat lonjakan obesitas pada orang dewasa, dari 28,9 persen pada 2013 menjadi 35,4 persen pada 2018.
Penumpukan jaringan lemak berlebihan memicu pelepasan sitokin proinflamasi. Kondisi ini menyebabkan peradangan dan kerusakan oksidatif akibat meningkatnya produksi reactive oxygen species (ROS), molekul berbahaya bagi tubuh.
Akumulasi ROS yang berlebihan memicu stres oksidatif. Hal ini berdampak pada kerusakan lipid, protein, karbohidrat, dan DNA di dalam sel.
“Peradangan dan stres oksidatif akibat obesitas mempercepat penuaan seluler. Kondisi ini menyebabkan sel berhenti membelah dan tidak bisa kembali normal,” jelas Prof. Novi Silvia.
Sel yang mengalami penuaan sulit hancur dan menghasilkan senescence-associated secretory phenotype (SASP).
Akumulasi sel menua ini mempercepat kerusakan organ dan memicu penyakit seperti diabetes tipe-2, penyakit kardiovaskular, perlemakan hati non-alkoholik, serta kanker.
Untuk mengatasi hal ini, Prof. Novi Silvia menekankan perlunya pencegahan penuaan seluler.
Menurutnya, ada tiga langkah utama untuk mengatasinya, yakni pembatasan kalori. Kemudian penggunaan antioksidan untuk menghambat stres oksidatif. Lalu penghancuran sel senescence dan SASP melalui pendekatan senoterapeutik.
“Upaya ini penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah berbagai penyakit degeneratif yang berkaitan dengan obesitas,” pungkas Prof. Novi Silvia. (Feri Kartono/R6/HR-Online)