Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI bersama TikTok Indonesia dan Sejiwa mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran soal keamanan digital bagi remaja.
Hal itu sebagaimana dalam diskusi dalam Workshop AMSI dan TikTok tentang Keamanan Digital bagi Remaja yang berlangsung pada Jumat (31/1/25) lalu.
Gaib Maruto Sigit, Pemred MNC Trijaya yang juga Bendahara Umum AMSI mengatakan, data pengguna internet di Indonesia seiring berjalannya waktu terus bertambah.
Berdasarkan data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia sebanyak 221 juta pengguna dan kategori pengguna remaja yang paling mendominasi, terutama untuk media sosial.
Menurutnya, AMSI memandang hal tersebut sangat penting. Sebab, tujuan AMSI salah satunya adalah membangun ekosistem digital yang mana di dalamnya ada keamanan digital. Termasuk juga untuk membangun bisnis anggota melalui wadah organisasi ini.
“Karena itu, bekerjasama dengan platform juga sangat penting, seperti dengan TikTok saat ini. Apalagi Komdigi berencana akan melakukan pembatasan usia pengguna media sosial. Makanya kita membahas ini dengan kolaborasi dengan banyak pihak,” terangnya.
Komitmen TikTok Menjaga Keamanan Digital Remaja
Communication Director TikTok Indonesia Anggini Setiawan mengatakan, berdasarkan data dari UNICEF menyatakan 95 persen anak usia 12-17 tahun menggunakan internet minimal 2 kali dalam sehari.
Dari angka tersebut, kata Anggini, 500 ribu di antaranya menjadi korban eksploitasi seksual dan perlakuan salah di dunia maya.
“Bahkan, dari penelitian lain, sebenarnya remaja ingin untuk mendapatkan bimbingan dalam bentuk yang kreatif, menyenangkan tentang bagaimana tata cara yang aman dalam menggunakan ruang digital,” terangnya.
Karena itu, Tiktok berkomitmen menyediakan wadah yang aman bagi remaja untuk berkreasi dengan kreatif dan aman.
Cara TikTok Melindungi Pengguna
Sementara itu, Tiktok memiliki cara tersendiri untuk menjaga keamanan remaja di dunia digital. Di antara cara tersebut adalah dengan adanya kebijakan batasan usia, sumber daya dan fitur keamanan, serta kampanye proaktif seperti #salingjaga.
Tak hanya itu, pihaknya juga terus menginformasikan dan meminta bantuan pihak lain, seperti dengan media-media untuk menyiarkan upaya menjaga keamanan ini agar masyarakat banyak yang tahu tentang kesadaran menjaga keamanan.
Sebagai contoh, kata Anggini, kelompok yang tidak boleh menggunakan TikTok adalah yang masih di bawah 14 tahun. Sehingga mereka tidak bisa membuat akun.
Meski yang usia 14 tahun hingga 17 tahun yang sudah masuk kategori remaja sudah boleh, namun pihaknya membatasi fitur-fitur dalam aplikasi.
“Di sistem kami, ketika mau menggunakan TikTok, pasti pengguna akan diminta menyebutkan tanggal lahir, dari situ kita bisa melihat umur pengguna. Jika terdeteksi itu adalah anak dan berupaya kedua kali untuk mengubah usia, kita juga bisa mendeteksinya,” paparnya.
Apalagi, TikTok di AppStore dan PlayStore mendapatkan rating 12+ yang mana orang tua bisa mencegah anak mereka mengunduh aplikasi menggunakan kontrol berbasis perangkat.
Bahkan, sambungnya, Tiktok telah menghapus akun selama Januari-September 2024 sebanyak 66.160.791 pengguna yang diduga di bawah usia 13 tahun.
“Jika pengguna sudah 18 tahun ke atas, maka mereka sudah masuk kategori netizen dewasa yang sudah lebih bijak dalam menggunakan media sosial,” katanya.
Sebagai komitmen pihaknya untuk melindungi keamanan digital, pihaknya juga memiliki fitur pelibatan keluarga, sumber daya keamanan remaja dalam sebuah website yang mana di dalamnya ada panduan bagi orang tua dan wali, serta pusat keamanan remaja.
Termasuk juga dengan menggandeng dengan mitra-mitra yang kompeten, seperti dengan AMSI ataupun Sejiwa.
“Kami juga ingin menjangkau lebih luas edukasi keamanan ini, salah satunya dengan menyambangi sekolah-sekolah untuk mengkampanyekan keamanan digital bagi remaja,” pungkasnya. (Muhafid/R6/HR-Online)