harapanrakyat.com,- KPAID Tasikmalaya menyoroti penanganan perkara penganiayaan dan pengeroyokan oleh 4 anak di bawah umur di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, dianggap abnormal.
Sebab, dalam proses penahanannya seolah tak mengindahkan sistem peradilan pidana anak di bawah umur.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Daerah Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan, sesuai sistem peradilan pidana anak, perlakuan serta proses penahanan terhadap anak berhadapan hukum berbeda dengan kasus penganiayaan pelaku dewasa.
Menurut rujukan UU nomor 11 tahun 2012, anak berhadapan hukum penempatanya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), bukan di balik jeruji besi tahanan Polsek.
Karena itu, kata Ato, pola penempatan anak yang berhadapan hukum harus bisa membedakan dengan pelaku kejahatan yang sudah dewasa.
“Apapun alasanya, aparat tidak boleh memperlakukan anak berhadapan hukum menggunakan sistem pidana orang yang sudah dewasa,” ungkapnya saat di Polsek Tawang, Jumat (10/1/2025).
Lanjut Ato, menurut aturan anak harus mendapatkan perlakuan baik. Selain itu, haknya juga wajib terpenuhi, termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum tidak boleh ada penahanan.
“Kita juga telah melakukan sidak ke tempat para anak berhadapan hukum di penjara yang lokasinya berada di Tahanan Anak Polsek Tawang,” jelasnya.
Bahkan, penahanan tersebut berlangsung sejak Desember 2024. Keempat anak itu harus merasakan dinginnya sel tahanan tanpa mendapatkan hak sebagai anak di bawah umur, yaitu pendidikan, pendampingan, hingga perlindungan.
Tak hanya itu, Ketua KPAI ini juga menyinggung proses penyidikan polisi, dengan adanya intimidasi saat melakukan pemeriksaan.
Oleh karena itu, tentu langkah penyidik itu telah melanggar sistem peradilan anak.
“Kita cek selama penahanan selama Desember. Ternyata si anak ditahan seperti tahanan lain orang dewasa. Sehingga kami memberikan masukan. Sampai hari ini anak tersebut tidak mengakui melakukan pengeroyokan. Apalagi anak tersebut bersikukuh bahwa saat kejadian salah seorang anak tersebut sedang ada di Jakarta. Bahkan si anak tidak mengenal satu sama lain, bahkan anak tersebut mengakui karena takut adanya intimidasi,” pungkasnya. (Apip/R6/HR-Online)