Pemerintah mengumumkan kebijakan pro rakyat sektor perumahan dengan menggratiskan PBG, BPHTB, serta PPN. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban MBR dalam memiliki hunian layak.
Dan tentu saja, kebijakan ini dalam rangka mendukung program pemerintah yang akan menyediakan tiga juta hunian rumah bagi masyarakat.
Menteri Perumahan Maruarar Sirait menyampaikan bahwa kebijakan pro rakyat sektor perumahan ini merupakan kelanjutan dari arahan Presiden RI Prabowo Subianto.
“Presiden meminta kami membuat kebijakan pro rakyat sektor perumahan yang benar-benar terasa manfaatnya oleh masyarakat kecil,” ujar Maruarar, Selasa (16/1/2025).
PBG 0 Persen Jadi Bukti Kebijakan pro rakyat Sektor Perumahan
Sebagai bagian dari kebijakan sektor perumahan, biaya PBG atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kini gratis karena besarannya 0 persen. Aturan ini berdasarkan atas SKB Tiga Menteri yang terbit 25 November 2024.
“Sebanyak 180 kepala daerah telah mengeluarkan peraturan untuk menggratiskan PBG bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” kata Maruarar.
Selain PBG, kebijakan ini juga menghapus BPHTB yang sebelumnya memiliki tarif sebesar 5 persen. “Sekarang BPHTB menjadi nol persen untuk rumah MBR, sejalan dengan semangat kebijakan pro rakyat sektor perumahan,” tambah Maruarar.
Selanjutnya, PPN untuk rumah dengan nilai di bawah Rp2 miliar juga telah pemerintah hapus.
“Kebijakan ini belum pernah ada sebelumnya dan sangat membantu rakyat kecil,” jelas Maruarar.
Maruarar menjelaskan, masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan termasuk dalam kategori MBR yang berhak atas kebijakan ini.
“Ini jelas kebijakan yang berpihak ke rakyat, terutama untuk rakyat kecil,” tegas Maruarar.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah segera melaksanakan kebijakan PBG nol persen sebelum akhir Januari 2025.
“Kebijakan ini membantu masyarakat memiliki hunian layak dan mendukung penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia,” kata Tito.
Tito menegaskan bahwa kebijakan ini adalah kebijakan pro rakyat sektor perumahan yang tidak akan berdampak besar pada pendapatan asli daerah (PAD).
“Kota Tangerang, misalnya, hanya kehilangan Rp 9,9 miliar dari total PAD Rp2,9 triliun,” ungkap Tito. (Feri Kartono/R6/HR-Online)