harapanrakyat.com,- Perkuat koalisi Cek Fakta menjelang Pilkada 2024, AMSI Jabar kembali menggelar pelatihan cek fakta. Pelatihan tersebut untuk puluhan perwakilan dari berbagai media, jurnalis CSO hingga pemeriksa fakta di Bandung, Sabtu (2/11/24).
Berdasarkan informasi, kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi AMSI, AJI, Mafindo, dan Google News Initiative. Sementara itu, total para peserta sebanyak 25 orang.
Dari pelatihan ini, AMSI mendorong agar para peserta bisa memahami materi, melakukan pemeriksaan fakta. Selain itu, mereka juga didorong untuk membuat konten misinformasi maupun disinformasi serta menyebarkan hasil training ini ke para jurnalis, terutama menghadapi Pilkada.
Baca juga: Hati-Hati Modus Penipuan Undian Berhadiah BRImo FSTVL, Kenali Ciri-Cirinya
Sementara itu, dalam pelatihan ini ada 2 trainer dari AJI, yakni Adi Marsiela dan Catur Ratna Wulandari.
Pelatihan Cek Fakta Hadapi Pilkada
Ketua AMSI Jabar Satrya Graha melalui Bendahara AMSI Jabar Budi Mulyadi menjelaskan, pelatihan untuk para peserta ini merupakan tindak lanjut dari training sebelumnya.
Menurutnya, konten hoaks yang bertebaran saat ini sangat meresahkan serta membahayakan. Karena itu, perlu adanya pemeriksaan fakta oleh para jurnalis.
“Terlebih sekarang ini menghadapi Pilkada, penyebaran informasi palsu sangat mengancam keberlangsungan pesta demokrasi, baik saat ini maupun masa depan. Jadi, peran media itu sangat penting,” jelasnya.
Selama pelatihan, sambung Budi, para peserta tidak hanya sebatas memahami materi dari trainer terkait ancaman hoaks. Namun mereka mendapatkan bekal keterampilan secara teknis untuk melakukan identifikasi serta verifikasi dari sebuah informasi.
Sementara itu, Adi Marsiela mengatakan, ia mendorong agar para peserta bisa menghindari informasi hoaks. Selain itu, para peserta juga harus bisa melakukan penyelidikan terhadap suatu informasi yang bertebaran di media sosial, baik itu berita yang berupa teks beserta video.
“Paling mudah dalam pengecekan fakta adalah dengan melakukan pencarian di Google. Kemudian verifikasi konten-konten yang ada. Jadi ini sebagai acuan sebelum meneruskan pesan ke yang lain,” terangnya.
Informasi hoaks, lanjut Adi, akan sangat mudah menyebar jika seseorang tidak menyaringnya terlebih dahulu. Selain itu, ketika tidak melakukan verifikasi secara mandiri, tidak tahu tata cara verifikasinya. Kemudian literasi minim serta tidak kritis terhadap konten juga berpotensi merebaknya informasi palsu.
“Jadi, kalau jurnalisnya lebih dalam memverifikasi, bisa berpeluang besar hoaks itu akan dengan mudah menyebar,” ujarnya.
Catur Ratna Wulandari menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan orang bisa percaya terhadap hoaks, di antaranya tidak cermat terhadap informasi, tidak suka baca isi konten dan hanya judulnya saja, orangnya cenderung malas.
Kemudian, kata Ratna, seseorang yang emosional dan tidak rasional bisa menjadi penyebab menyebarnya hoaks. Kemudian karena adanya tekanan sosial serta konfirmasi yang bias serta pengulangan.
Sedangkan untuk ciri-ciri hoaks sendiri, salah satunya ada akun palsu menggunakan foto orang lain, foto dan narasi berbeda penjelasannya, mencuri dari situs lain, menambahkan narasi berbeda pada sebuah video serta mengubah judul pada foto.
Ratna pun menegaskan agar tidak langsung percaya terhadap sebuah informasi, tapi harus memverifikasi dahulu.
“Maka dari itu, dengan pelatihan ini para jurnalis bisa memiliki pemahaman mendalam serta memiliki keterampilan dalam pengecekan fakta. Apalagi mereka memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat,” pungkasnya. (Muhafid/R6/HR-Online)