Lubang Tambang Mbah Suro adalah museum yang terletak di Tanah Lapang, Lembah Segar, Sawahlunto, Sumatera Barat. Museum ini merupakan bekas tempat penumpukan batubara.
Baca Juga: Peninggalan Sejarah Kerajaan Wengker di Kabupaten Ponorogo
Situs Tambang Mbah Suro terdiri dari beberapa galeri kotak info. Sebelumnya, museum ini merupakan gedung pertemuan buruh, gedung pertemuan karyawan, dan rumah bagi karyawan tambang batubara.
Lubang Tambang Mbah Suro Terowongan Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Tambang Mbah Suro tak lepas dari sejarah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Pada masa itu, terowongan ini berfungsi sebagai akses kegiatan penambangan batubara yang berada di Kota Sawahlunto.
Seputar Museum Tambang
Museum Tambang Mbah Suro merupakan bekas lokasi penumpukan batubara dari Lubang Tambang. Sebelum berubah menjadi sebuah museum, lokasi ini berfungsi sebagai tempat pertemuan para buruh dan karyawan tambang.
Situs Tambang Mbah Suro merupakan museum milik PT. Bukit Asam. Kepemilikannya tersebut dengan menyewa lahan dari pemerintah kota. Sedangkan pengelolaannya dipegang oleh pemerintah Kota Sawahlunto.
Sejak tahun 2008 hingga 2020, situs ini berkembang menjadi objek wisata sejarah yang ramai pengunjung. Selain itu, fasilitas dan manajemen dari situs Lubang Tambang Mbah Suro juga diperbaiki.
Adanya situs ini, memiliki kontribusi terhadap pariwisata yang memberikan dampak sosial, budaya, dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Situs Tambang Mbah Suro terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Galeri Infobox dan lubang tambang itu sendiri.
Galeri Infobox berfungsi sebagai pusat informasi terkait tambang batubara di Sawahlunto. Di dalam galeri ini, tersedia beberapa koleksi peninggalan sejarah. Salah satunya adalah rantai yang dulunya milik pekerja di tambang Mbah Suro.
Pada zaman dahulu, rantai tersebut berguna sebagai alat pengawasan untuk mengikat kaki dan leher para pekerja. Dalam situs ini, pengunjung juga dapat melihat palu yang merupakan alat kerja milik para pekerja tambang.
Pada tahun 2016, Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto menjalin kerjasama dengan Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas Padang. Keduanya, mengadakan penelitian berjudul “Antara Mitos dan Realitas” yang berisi tentang figur Mbah Suro.
Sejarah Tambang Mbah Suro
Lubang Tambang Mbah Suro merupakan terowongan sepanjang 185 meter. Terowongan tersebut berdiri tahun 1898 pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Baca Juga: Sejarah Babad Banten Catatan Istimewa Kesultanan
Sebagai informasi, mulai tahun 1898 hingga 1932, kegiatan penambangan batubara di Sawahlunto masih mengandalkan terowongan ini. Namun untuk keperluan wisata, pemerintah melakukan renovasi terowongan menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi.
Renovasi tersebut berlangsung sejak 27 Juni 2007 hingga Desember 2007. Setelah itu, barulah terowongan ini resmi menjadi objek wisata pada 23 April 2008.
Meskipun sudah direnovasi, keaslian tempat ini masih tetap terjaga. Hal tersebut dapat terlihat dari bagian atap dan temboknya yang terbuat dari batubara.
Situs Lubang Tambang Mbah Suro menjadi salah satu bentuk pariwisata yang memberikan sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di samping itu, museum ini juga menarik banyak pengunjung untuk datang ke Kota Sawahlunto.
Sebagai informasi, situs Tambang Mbah Suro merupakan satu-satunya situs lubang tambang yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, tempat ini menjadi saksi sejarah penambangan batubara yang pernah berjaya di masa lampau.
Penambangan Masa Pemerintahan Jepang
Pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia, Negeri Gingseng tersebut berupaya untuk memajukan sektor pertambangan di Sawahlunto. Oleh sebab itu, berdiri sekolah khusus bagi pemuda-pemuda setempat.
Hal tersebut bertujuan untuk melatih tenaga kerja yang memiliki keterampilan profesional di bidang pertambangan. Bahasa Jepang juga disebarluaskan sebagai bahasa pengantar di setiap kegiatan belajar mengajar.
Setiap siswa mempelajari berbagai peralatan dan teknologi pertambangan yang berasal dari Jepang. Di samping itu, para siswa juga mempelajari berbagai istilah teknis pertambangan dalam bahasa Jepang.
Bahkan, pada masa itu para pemuda tidak hanya belajar tentang keterampilan pertambangan. Tetapi juga mempelajari berbagai latihan dasar militer.
Setiap siswa belajar baris berbaris, latihan menembak, serta keterampilan militer lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk membekali para siswa dengan keterampilan yang dapat mendukung operasi militer Jepang.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama Nusantara
Lubang Tambang Mbah Suro merupakan sebuah terowongan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan para buruh. Kini, lokasi tersebut menjadi objek wisata yang berisi galeri infobox dan lubang tambang itu sendiri. (R10/HR-Online)