harapanrakyat.com – Ketua Apindo Jawa Barat, Ning Wahyu Astutik menilai, terbitnya Keputusan Gubernur Jabar tentang penetapan besaran struktur dan skala upah, menyalahi aturan. Ia pun mengimbau agar pengusaha tidak mengikuti kebijakan tersebut.
Baca Juga : Terpilih Kembali jadi Ketua Apindo Kota Banjar, Oni Kurnia Siapkan Langkah untuk Tarik Investor
Ia mengakui, persaingan dunia usaha saat ini sangat ketat. Persaingan tersebut, tidak hanya antar negara tapi juga antar provinsi, bahkan antar kota/kabupaten.
Menurutnya empat dari lima daerah dengan UMK tertinggi di Indonesia berada di Jawa Barat. Daerah itu yakni Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. Dengan kondisi tersebut, maka dengan penetapan besaran Struktur dan Skala Upah (SUSU), akan semakin menurunkan daya saing Jawa Barat.
Sebagai informasi, Pemprov Jawa Barat menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.874-Kesra/2021 dan KepGub Jawa Barat Nomor 561/Kep.882-Kesra/2022. Regulasi itu mengenai penyesuaian upah pekerja dengan masa kerja satu tahun atau lebih. Ning menilai, aturan itu telah menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan dunia usaha.
Apindo Jawa Barat Ambil Langkah Hukum Gugat Keputusan Gubernur Soal Skala Upah
Lebih jauh, Apindo Jawa Barat telah mengambil langkah hukum terhadap kebijakan tersebut. Namun, gugatan terhadap KepGub tersebut mengalami kekalahan hingga kasasi. Padahal sebelumnya telah terbit KepGub Jabar Nomor 188.44/Kep.783-Kesra/2023. Kebijakan itu mencabut kedua KepGub tentang Struktur dan Skala Upah (SUSU).
“Ketika Gubernur mengeluarkan KepGub SUSU, saya meyakini hal tersebut menyalahi aturan. Saya mengimbau para pengusaha untuk tidak mengikuti aturan yang salah tersebut. Karena jika aturan ini dipatuhi, maka akan semakin banyak pabrik yang berpotensi tutup,” ungkapnya, Selasa (22/10/2024).
Baca Juga : Ketua Apindo Jabar Sebut Banjar Harus Branding City dan Infrastruktur untuk Tarik Investor
Ia berharap agar segala bentuk politisasi yang berkaitan dengan dunia usaha, agar segera dihentikan. Karena hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat memberatkan para pengusaha.
Selain itu, pihaknya juga menekankan pentingnya memberikan edukasi dan pemahaman yang jelas, mengenai berbagai regulasi kepada para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan.
Ahli Hukum Tata Negara, Ahmad Redi menjelaskan, kedua keputusan gubernur tersebut merupakan problematik dalam konteks hukum. Dalam UU Cipta Kerja menegaskan bahwa pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah (SUSU).
Sementara itu, Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyaiman Saiman menyarankan adanya upaya judicial review terhadap Pasal 90A UU Ciptaker. Sehingga menegaskan pentingnya melindungi seluruh warga negara, termasuk pengusaha, yang berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung perekonomian. (Rio/R13/HR Online/Editor-Ecep)