Soegondo Djojopoespito merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam Kongres Pemuda tahun 1928. Ia merupakan orang yang memimpin Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928.
Kongres Pemuda II menjadi salah satu momen bersejarah bagi para pemuda di Indonesia. Melalui pertemuan inilah para pemuda dari organisasi-organisasi pemuda di kawasan kepulauan Indonesia berkumpul dan merumuskan akan kearah mana perjuangan mereka.
Salah satu hasil dari Kongres Pemuda II ini adalah adanya ikrar sumpah pemuda yang masih bisa kita dengar hingga hari ini.
Baca Juga: Mengenal Dwi Koendoro Brotoatmodjo, Kartunis Kelahiran Kota Banjar yang Multitalenta
Soegondo Djojopoespito menjadi salah satu tokoh yang berperan penting selama masa-masa Kongres Pemuda II yang diselenggarakan di tiga tempat berbeda. Melalui kepemimpinannya lah kongres yang cukup riskan itu berhasil terselenggara.
Profil Soegondo Djojopoespito
Mengutip dari “Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya” (1999), Soegondo merupakan anak dari Kromosardjono yang merupakan seorang penghulu di Tuban, Jawa Timur. Ibunya Ny. Kromosardjon merupakan anak dari seorang khotib Djojoatmojo.
Soegondo menghabiskan masa pendidikannya di HIS Tubas. Setelah lulus ia kemudian melanjutkan masa pendidikannya di Mulo Surabaya dan di AMS Yogyakarta.
Memang sejak masa pendidikan tersebut Soegondo sudah terlihat sebagai anak yang cerdas. Ia membaca banyak bacaan mulai dari buku-buku berbahasa Inggris, Belanda, Prancis hingga Jerman.
Selain menjadi pelajar yang pandai, Soegondo juga terkenal sebagai pelajar yang nakal dan kadang-kadang juga malas. Meskipun dikenal sebagai pelajar yang malas, Soegondo memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia perpolitikan.
Meskipun ia belum menjadi anggota politik, Soegondo sudah sering mengunjungi perdebatan-perdebatan yang waktu itu banyak diisi oleh organisasi-organisasi berhaluan politik.
Salah satu momen yang paling Soegondo ingat adalah ketika Alimin dan Agus Salim saling ejek dalam rapat-rapat umum. Soegondo lahir dalam perdebatan kritis antara tokoh-tokoh intelektual.
Ketika Soegondo pindah ke Bandung ia pun melanjutkan kariernya menjadi seorang guru dan Kepala Sekolah di Taman Siswa Bandung. Pada tahun 1936 ia pun pindah lagi ke Semarang untuk menjadi pengajar di Sekolah Taman Siswa Semarang.
Pada tahun 1940, Soegondo pindah ke Jakarta. Di sana ia menjadi seorang wartawan freelance dari Bataviaasch Nieuwsblad dan Indische Courant.
Ketika Jepang berkuasa di Indonesia Soegondo menjadi pegawai di Shihabu dan menjadi bawahan dari Notosusanto. Setelah Indonesia merdeka Soegondo menjadi anggota BPKNIP dan Menteri Pembangunan Masyarakat pada Kabinet Halim tahun 1949-1950.
Peran dalam Kongres Pemuda 1928
Selama masa Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928 di Jakarta, Soegondo Djojopoespito memimpin berbagai pertemuan.
Mengutip dari, “Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan” (2015), Kongres Pemuda II merupakan implikasi dari kemunculan berbagai organisasi pemuda di daerah-daerah.
Sifat organisasi yang masih membawa visi-misi kedaerahan memunculkan gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda II untuk menyatukan gagasan bersama.
Pertemuan tersebut dilakukan di tiga tempat yang berbeda mulai dari Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw.
Meskipun dengan dana terbatas dan sukarela, Kongres Pemuda II ini menjadi tonggak bagi semangat kebangsaan dari berbagai latar belakang, suku, hingga keyakinan.
Penyelenggaraan Kongres tersebut menyepakati untuk dibentuknya kepanitiaan yang terdiri dari Soegondo Djojopuspito (perwakilan PPPI) sebagai ketua, R.M. Djoko Marsaid sebagai wakil ketua (Djong Java), Moh. Yamin sebagai (perwakilan Djong Sumatranen Bond) sebagai sekretaris, Amir Sjafrudin (perwakilan Djong Bataks Bond) sebagai bendahara, Johan Mahmud Tjaja (perwakilan Djong Islamieten Bond), R. Katja Soengkana (perwakilan Pemoeda Indonesia), R.C.L. Sendoek (perwakilan Djong Celebes), Johannes Leimena (Djong Ambon), dan Mohammad Rochjani Su’ud (perwakilan Pemoeda Kaoem Betawi).
Pertemuan bersejarah ini juga menjadi catatan penting dalam memperkenalkan lagu dari Wage Rudolf Supratman berjudul “Indonesia Raya”. Wage membawakan lagu Indonesia Raya dengan gesekan biola. Lagu ini kemudian berhasil menjadi pemupuk semangat kebangsaan.
Hasil Kongres Pemuda II ini menghasilkan deklarasi yang terkenal hingga hari ini yaitu Deklarasi Sumpah Pemuda.
Jalannya Kongres Sumpah Pemuda dengan ketua Soegondo Djojopoespitoini berhasil berjalan dengan baik. Padahal waktu itu kongres melibatkan berbagai organisasi yang berbeda.
Tak hanya itu, penyelenggaraan kongres ini pun terbilang cukup berisiko. Pihak pemerintahan Belanda akan dengan mudah menahan para pemimpin Indonesia yang ketahuan mengadakan gerakan yang berbau politik.
Semangat Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda II yang menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda yang terkenal hingga hari ini. Kongres dan ikrar ini juga menjadi semangat bagi para pemuda memupuk semangat perjuangan.
Baca Juga: Sejarah Kampung Arab di Puncak Bogor, dari Sindrom Cinderella Complex hingga Komodifikasi Perempuan
Tidak bisa dibayangkan bagaimana risiko yang harus mereka tanggung apabila kongres pemuda itu dijegal oleh Belanda.
Kongres Pemuda II ini juga bermakna para pemuda dan pemudi di Indonesia harus senantiasa cinta terhadap tanah air.
Tak hanya itu, para pemuda dan pemudi juga dituntut untuk selalu menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Kini, setiap tanggal 28 Oktober akan diperingati momen bersejarah ini melalui upacara dalam rangka mengenang para pemuda dalam memperjuangkan Indonesia. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)