Sejarah meterai di Indonesia mulai dari era kolonial hingga era digital saat ini dapat menjadi pembelajaran menarik bagi kita. Meterai telah menjadi bagian penting dalam setiap transaksi resmi di Indonesia. Sejarah penggunaannya hingga saat ini mencerminkan perkembangannya sesuai perubahan zaman.
Baca Juga: Sejarah Lahirnya TVRI, Pernah Menjadi Alat Propaganda Orde Baru
Meterai tidak hanya berguna untuk menandai dokumen penting. Akan tetapi, materai juga berguna sebagai simbol keabsahan dalam transaksi legal.
Sejarah Meterai di Indonesia, Penggunaan Awal Meterai
Penggunaan meterai di Indonesia sudah ada sejak masa penjajahan Belanda pada tahun 1817. Saat itu, bea meterai dikenakan pada berbagai dokumen resmi sebagai bentuk pajak. Bea meterai terkenal dengan nama De Heffing Van Het Recht Kleinnegel dan berguna dalam dokumen yang memerlukan pengesahan pihak berwenang.
Beberapa jenis dokumen yang terkena meterai pada masa itu termasuk surat kepemilikan, surat kapal, hingga surat hak milik kebendaan lainnya. Pada tahun 1921, aturan mengenai bea meterai mendapat pembaruan melalui Staatsblad 1921 Nomor 498. Pembaruan ini yang kemudian menjadi fondasi aturan bea meterai di Indonesia.
Penggunaan bea meterai ini diterapkan secara seragam untuk berbagai dokumen yang dibuat dengan perantara pejabat umum. Seiring dengan perkembangan zaman, aturan bea meterai terus mengalami penyesuaian.
Perubahan Peraturan di Era Kolonial
Sejak tahun 1921 hingga masa kemerdekaan, peraturan mengenai bea meterai mengalami beberapa perubahan. Salah satunya adalah penerbitan Undang-Undang Nomor 2 Prp Tahun 1965, yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1969.
Undang-undang ini menjadi tonggak penting dalam sejarah meterai di Indonesia karena memperbarui regulasi yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan masyarakat.
Pada masa ini, bea meterai berguna untuk berbagai jenis transaksi, seperti surat perjanjian, surat berharga, hingga surat kuasa. Setiap transaksi legal yang melibatkan pihak berwenang memerlukan meterai sebagai penanda validitas dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Seiring dengan itu, meterai juga menjadi simbol kepastian hukum dalam setiap dokumen resmi.
Undang-Undang Bea Meterai Tahun 1985
Pada tahun 1985, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 yang mengatur bea meterai secara lebih modern. Peraturan ini bertujuan menyesuaikan penggunaan meterai dengan perkembangan ekonomi dan sosial di Indonesia.
Dalam undang-undang ini, berbagai ketentuan mengenai tarif dan jenis dokumen yang terkena bea meterai dijabarkan secara rinci. Sejak itu, sejarah meterai di Indonesia memasuki fase baru yang lebih terstruktur dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Bea meterai dalam undang-undang ini berlaku pada dokumen-dokumen yang memiliki nilai ekonomi tertentu, seperti surat perjanjian, akta notaris, hingga surat kuasa. Selain itu, dokumen yang berguna untuk transaksi keuangan.
Baca Juga: Sejarah Monumen Pers Nasional, Warisan Cagar Budaya di Solo
Mulai dari cek dan bilyet giro, juga terkena bea meterai. Tarif bea meterai juga sesuai dengan nilai transaksi yang tercantum dalam dokumen tersebut.
Era Digital, Peralihan ke E-Meterai
Memasuki era digital, penggunaan meterai kertas mulai beralih ke e-meterai atau meterai elektronik. Ini merupakan salah satu inovasi besar dalam sejarah meterai.
Perubahan ini tidak hanya memudahkan masyarakat dalam mengurus dokumen resmi, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi penggunaan kertas. E-meterai memiliki kekuatan hukum yang sama dengan meterai kertas dan dapat kita gunakan untuk berbagai dokumen digital, seperti perjanjian elektronik, faktur, dan kontrak.
Pemberlakuan e-meterai ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020, yang menjadikan dokumen digital sebagai objek bea meterai. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengakui validitas dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum.
Peralihan ini menunjukkan bagaimana sejarah meterai di Indonesia terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Potensi Penggunaan Meterai di Masa Depan
Walaupun e-meterai sudah dapat kita gunakan, masih ada beberapa tantangan dalam penerapannya. Salah satu tantangan terbesar adalah sosialisasi penggunaan e-meterai kepada masyarakat luas.
Namun, potensi penggunaan meterai digital di masa depan sangat besar. Dengan semakin meningkatnya transaksi digital dan kebutuhan akan dokumen elektronik, e-meterai akan menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia bisnis dan administrasi. Hal ini juga menjadi peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara melalui bea meterai.
Penggunaan e-meterai tidak hanya terbatas pada dunia bisnis atau administrasi pemerintahan, tetapi juga berdampak pada sektor pendidikan. Di masa depan, e-meterai dapat berguna dalam sertifikasi digital bagi pelajar yang menyelesaikan pendidikan jarak jauh.
Baca Juga: Museum Pos Indonesia, Wisata Sejarah dan Edukasi di Bandung
Sejarah meterai di Indonesia mencerminkan perkembangan hukum dan teknologi yang terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Meterai selalu menjadi bagian penting dalam setiap transaksi resmi yang kita lakukan. Perkembangannya ke e-meterai ini menunjukkan bagaimana inovasi teknologi dapat menjadi nilai positif dari modernisasi. (R10/HR-Online)