Salah satu politisi dari partai Golkar menyebutkan agar jangan macam-macam dengan Raja Jawa. Pernyataannya ini kemudian jadi viral di media sosial. Pidato ini sendiri disampaikan oleh Bahlil Lahadalia ketika pelantikannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada 21 Agustus 2024. Terkait hal tersebut, ada satu kisah Raja Jawa yang terkenal tiran, ia adalah Amangkurat I.
Secara istilah, penyebutan Raja Jawa sendiri berkaitan dengan gelar penguasa Jawa dari trah Mataram. Garis keturunan Mataram tersebut mulai dari masa Mataram Kuno hingga pecah menjadi beberapa kerajaan.
Selain memiliki kisah-kisah heroik, sebenarnya terdapat kisah Raja Jawa yang tiran hingga membantai para tokoh agama di zamannya. Nama Raja Jawa tersebut adalah Amangkurat I.
Baca Juga: Tujuan Ekspedisi Pamalayu Singasari ke Kerajaan Melayu
Kisah Amangkurat I Berdasarkan Babad Tanah Jawa
Mengutip dari, “Babad Tanah Jawi” (2024), Amangkurat I atau yang bernama lengkap Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Ia merupakan anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia merupakan Raja Mataram yang memerintah pada tahun 1646-1677.
Nama lain dari Amangkurat I ini adalah Sunan Getek. Ia mendapatkan nama tersebut ketika ia terluka saat penumpasan pemberontakan Mas Alit.
Amangkurat I memiliki nama kecil Raden Sayidin. Tumenggung Mataram yang berusia lanjut mengasuh Raden Sayidin sejak usia lima tahun. Raden Sayidin telah menganggap Tumenggung ini sebagai ayahnya.
Menurut orang-orang Belanda, sejak kecil memang Amangkurat I sebagai sosok yang mirip dengan ayahnya. Ia suka berkelahi dan memiliki sifat yang beringas.
Agaknya inilah yang membuat orang-orang Belanda mulai melihat bahwa Raden Sayidin atau Amangkurat I ini sangat mirip dengan ayahnya.
Amangkurat I ini pun diangkat sebagai Raja Mataram pada tahun 1646 ketika Sultan Agung wafat. Prosesi pengangkatannya pun cukup tertutup.
Bahkan, semua gerbang ditutup dan para penjaga keamanan disiapkan untuk berjaga. Tak hanya itu, para abdi dalem dan para pejabat istana yang mencurigakan pun ditahan.
Amangkurat I, Raja Jawa yang Tiran
Mengutip dari “Sejarah Indonesia Modern 1200–2008” (2008), sejak awal sebelum masa dinobatkan sebagai Raja Mataram, Amangkurat I sudah memiliki riwayat yang tidak baik.
Salah satunya adalah skandal yang melibatkan istri abdi dalem yaitu Tumenggung Wiraguna. Tak hanya itu, ia juga melakukan perencanaan hingga pembunuhan terhadap Wiraguna.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Haru, Sempat Berjaya pada Masanya
Amangkurat I juga membunuh keluarga hingga orang-orang yang terlibat dalam skandal pada tahun 1637.
Amangkurat I selama masa kepemimpinannya memang memberikan kontroversi tersendiri. Ia banyak melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang pernah menjadi rekan ayahnya.
Bahkan, ia juga membunuh mertuanya sendiri yang bernama Pangeran Pekik dari Surabaya. Selain itu, ia juga pernah hendak membunuh Pangeran Purbaya yang merupakan saudara ayahnya sendiri. Walaupun, pembunuhan tersebut menemui kegagalan.
Sikap arogan dari Amangkurat I ini juga terlihat dari bagaimana ia berusaha menyingkirkan orang-orang yang ia tuduh telah menentangnya.
Sikap ini membuat banyak daerah-daerah pinggiran mulai mengalami perpecahan. Hal ini sangatlah wajar, mengingat Sultan Agung terkenal sebagai sosok yang kharismatik berbanding terbalik dengan sikap yang diambil oleh Amangkurat I ini.
Amangkurat I Membantai Para Ulama
Sikap arogan dari Amangkurat I ini juga membuatnya berkonflik dengan kalangan ulama. Amangkurat I melihat kalangan ulama sebagai lawan politiknya dalam merebut simpati rakyat.
Bahkan, sejak masa kepemimpinannya, para ulama tidak lagi menjadi nasihat Kerajaan, padahal di masa Sultan Agung, para ulama mendapatkan posisi yang penting.
Kerenggangan inilah yang membuat hubungan keduanya menjadi semakin memburuk dan akhirnya memicu konflik berdarah.
Mengutip dari, “Dinamika Islam di Nusantara” (2022), tercatat ada sekitar 5000-6000 orang yang terbunuh dalam pembantaian tersebut. Jumlah tersebut terdiri dari para ulama, santri, dan keluarganya.
Eksekusi ini diserahkan kepada Pangeran Aria, Tumenggung Natairnawa, Tumenggung Suranata, dan Kiai Ngabei Wirapatra.
Baca Juga: Prasasti Kedukan Bukit, Menguak Sejarah, Isi dan Maknanya
Memang terdapat perbedaan versi mengenai jumlah yang terbunuh dalam pembantaian di alun-alun Plered ini. Namun yang pasti tindakan Amangkurat I ini merupakan hal yang berlebihan.
Ketakutan terhadap pemberontakan kepemimpinannya ini membuat rekyat mengenangnya sebagai Raja Jawa tiran yang anti dengan para ulama. (Azi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)