Siapa yang belum mengetahui jika setiap tanggal 27 September akan diperingati sebagai Hari Bhakti Postel. Momen peringatan ini dilakukan dalam rangka memperingati pengambilalihan Jawatan Pos Telekomunikasi Telegraf yang waktu itu dijaga Jepang.
Baca Juga: Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam, Saksi Bisu Sejarah Indonesia
Perebutan yang dilakukan pada bulan September 1945 itu merupakan respon atas Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang terjadi pada bulan Agustus.
Banyak fasilitas-fasilitas yang awalnya Jepang kuasi dan para pejuang kemerdekaan berusaha merebutnya.
Merangkum dari berbagai sumber, tulisan ini akan mengulas tentang Hari Pos Telekomunikasi Telegraf tanggal 27 September.
27 September Hari Bhakti Postel
Hari Pos Telekomunikasi Telegraf diperingati setiap tanggal 27 September. Dikutip dari buku berjudul “Sejarah dan Pembangunan Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi” (1990), Penetapan Hari Pos Telekomunikasi oleh Pimpinan Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi.
Penetapan ini dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. KM.110/UM.205/MPPT-90 tanggal 5 September 1989.
Melalui surat keputusan inilah setiap tanggal 27 September akan melaksanakan upacara bendera Hari Bakti Parpostel di lingkungan Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi.
Baca Juga: Sejarah Meterai di Indonesia hingga Menjadi E-Meterai
Tepat tanggal 27 September 2024, Hari Bhakti Postel akan memasuki usia yang ke-79. Secara umum upacara bendera dilakukan dalam rangka mengenang perjuangan rakyat dalam mempertahankan kedaulatan.
Sedangkan secara khususnya, pelaksanaan upacara tersebut untuk mengenang para pejuang yang dengan gagah berani merebut dan mengambil alih Kantor Pusat Jawatan Pos, Telekomunikasi, dan Telegraf.
Memang, perjuangan merebut kantor jawatan ini tidaklah mudah. Alasannya karena kondisi para pejuang Indonesia dengan keterbatasan senjata harus melawan Jepang dengan persenjataan yang lengkap.
Oleh karena itu, aksi pelucutan senjata tentara Jepang oleh Indonesia tidaklah sesederhana seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah.
Perebutan Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT)
Mengutip dari laman resmi Kominfo, proses pengambilalihan Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon bermula dari kelompok Angkatan Muda Pos, Telegraf, dan Telepon (AMPTT).
Beberapa anggota dari kelompok ini adalah Soetoko, Slamet Soemardi, Joesoef, Aoes Salman, Nawawi Alief, dan kalangan pemuda lainnya.
Baca Juga: Sejarah Hari Pramuka 14 Agustus, Tokoh Penting hingga Kontribusi Pramuka bagi Indonesia
Pada awalnya kelompok tersebut melakukan tuntutan kepada Jepang agar bisa menduduki kantor ini. Namun, Jepang beralasan bahwa proses penyerahan harus dilakukan sampai Sekutu datang.
Jalan damai yang ingin AMPTT tempuh bisa dikatakan gagal. Namun, AMPTT pun tak kehabisan akal. Mereka kemudian menempuh jalan lain agar Jepang mau menyerahkan kantor jawatan tersebut.
AMPTT kemudian melakukan pengumpulan massa dan persenjataan, baik berupa senjata api, maupun senjata tajam. Aksi pengepungan AMPTT lakukan dengan melibatkan penduduk dari semua kalangan, baik golongan tua maupun muda.
Pengepungan yang berlangsung selama tiga hari itu berbuah manis. Tepat pada tanggal 27 September 1945, Kantor Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon berhasil direbut.
Lalu, kantor jawatan ini pun menjadi penting karena faktor komunikasi. Para pejuang pasca kemerdekaan Indonesia masih harus berjuang dalam menegakkan kedaulatan.
Namun, tak semua wilayah mengetahui jika pada tanggal 17 Agustus Indonesia sudah merdeka, sehingga membutuhkan penunjang komunikasi yang mumpuni.
Tak hanya itu, Indonesia juga menyadari bahwa dalam waktu dekat Sekutu akan datang untuk mengambil alih wilayah itu kembali. Sehingga butuh upaya dalam menegakkan kedaulatan.
Jatuh ke Tangan Indonesia
Mengutip dari buku berjudul “50 Tahun Peranan Pos & Telekomunikasi” (1996). Setelah jatuh ke tangan Indonesia, dalam rentang tahun 1945-1961 instansi ini berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan, Tenaga dan Pekerja Umum masa Kabinet RIS.
Lalu, pada tahun 1956 muncul usulan untuk mengganti instansi tersebut. Alasannya karena telegraf pada zaman itu sudah mulai ditinggalkan.
Perubahan nama tersebut baru resmi pada tanggal 21 Desember 1961 yang ditandai dengan pendirian Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi.
Instansi ini pun dipimpin oleh Direktur Jenderal, dan ada di bawah naungan Kementerian Perhubungan, Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata.
Pada tanggal 27 Maret 1966 melalui Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1966, Kementerian ini kemudian mengalami perubahan status menjadi Departemen Pos dan Telekomunikasi. Instansi ini dipimpin oleh Deputi Menteri.
Terdapat beberapa tugas dan fungsi dari instansi tersebut, seperti perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan pembinaan perposan. Serta pelaksanaan pengamanan teknis yang berkaitan dengan bagian pos dan telekomunikasi.
Seiring berjalannya waktu, tugas dari instansi ini menjadi semakin komplek. Perkembangan teknologi membuat tugas-tugas yang diemban menjadi semakin rumit.
Baca Juga: Museum Pos Indonesia, Wisata Sejarah dan Edukasi di Bandung
Oleh karena itu, perjuangan dari instansi ini belum selesai. Jika pada masa perang kemerdekaan perang dilakukan melalui fisik, maka sekarang perang dilakukan secara non fisik. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)