Sejumlah ekonom memprediksi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri akan terus meningkat. Sangat mungkin, jumlah PHK ini akan melebihi 70.000 pekerja pada akhir tahun 2024.
Menurut Muhammad Andri Perdana, ekonom dari Bright Institute, kejadian ini menunjukkan, tidak ada bisnis yang sepenuhnya aman dari gelombang PHK.
Sejak Undang-Undang Cipta Kerja terbit tahun 2020, banyak pihak menilai belum ada pabrik baru yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja.
Sehubungan dengan ini, Elly Rosita, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), mempertanyakan, di mana lapangan kerja yang pemerintah janjikan.
Baca juga: Ada Gangster Pekerja Migran Indonesia di Jepang, Tagar Deportasi Trending di Medsos
Sebagai catatan, data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, sejak Januari hingga Agustus 2024, sudah ada 46.240 pekerja yang mengalami PHK. Dalam kasus ini, sektor tekstil dan manufaktur menjadi yang paling terdampak.
Meski ada upaya pemerintah untuk mengurangi dampaknya, kekhawatiran terhadap gelombang PHK yang semakin membesar tetap ada.
Pengalaman Pahit Pekerja yang Terdampak Gelombang PHK
Kisah nyata dari pekerja yang terkena PHK menggambarkan dampak mendalam dari kondisi ini.
Olyvia, seorang pekerja di Jakarta, menceritakan bagaimana ia hanya mendapatkan waktu dua minggu sebelum pemecatan terjadi. Ia mengaku merasa seperti terjebak karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mencari pekerjaan baru.
Olyvia, yang kini harus berhemat dan mengurangi pengeluaran, mengaku tidak pernah siap menghadapi situasi ini meskipun ini bukan pertama kalinya ia di-PHK.
Sementara itu, Nabila, pekerja startup lain yang terkena PHK pada Agustus 2024, juga berbagi pengalaman serupa. Meski menerima pesangon yang dicicil selama empat bulan, ia merasa tidak ada jaminan stabilitas dalam dunia kerja saat ini.
Nabila mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini, setiap bulan, selalu ada PHK, meski istilahnya resign.
Tantangan Bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran
Gelombang PHK meningkat, menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
Dengan situasi PHK yang terus memburuk dan minimnya lapangan kerja baru, langkah-langkah konkrit harus segera pemerintah ambil. Tentunya, untuk memulihkan stabilitas ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas.
Terkait situasi ini, Tim ekonomi Prabowo-Gibran telah menyatakan rencana untuk meninjau ulang kebijakan yang bisa mengganggu konsumsi masyarakat kelas menengah.
Sebut saja, penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, serta memperbanyak program pelatihan keterampilan vokasional.
Namun, dengan gelombang PHK yang akan terus bertambah, tantangan terbesarnya adalah bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan yang stabil dan berkelanjutan. Apakah pemerintahan Prabowo-Gibran akan mampu mengatasi masalah PHK dan memberikan solusi nyata bagi jutaan pekerja yang terancam kehilangan mata pencaharian? (Feri Kartono/R6/HR-Online)