harapanrakyat.com,- Secara tiba-tiba, Airlangga Hartarto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Pengunduran diri Airlangga tersebut secara resmi tersebar melalui video resmi Partai Golkar, yang tayang pada Minggu (11/8/2024).
Dalam video itu, Airlangga Hartarto mengaku mengundurkan diri dari jabatannya dengan pertimbangan demi menjaga keutuhan Partai Golkar.
Selain itu, Airlangga mengatakan pengunduran dirinya adalah untuk memastikan stabilitas dalam masa transisi kepemimpinan nasional dari Presiden Jokowi kepada Prabowo.
Lanjutnya, Golkar sebagai partai besar yang dewasa dan matang, maka DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi. Tentunya, sesuai dengan ketentuan AD/ART organisasi yang berlaku.
Setelah pengunduran dirinya, Airlangga mengatakan bahwa proses selanjutnya di Golkar adalah penunjukan pelaksana tugas (Plt) ketua umum, dan juga persiapan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
“Insya Allah, semua akan berlangsung damai, tertib, dan tetap menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” jelas Airlangga.
Baca juga: Dukung Dedi Mulyadi di Pilgub Jawa Barat, Golkar Sudah Kantongi Tiga Kandidat Cawagub
Menanggapi pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya mengaku tidak aneh. Mengingat, telah lama berkembang isu percepatan Munaslub di tubuh partai berlogo pohon beringin tersebut.
Yunarto Wijaya menduga ada dua kemungkinan yang membuat Airlangga mengambil keputusan mundur dari Ketua Umum Golkar.
“Pertama, karena ada kekuatan yang lebih besar di luar partai yang mengintervensi Partai Golkar. Kedua, bisa saja Pak Airlangga tersandera kasus hukum,” ungkap Yunarto Wijaya.
Selanjutnya, Yunarto menegaskan bahwa apa yang menjadi pendapatnya murni sebatas praduga semata sehingga bisa salah, bisa juga benar.
Namun, terlepas dari itu semua, langkah Airlangga Hartarto untuk mengundurkan diri Ketua Umum Partai Golkar, menurut Yunarto harus menjadi pelajaran. Sebab, jika memang ada kekuatan eksternal yang bisa mengendalikan partai, berarti demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. (Feri Kartono/R8/HR Online/Editor Jujang)