harapanrakyat.com,- Ribuan warga tumpah ruah dalam tradisi hajat laut masyarakat basisir Pangandaran yang berlangsung rutin setiap bulan Muharram, Jumat (12/7/24).
Edi Rusmiadi, penyelenggara tradisi ini dari Paguyuban Nonoman Pangandaran (Panopang) menjelaskan, hajat laut merupakan rangkaian dari syukuran nelayan yang sudah menjadi tradisi masyarakat nelayan di Pangandaran.
“Tradisi ini sudah berlangsung sejak dulu secara turun-temurun. Bahkan waktu dan tempatnya yang sama,” ujar Edi Rusmiadi.
Baca juga: Mengenal Tradisi Pembacaan Sejarah Cijulang Pangandaran, Dibaca Setahun Sekali
Syukuran nelayan ini, kata Edi, sebagai wujud syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan rezeki kepada nelayan. Terlebih para nelayan telah memanfaatkan hasil tangkapan ikan di laut untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
“Dengan harapan tradisi ini tetap lestari dan masih bisa diterima oleh masyarakat. Maka saya beri tema kegiatan ini dengan Save Syukuran Nelayan,” pungkasnya.
Tradisi Hajat Laut Masuk Kalender Event Wisata
Sementara itu, Wakil Bupati Pangandaran Ujang Endin Indrawan mengatakan, hajat laut itu syukuran doa bersama makan bersama serta acara yang lainnya.
Menurutnya, tradisi ini mempunyai nilai yang baik yang mana budaya di pariwisata menjadi daya tarik wisata.
Ia pun berharap kegiatan seperti ini bisa masuk kalender event. Hal itu agar bisa menarik wisatawan untuk datang ke tempat wisata.
“Sementara ini tempat wisata di Pangandaran kan belum ada kekhususan, mungkin dengan hajat laut ini menjadi acara kekhususan ke depannya. Sehingga bisa menarik wisatawan untuk berkunjung,” kata Ujang Endin.
Meski begitu, Ia menegaskan bahwa budaya itu tidak boleh bertentangan dengan nilai agama maupun akidah.
“Kalau di Padang ada istilah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Ini artinya adat itu harus sesuai dengan agama dan adat juga harus sesuai dengan Al Qur’an,” jelas Ujang Endin.
Hajat laut ini, sambungnya, sesuatu hal yang baik, apalagi sebagai bentuk mensyukuri atas limpahan rezeki dari Allah. Maka dari itu, ia pun berharap dalam bersyukur ini tidak bertentangan dengan agama, apalagi sampai merusak aqidah.
“Asalkan bentuk syukur itu tidak bertentangan dengan agama dan merusak aqidah, itu bagus, harus kita lestarikan,” pungkasnya. (Mad/R6/HR-Online/Editor: Muhafid)