harapanrakyat.com,- Praktisi hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Galuh (Unigal) Ciamis, Iwan Setiawan sepakat dengan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Iwan Setiawan menyebut, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 sudah tidak relevan lagi. Ia pun sepakat dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ciamis agar segera diubah, karena Undang-Undang tersebut dinilai tidak mengikuti perkembangan zaman yang hari ini serba online.
“Keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi menuai kontroversi khususnya terkait dasar hukum.karena kalau melihat UU LLAJ tidak mengakomodir keberadaan jasa transportasi online,” jelasnya kepada harapanrakyat.com, Kamis (11/07/2024).
Iwan mengungkapkan, UU LLAJ tidak mengatur soal jasa transportasi online seperti ojek online (ojol) dan taksi online (taksol). Padahal menurut Iwan, baik ojol maupun taksol juga termasuk Jasa Transportasi Darat.
Baca Juga: Terkait Ojol, Organda Ciamis Minta Pemerintah Cabut Undang-Undang LLAJ
“UU LLAJ sudah terlalu jadul sudah seharusnya direvisi dengan mengikuti perkembangan zaman hari ini,” katanya.
Iwan mengungkapkan, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 mengatur tentang jasa transportasi berbasis online. Namun definisi transportasi dalam Permenhub tersebut seharusnya mengacu pada UU LLAJ.
“Terlepas dari manfaat yang dirasakan banyaknya konsumen kepada jasa transportasi online, keberadaan jasa transportasi berbasis aplikasi tetap menuai kontroversi, khususnya terkait dasar hukum maka sudah seharusnya pemerintah melakukan revisi UU LLAJ tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya Sekretaris DPC Organda Ciamis, Ekky Bratakusumah mengusulkan agar pemerintah mencabut UU LLAJ.
Usulan tersebut merupakan bentuk kekecewaan Organda kepada pemerintah terkait Ojek Online (Ojol). Organda menganggap sikap pemerintah tidak jelas dalam mengatur angkutan jalan seperti Ojol.
“Kami anggap pemerintah tidak mampu untuk menegakkan aturan karena Ojol tidak mematuhi isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Ojol diatur sendiri dengan peraturan menteri sehingga hal ini merusak ekosistem perekonomian para pengusaha angkutan di daerah,” ungkapnya, Selasa (9/7/2024). (Fahmi/R7/HR-Online/Editor-Ndu)