Selasa, Februari 11, 2025
BerandaBerita TerbaruSejarah Kebo Bule Surakarta, Perayaan Malam 1 Suro

Sejarah Kebo Bule Surakarta, Perayaan Malam 1 Suro

Sejarah Kebo Bule Surakarta menjadi sejarah di Indonesia yang penting untuk kita pelajari. Kebo Bule juga terkenal dengan nama Kyai Slamet. Ini merupakan salah satu ikon penting dalam tradisi budaya Kota Surakarta.

Baca Juga: Makam Mbah Kuwu Cirebon, Destinasi Wisata Religi Pendiri Kota ‘Udang’

Setiap malam 1 Suro, sebuah perayaan besar diadakan untuk menyambut pergantian tahun dalam Kalender Jawa. Acara ini tidak hanya menarik perhatian warga lokal tetapi juga wisatawan dari berbagai daerah yang ingin menyaksikan tradisi unik ini.

Sejarah Kebo Bule Surakarta dan Latar Belakangnya

Kebo Bule Kyai Slamet masyarakat anggap sebagai pembawa berkah dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa. Kedatangannya selalu masyarakat nantikan dengan antusias.

Dahulu kala, banyak masyarakat yang berusaha ingin memegang kerbau ini saat melewati mereka. Bahkan, sampai ada orang yang mengambil kotoran Kebo Bule. Hal ini karena masyarakat memiliki anggapan Kebo Bule mampu membawa berkah karena merupakan pusaka milik Keraton Kasunanan.

Namun, saat ini masyarakat hanya boleh menyaksikan kerbau berwarna putih ini. Warga sudah tidak boleh menyentuhnya. Mereka harus menjaga jarak demi kelancaran acara dan keselamatan kerbau itu sendiri.

Asal Usul Kebo Bule

Nama Kyai Slamet pada Sejarah Kebo Bule Surakarta berasal dari pusaka tombak milik Keraton. Tombak ini secara rutin Pakubuwono X bawa berkeliling tembok Baluwarti setiap hari Selasa dan Jumat Kliwon.

Hal ini terjadi dengan Kebo Bule yang selalu setia mengikuti di belakangnya. Karena kebersamaan yang erat antara tombak dan kerbau ini, tradisi tersebut terus ada hingga kini.

Kehadiran Kebo Bule bermula dari hadiah yang Bupati Ponorogo berikan, Kyai Hasan Besari Tegalsari, kepada Keraton Kartasura (Mataram Islam). Hadiah ini beliau berikan dengan perannya sebagai pengawal untuk tombak Kyai Slamet. 

Hal tersebut terjadi setelah Pakubuwono II berhasil merebut kembali Keraton Kartasura dari tangan pemberontak. Kerbau bule yang masih ada saat ini merupakan keturunan langsung dari kerbau bule era Pakubuwono II. 

Selain sebagai pengawal tombak, Kebo Bule juga merupakan sebagai simbol rakyat kecil, terutama kaum petani, dan sebagai penolak bala. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, Kerbau dapat mengusir roh jahat dan menghilangkan niat buruk.

Makna Kebo Bule

Kebo Bule Surakarta adalah hewan istimewa yang menjadi pengawal dalam kirab malam satu Suro. Sebagian masyarakat Solo percaya bahwa Kebo Bule memiliki kekuatan magis dan dapat mendatangkan keberkahan. Itu sebabnya, mereka rela berdesakan untuk mengambil kotoran hewan tersebut sebagai jimat tolak bala.

Baca Juga: Sejarah Konferensi Malino, Latar Belakang Konflik dan Hasilnya

Namun, pihak keraton menyatakan adanya kesalahpahaman dalam memaknai kirab Kebo Bule. Kebo Bule tidak memiliki kekuatan mistis seperti yang beberapa orang yakini. Sebaliknya, Kebo Bule adalah simbol kekuatan masyarakat Jawa yang mayoritas bekerja sebagai petani.

Makna simbolis ini tidak hanya berlaku untuk kerbau putih, tetapi juga untuk kerbau pada umumnya. Tradisi kirab ini menjadi simbol harapan agar masyarakat memperoleh kemakmuran di tahun berikutnya.

Kerbau memang sering menjadi simbol hewan bodoh. Akan tetapi, Sejarah Kebo Bule Surakarta menjadi pengingat bahwa manusia seharusnya tidak bertindak bodoh seperti kerbau.

Perayaan Malam 1 Suro

Acara kirab kebo bule masyarakat sambut dengan antusias. Terlebih bagi mereka yang ingin melihat kerbau istana. Pada malam tersebut, masyarakat berkumpul di sepanjang jalan yang menjadi jalur iring-iringan kirab. 

Perayaan ini bermula pada masa pemerintahan Presiden Soeharto untuk memeriahkan Tahun Baru Jawa dan Tahun Baru Islam. Pada malam satu suro, para abdi dalem dan keluarga keraton berjalan mengelilingi kompleks istana dengan memakai kebaya dan beskap hitam. 

Iring-iringan ini dipimpin oleh beberapa kerbau albino atau kebo bule. Dalam perayaan tersebut, para abdi dalem dan keluarga keraton berjalan mengelilingi kompleks istana dengan pakaian tradisional. Sementara itu, Kebo Bule Surakarta berjalan di depan sebagai pengawal.

Iring-iringan ini menjadi pemandangan yang memukau, penuh dengan makna sejarah dan budaya. Masyarakat berkumpul di sepanjang rute kirab, berharap mendapatkan berkah dari kehadiran Kebo Bule.

Baca Juga: Sejarah Lagu Bubuy Bulan, Makna hingga Fakta Menariknya

Dengan segala kekayaan sejarah dan makna simboliknya, Kebo Bule Kyai Slamet tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Solo. Kehadirannya dalam perayaan Malam 1 Suro menjadi daya tarik budaya. Sejarah Kebo Bule Surakarta juga mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga tradisi dan menghargai sejarah. (R10/HR-Online)

Sinopsis Samawa Dosamu Cintaku Selamanya, Tentang Isu KDRT

Sinopsis Samawa Dosamu Cintaku Selamanya, Tentang Isu KDRT

Banyaknya film terbaru yang akan tayang di bioskop tentu memberikan beragam pilihan bagi para penonton. Salah satunya adalah film berjudul Samawa Dosamu Cintaku Selamanya,...
Oppo Find X9 Ultra, Bocoran Spesifikasi dan Perkiraan Peluncuran

Oppo Find X9 Ultra, Bocoran Spesifikasi dan Perkiraan Peluncuran

Oppo tampaknya sedang mempersiapkan smartphone flagship terbaru dari seri Find, yaitu Oppo Find X9 Ultra. Perangkat ini kemungkinan besar akan hadir pada tahun 2026...
Ular sanca kembang Banjar

Ular Sanca Kembang 3 Meter Pemangsa Ayam Bikin Geger Warga Kota Banjar

harapanrakyat.com,‐ Ular sanca kembang sepanjang 3 meter bikin geger warga Lingkungan Jadimulya, Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat. Ular yang sempat memangsa...
Cat Rumah Warna Soft, Pilihan Tepat untuk Interior Rumah

Cat Rumah Warna Soft, Pilihan Tepat untuk Interior Rumah

Dalam dunia desain interior, pilihan warna sangat berdampak pada suasana dan estetika suatu ruang. Cat rumah warna soft, dengan nuansa lembut dan kalem, menjadi...
Meninggal Dunia Akibat DBD

Satu Anak di Kota Banjar Meninggal Dunia Akibat DBD, Dinkes: Belum Dapat Laporan Resmi

harapanrakyat.com,- Seorang anak di Kota Banjar, Jawa Barat, meninggal dunia akibat DBD. Virus Demam Berdarah Dengue (DBD) itu menyerang Rifkah Khoirunnajah (10), warga Lingkungan...
Cara Kolaborasi Reels Facebook untuk Dongkrak Engagement

Cara Kolaborasi Reels Facebook untuk Dongkrak Engagement

Cara kolaborasi Reels Facebook sejatinya cukup mudah. Kendati demikian, banyak pengguna yang belum mengetahui cara ini. Bahkan mungkin tidak menyadari opsi tersebut telah tersedia...