Sejarah Hari Pajak Nasional dapat menjadi referensi menarik untuk kita pelajari bersama. Pajak merupakan salah satu pilar utama dalam keberlangsungan suatu negara. Setiap tahun, Indonesia memperingati Hari Pajak Nasional pada tanggal 14 Juli.
Baca Juga: Sejarah Diplomasi Indonesia Pondasi Kebijakan Luar Negeri
Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pajak dalam pembangunan dan kesejahteraan negara. Namun, bagaimana sebenarnya sejarah dan latar belakang peringatan Hari Pajak Nasional ini? Simak pembahasannya di bawah ini.
Sejarah Hari Pajak Nasional
Menurut KBBI, pajak adalah pungutan wajib berupa uang yang harus penduduk bayarkan sebagai sumbangan kepada negara atau pemerintah. Ini berkaitan dengan pendapatan, kepemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 1 Ayat 1, pajak berarti sebagai kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, tanpa imbalan langsung. Tujuan dari pungutan pajak ini adalah untuk keperluan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hari Pajak Nasional pertama kali diperingati pada 14 Juli 2018 jika mengutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017 tentang penetapan Hari Pajak.
Dalam sejarahnya, Hari Pajak terpilih pada tanggal 14 Juli karena pada tanggal tersebut, dalam “Rancangan UUD Kedua” yang ada pada 14 Juli 1945 dalam Bab VII tentang Keuangan, bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.
Peran Penting Pajak dalam Sejarah Indonesia
Sejarah Hari Pajak di Indonesia telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan nusantara. Pada masa itu, raja-raja memungut pajak dari rakyat untuk mendukung administrasi kerajaan, pembangunan, dan pemeliharaan infrastruktur. Pajaknya meliputi pajak properti, hasil kehutanan, prostitusi, dan seni pertunjukan.
Pada masa penjajahan Belanda, pajak seperti pajak perumahan, pajak usaha, dan pajak sewa tanah mulai ada sejak tahun 1839. Sistem ini memberikan beban berat kepada masyarakat, terutama karena banyaknya pelanggaran oleh pemerintah kolonial.
Pada tahun 1885, tarif pajak dibedakan berdasarkan kewarganegaraan, dengan kenaikan pajak sebesar 4% untuk warga Asia. Setelah kemerdekaan, pajak masuk dalam Pasal 23 UUD 1945 pada sidang BPUPKI.
Pasal ini menyatakan bahwa semua pajak yang masyarakat bayarkan kepada negara harus berdasarkan pada undang-undang. Meskipun demikian, pemerintah belum mampu mengumumkan undang-undang khusus tentang perpajakan. Hal ini karena agresi militer Belanda dan pemindahan ibu kota ke Yogyakarta.
Pemerintah kemudian mengeluarkan sejumlah peraturan tentang pajak warisan pemerintahan kolonial. Pemerintah membentuk unit untuk pemungutan pajak, seperti Jawatan Pajak, Jawatan Bea dan Cukai, serta Jawatan Pajak Hasil Bumi.
Jenis-Jenis Pajak di Indonesia
Setelah membahas Sejarah Hari Pajak, selanjutnya mari ketahui jenis-jenis pajak di Indonesia. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, distribusi, dan ekspor impor.
Baca Juga: Sejarah Konferensi Malino, Latar Belakang Konflik dan Hasilnya
Di Indonesia, pajak terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pihak yang memungutnya dan objek yang terkena pajak:
Pajak Pusat
Pemerintah pusat mengumpulkan dan mengelola pajak negara atau pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu RI. Sejak 1 Januari 2014, PBB untuk pedesaan dan perkotaan dikategorikan sebagai pajak daerah, sedangkan PBB untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan tetap menjadi pajak pusat.
Pajak Daerah
Pemerintah daerah memungut pajak daerah tingkat I atau II untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah. Contoh pajak daerah termasuk pajak restoran, pajak hiburan, pajak kendaraan bermotor, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan.
Pajak Langsung
Selanjutnya, ada pajak langsung. Pajak ini adalah pajak yang harus wajib pajak bayar sendiri dan tidak bisa wajib pajak alihkan ke pihak lain.
Pajak Tidak Langsung
Lalu, pajak tidak langsung ada pada barang dan jasa yang hasil perusahaan dan beban pajaknya dapat pindah ke pihak lain.
Pajak Subjektif
Kemudian, pajak subjektif memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak seperti kondisi ekonomi, status keluarga, kewarganegaraan, dan lainnya.
Pajak Objektif
Terakhir, pajak objektif memperhatikan objek yang terkena pajak tanpa memperhitungkan keadaan pribadi wajib pajak.
Baca Juga: Kisah Habibie Turunkan Dolar, Sempat Diremehkan tapi Sukses Kendalikan Krisis
Sejarah Hari Pajak Nasional menjadi momentum penting untuk menyadarkan masyarakat akan peran vital pajak dalam kesejahteraan negara. Sejarah panjang perpajakan di Indonesia menunjukkan betapa pajak menjadi sumber utama pendapatan negara yang mendukung berbagai sektor. Dengan memahami sejarah dan jenis-jenis pajak, masyarakat dapat lebih patuh dalam memenuhi kewajiban pajak demi kemajuan bersama. (R10/HR-Online)