harapanrakyat.com,- Ratusan warga dan para pegiat seni budaya dari berbagai daerah, menyaksikan prosesi tradisi hajat bumi Pulo Majeti. Acara tersebut berlangsung di Lingkungan Siluman, Kelurahan Purwaharja, Kota Banjar, Jawa Barat, Sabtu (13/7/2024).
Baca Juga: Kemeriahan Hajat Bumi di Pataruman Banjar, Warga Berebut Hasil Bumi Berbentuk Gunungan
Sejumlah rangkaian prosesi hajat bumi itu mempertunjukkan pementasan kesenian daerah. Seperti tari jampana, pohaci, ngarecak paramodana, wayang geugeus serta prosesi penyatuan air 7 atau cai cikahuripan.
Ketua Kawargian Pulo Majeti, Emed Setiawan mengatakan, air Cikahuripan atau air kehidupan yang ada dalam proses kirab hajat bumi, merupakan simbol kehidupan dan persatuan masyarakat.
Air kehidupan itu juga perlambang, bahwa manusia dan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini tidak bisa lepas dari kebutuhan air, untuk memenuhi kehidupannya.
Adapun air Cikahuripan tersebut, diambil dari tujuh titik lokasi yang dikeramatkan lalu disatukan. Di antaranya dari Situs Karang Kamulyan, Situs Kokoplak, Tambak Baya, Makam Syeh Shobrowi, Syeh Sanusi dan dua dari lingkungan Pulo Majeti.
“Itu simbol dari persatuan. Artinya kita tidak boleh berpisah, dan kita sebagai manusia tidak bisa lepas dari air,” kata Emed kepada harapanrakyat.com usai acara tradisi hajat bumi di Pulo Majeti.
Lanjutnya menyebut, air Cikahuripan tersebut tidak memiliki khasiat tertentu. Namun apabila ada yang meminum dan memiliki suatu penyakit lalu sembuh, itu hanya kebetulan saja semata-mata atas kuasa tuhan.
“Air itu tidak ada khasiat tertentu, paling buat obat haus tidak lebih dari itu,” ujarnya.
Baca Juga: Seba Hasil Bumi, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Masyarakat Pulo Majeti Kota Banjar
Lebih lanjut ia mengatakan, dalam rangkaian tradisi hajat bumi di Pulo Majeti, juga terdapat paramodana. Yaitu hasil bumi masyarakat yang ditampung dan dipayungi dengan janur.
Hasil bumi tersebut kemudian didoakan, setelah langsung disedekahkan kepada masyarakat setempat yang membutuhkan.
“Prosesi hajat bumi ada tarian wayang geugeus. Kirab hasil bumi yang dijadikan paramodana,” katanya.
Tradisi Hajat Bumi Pulo Majeti Kota Banjar Dihadiri Pegiat Budaya Nusantara
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjar, Kaswad mengatakan, pemerintah kota menyampaikan apresiasi atas helaran hajat bumi Pulo Majeti, sebagai khazanah untuk melestarikan nilai-nilai seni dan budaya daerah.
Menurutnya, tradisi tersebut sudah dikenal di tingkat nasional. Banyak dihadiri para pegiat budaya nusantara yang berasal dari berbagai daerah. Seperti Dieng, Tegal, Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat.
“Kami apresiasi hajat bumi ini mendapat sambutan dari pegiat budaya nusantara. Di sini ada nilai wisatanya banyak orang yang datang berkunjung,” katanya.
Lanjutnya berharap, tradisi hajat bumi Pulo Majeti yang akan datang bisa berlangsung lebih meriah. Sehingga kegiatan yang ada dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan juga memiliki nilai wisata.
Baca Juga: Warga Ngikis di Situs Dalem Margayuda Kota Banjar, Begini Maknanya
Selain itu juga, untuk melestarikan nilai-nilai seni dan budaya daerah yang ada di lingkungan setempat.
“Kami juga tahun 2025 akan menganggarkan untuk kegiatan budaya. Salah satunya ngabumi di Pulo Majeti, karena ini skalanya sudah nasional dari seluruh daerah datang ke sini,” ucapnya. (Muhlisin/R5/HR-Online/Editor: Adi Karyanto)