harapanrakyat.com,- Pelaku predator anak di Ciamis, Jawa Barat, berinisial AR (32), divonis 10 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta (subsider 3 bulan kurungan) oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ciamis.
Baca Juga: Polres Ciamis Tangani 2 Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Bawah Umur oleh Oknum Guru Ngaji
Dalam kasus pencabulan tersebut, terdakwa AR yang merupakan oknum guru ngaji dinyatakan bersalah. Terdakwa melakukan sodomi terhadap 11 orang anak di lingkungan salah satu pesantren ternama di Kabupaten Ciamis. AR sendiri berasal dari Kampung Ciwarak, Kabupaten Tasikmalaya.
Aciw, salah satu orang tua korban mengapresiasi atas putusan hakim tersebut. Namun, ia mengungkapkan ada ketidak puasan terhadap pihak pondok pesantren.
Karena, sejauh ini upaya mereka tidak jelas dalam mengawal kasus tersebut, maupun pendampingan trauma healing terhadap korban.
“Dengan adanya putusan hakim memang kita sebagai orang tua begitu sakit, dengan analogi putusan tersebut tidak bisa membayar rasa kesakit hatian kita sebagai orang tua korban,” ungkap Aciw kepada wartawan, usai menghadiri persidangan putusan di PN Ciamis, Kamis (6/6/2024).
Baca Juga: Dugaan Pelecehan di Angkutan Umum di Ciamis, Seorang Pria Colek-colek Rok Siswi SMK
Oknum Guru Ngaji Pelaku Predator Anak di Ciamis
Lebih lanjut ia mengatakan, sebagai orang tua menitipkan anaknya di pesantren agar menjadi anak yang berbakti dan pintar agama. Tapi perlakuan oknum guru ngaji tersebut malah terjadi sebaliknya.
Untuk upaya dan langkah selanjutnya, orang tua korban menyerahkan kasus tersebut kepada kuasa hukumnya. Karena mereka menginginkan upaya perlindungan trauma healing kepada para korban.
“Kita sebagai orang tua korban ketakutan tentang perubahan sikap anak pasca kejadian ini. Selain itu, kejadian ini menjadi cambuk bagi kita sebagai orang tua. Tapi kita juga harus bisa melindungi anak kita setelah kejadian,” kata Aciw.
Sementara itu, Fauzi Ridwan sebagai kuasa hukum para korban mengatakan bahwa dirinya menghargai apa yang menjadi putusan hakim.
“Namun yang saya pikirkan hari ini masa depan anak akan seperti apa. Karena anak sebagai korban pelecehan seksual berpotensi mengalami trauma berat berkepanjangan. Kemudian pola pikirnya juga bisa terganggu,” ungkapnya.
Fauzi Ridwan menegaskan bahwa kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Serta harus disikapi secara serius oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan, agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Ia menambahkan, dengan adanya kejadian ini, sebagai pihak korban yang memberi kuasa baru sejauh ini baru 3 anak yang telah mendapatkan pendampingan dari psikolog.
Pendampingan bagi korban difasilitasi oleh P2TP2A dan sisanya masih dipertanyakan kenapa belum tersentuh.
“Fakta persidangan korban dari terdakwa pelaku predator anak di Ciamis ada 11 orang. Sedangkan yang baru tersentuh pendampingan psikolog hanya ada 3 anak. Sementara yang memberikan kuasa hanya 8 orang. Kita belum tahu sisa korban ini apakah sudah tersentuh atau tidak,” kata Fauzi.
Ia menyebut, langkah tim kuasa hukum bersama para korban akan melakukan upaya hukum untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak pondok pesantren.
Baca Juga: Lamaran Massal di Pesantren Miftahul Huda 2 Ciamis ini Viral, Begini Awalnya!
“Langkah kita selanjutnya akan melakukan upaya hukum untuk menuntut pertanggung jawaban pihak pesantren. Kita ketahui kejadian ini di salah satu pondok pesantren ternama di Kabupaten Ciamis ,” pungkasnya. (Fahmi/R3/HR-Online/Editor: Eva)