harapanrakyat.com,- Mata air Cikawali yang berada di Astana Gede, Desa Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat sampai saat ini masih dipercayai oleh masyarakat sebagai mata air yang sakral.
Mata air Cikawali ini tidak pernah surut, meski kemarau panjang. Konon katanya di bawah mata air tersebut terdapat 7 mata air yang urat nadinya tersambung ke Gunung Syawal.
Budayawan Kawali dan juga Petugas Dinas Pariwisata Ciamis, Enno mengatakan, melihat dari sejarah, fungsi mata air Cikawali dulu merupakan tempat bersuci.
Jadi Raja-raja atau keluarga kerajaan, sebelum melakukan ritual atau aktivitas apapun yang berunsur sakral itu harus menyucikan diri di Cikawali. Mensucikan diri dalam artian bisa cuma membasuh muka atau mandi.
“Cuman perlu digaris bawahi ini suka salah tafsir orang-orang itu, jadi Cikawali itu tempat mandi kalau ada acara khusus saja, bukan tempat mandi sehari-harinya,” katanya, Sabtu (22/6/2024).
Baca Juga: Prasasti VI di Astana Gede Kawali Ciamis, Penekanan Larangan Berjudi Zaman Kerajaan Galuh
Enno menyebut, di bawah Cikawali itu terdapat 7 mata air. Menurut Enno, pernah ada penelitian untuk mengetahui kenapa mata air itu tidak kering atau surut meski kemarau panjang. Ternyata urat nadi mata air itu langsung ke Gunung Syawal.
“Pernah ada penelitian, urat air atau urat nadinya itu langsung ke Gunung Syawal. Dan sampai sekarang masyarakat masih banyak mempercayai bahwa mata air Cikawali adalah mata air yang sakral,” ucapnya.
Mitos Salah Kaprah terkait Mata Air Cikawali di Astana Gede Ciamis
Enno mengatakan, banyak mitos yang beredar di masyarakat bahkan masih dipercaya terkait keberadaan mata air Cikawali. Ia mengakui, mitos yang berkembang terkadang membuat orang salah kaprah.
“Salah satu mitos yang dulu pernah terjadi, yang menyebut kalau mandi di sana (Cikawali) harus buang pakai dan sebagainya di sana. Nah itu mitos yang harus dihindari dan dihilangkan,” ucapnya.
Enno menegaskan, mitos atau kepercayaan masyarakat yang sebenarnya di Cikawali, setiap masyarakat yang berkunjung dan mandi lalu berdoa dan membuang koin.
“Kenapa leluhur kita harus melempar koin setelah mandi, artinya itu adalah bahwa sebagian rezeki kita itu bukan milik kita. Jadi mengingatkan kita, bahwa kita hidup, kita punya harta, ini bukan harta kita semua,” tegasnya.
“Kalau di Islam sudah jelas adanya 2,5 persen harta kita harus di zakat. Kepercayaan orang Sunda dari dulu juga sudah mengenal itu,” tambah Enno.
Baca Juga: Sapi Kurban di Kawali Ciamis Ngamuk dan Berontak, Sempat akan Seruduk Penyembelih
Hal itu mitos atau kepercayaan masyarakat aslinya seperti itu. Sebagai masyarakat masih ada beberapa yang melakukan hal tersebut.
“Makanya PR besarnya kita harus menjaga setiap tempat-tempat seperti Cikawali ini. Kalau tidak dijaga bakalan terjadi mitos-mitos yang tidak tahu dari mana,” pungkasnya. (Feri/R7/HR-Online/Editor-Ndu)