harapanrakyat.com,- Komisi II DPRD Kota Banjar, Jawa Barat, menanggapi perihal rencana Pemkot Banjar yang akan mengganti kartu hak huni kios kelas 1 dengan surat perjanjian.
Kebijakan tersebut akan dilakukan sebagai upaya untuk menertibkan administrasi hak kios kelas 1 dan pembayaran retribusi pasar. Alasannya karena banyak yang menunggak bahkan tunggakan mencapai Rp 1,4 miliar.
Ketua Komisi II DPRD Kota Banjar, Asep Saefurrohmat, mengatakan, pihaknya akan segera memanggil instansi terkait untuk membahas rencana kebijakan itu.
Baca Juga: DPRD Kota Banjar Soal Juru Parkir Tak Bayar Setoran: Harus Ditindak Tegas
Asep juga berharap nantinya dapat beraudiensi langsung dengan pedagang atau paguyuban. Sebelum nantinya rencana tersebut ditetapkan menjadi kebijakan. Pihaknya pun mendukung kebijakan yang terbaik.
“Kami secepatnya akan memanggil dinas terkait. Harapan terbesar kami nanti bisa audiensi dengan pihak yang ada di pasar,” kata Asep, Jumat (28/6/2024).
Asep menyebut tidak menjadi soal rencana kebijakan penertiban hunian kios tersebut. Hal itu mengacu pada Perda nomor 23 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menurutnya, Perda tersebut tidak mengatur secara eksplisit terkait hak hunian kios. Hal itu bisa ditindaklanjuti dengan peraturan Wali Kota maupun kebijakan dari instansi terkait.
“Untuk Perda memang tidak menjelaskan secara eksplisit tentang kepemilikan kios tetapi lebih pada biaya sewa kios, masalah parkir dan aturan lainnya,” katanya.
“Jadi untuk masalah hak huni kios bisa diatur melalui perwal atau keputusan Wali Kota atau menjadi kewenangan dari Dinas terkait untuk membuat kebijakan,” tambahnya.
Pedagang Pasar Banjar Tunggu Draf Perjanjian Tentang Hak Huni Kios
DKUKMP Banjar kini tengah menyiapkan kebijakan tentang pengganti kartu hak huni kios dengan surat perjanjian. Tujuannya untuk pembenahan hak huni kios dan retribusi.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Banjar Aa Sumarna menyebut pihak belum punya kesepakatan bersama. Belum ada hasil final atas kebijakan tersebut. Pedagang saat ini masih menunggu draf perjanjian yang akan disepakati bersama.
“Kami belum bisa menerima, belum ada kesepakatan karena belum ada draft perjanjiannya kan bisa bahaya nanti kalau ngga tau draftnya. Tapi kalau memberikan solusi bersama ya kami akan siap untuk menerima,” ujarnya. (Muhlisin/R9/HR-Online/Editor-Dadang)