Baru-baru ini, masyarakat Indonesia banyak mencari informasi tentang penyakit empty sella syndrome atau ESS. Pasalnya, beberapa waktu lalu salah satu presenter terkenal, Ruben Onsu mengatakan bahwa ia mengidap penyakit tersebut. Penyakit ini terkenal sebagai kondisi yang langka.
Baca Juga: Mengenal Pengertian Heat Stroke Beserta Serba serbinya
Menurut informasi dari situs Kementerian Kesehatan, ESS adalah kumpulan berbagai gejala yang muncul akibat kosongnya Sella Turcica atau ketidaktampakan hipofise. Kondisi ini sering kali terdeteksi secara tidak sengaja melalui pemeriksaan CT Scan atau MRI otak.
Empty Sella Syndrome dan Definisinya
Sindrom empty sella atau sindrom sella kosong adalah suatu kondisi di mana kelenjar pituitari mengalami penyusutan atau perubahan bentuk karena masalah pada struktur tengkorak yang melindungi otak dan kelenjar tersebut.
Beberapa individu dengan kondisi ini mungkin tidak mengalami gejala sama sekali. Namun, secara umum, sindrom ini dapat menyebabkan sakit kepala yang sering, kekurangan hormon tertentu, dan bahkan gangguan penglihatan.
Kelenjar pituitari sendiri adalah sebuah kelenjar kecil yang terletak di dasar otak manusia, tepat di bawah hipotalamus. Fungsi utamanya adalah memproduksi berbagai hormon penting yang diperlukan oleh tubuh.
Apabila terjadi gangguan pada kelenjar ini, produksi hormon dapat terganggu. Oleh karena itu, sindrom empty sella dapat menyebabkan penderitanya mengalami sakit kepala, masalah penglihatan, dan ketidakseimbangan hormon.
Meskipun langka, penelitian menunjukkan bahwa kurang dari 1% orang yang menderita empty sella mengalami gejala, sementara sekitar 8% hingga 35% tidak menunjukkan gejala apapun.
Gejala
Banyak pasien dengan empty sella syndrome tidak menunjukkan gejala sama sekali dan tidak mengalami masalah endokrinologi atau hormonal. Namun, jika ada gejala yang muncul, beberapa di antaranya adalah:
- Sakit kepala yang cenderung mereda saat berbaring.
- Tingginya kadar hormon prolaktin (hiperprolaktinemia).
- Menstruasi tidak teratur atau bahkan tidak menstruasi sama sekali.
- Dolikosefali (bentuk kepala yang lebih panjang dari biasanya).
- Cacat struktural di otak kecil.
- Penurunan tonus otot.
- Hipertensi intrakranial.
- Pubertas yang lebih awal atau tertunda.
- Masalah ereksi pada laki-laki.
- Keluarnya cairan serebrospinal dari hidung.
- Gangguan penglihatan.
- Pertumbuhan yang lambat.
- Kelelahan yang sangat.
- Libido rendah.
- Keluarnya cairan dari puting secara spontan.
- Tekanan darah tinggi.
- Pembengkakan mata.
- Kriptorkismus (testis tidak turun).
Penyebab
Empty Sella Syndrome (ESS) memiliki dua jenis yang dapat dibedakan berdasarkan kondisinya, yakni ESS Primer dan ESS Sekunder.
ESS Primer terjadi ketika ada cacat anatomi kecil (cacat bawaan) yang terletak di atas kelenjar pituitari, menyebabkan cairan cerebrospinal (CSF) mengisi sebagian atau seluruh sella turcica.
Penderita ESS Primer, yang mungkin memiliki kadar hormon prolaktin tinggi, dapat mengalami gangguan fungsi testis dan ovarium. Kondisi ini lebih sering terjadi pada orang dewasa dan wanita, dan sering kali dikaitkan dengan obesitas dan tekanan darah tinggi.
Sementara itu ESS Sekunder terjadi karena kemunduran atau penyusutan kelenjar pituitari di dalam rongga setelah mengalami cedera, operasi, atau terapi radiasi. Penderita ESS Sekunder dapat mengalami gejala kehilangan fungsi hipofisis.
Baca Juga: Penyebab Sindrom Turner dan Pengobatan yang Tepat
Seperti berhentinya menstruasi, infertilitas, kelelahan, dan stres. Pada anak-anak, ESS dapat menyebabkan kekurangan hormon pertumbuhan, tumor hipofisis, atau disfungsi kelenjar pituitari.
Diagnosis
Satu-satunya metode untuk menentukan apakah seseorang menderita empty sella syndrome adalah dengan melakukan evaluasi pada otak menggunakan teknologi pencitraan seperti tomografi terkomputasi (CT scan) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI). Dokter juga akan melakukan wawancara terkait riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik pada pasien.
Pada CT scan, dokter memanfaatkan sinar-X dan pemrosesan komputer untuk menghasilkan gambar internal tubuh. Sementara itu, MRI menggunakan teknologi magnet, gelombang radio, dan komputer untuk menciptakan gambar detail organ dan struktur tubuh.
Dengan bantuan gambar-gambar ini, dokter dapat mengidentifikasi kemungkinan masalah yang terkait dengan sindrom sella kosong.
Pengobatan
Penanganan sindrom empty sella syndrome menyesuaikan dengan jenis dan gejala yang dialami, serta mempertimbangkan usia dan kondisi kesehatan keseluruhan pasien. Jika tidak ada gejala yang muncul, atau jika kelenjar pituitari tidak mengalami pembesaran, pasien biasanya tidak memerlukan perawatan khusus.
Pilihan penanganan akan ditentukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan pasien. Jika pasien memiliki kadar hormon prolaktin yang tinggi, misalnya, dokter mungkin akan meresepkan bromokriptin untuk mengurangi produksi hormon tersebut. Dalam kasus tertentu di mana terjadi penyusutan cairan serebrospinal, operasi bisa menjadi pilihan penanganan yang diperlukan.
Apakah Penyakit Ini Berbahaya?
Sindrom empty sella sebenarnya dianggap sebagai kondisi yang relatif tidak berbahaya. Dokter dan ahli kesehatan sering merekomendasikan terapi hormon sebagai solusi untuk mengelola kondisi ini. Namun, dalam beberapa kasus yang lebih kompleks, tindakan operasi mungkin perlu untuk mengatasi masalah yang terkait.
Meskipun jarang terjadi, sindrom ini dapat mempengaruhi anak-anak maupun orang dewasa. Namun, menurut para ahli, perempuan cenderung lebih rentan terkena sindrom ini. Selain itu, sindrom empty sella seringkali muncul pada rentang usia 30 hingga 40 tahun.
Baca Juga: Penyebab Penyakit Gondok yang Perlu untuk Anda Waspadai
Seperti penjelasan sebelumnya, empty sella syndrome merupakan kondisi yang jarang terjadi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejalanya sejak dini agar dapat segera mendapatkan penanganan yang sesuai. Dengan demikian, Anda dapat memperoleh pengobatan yang tepat dan mengelola kondisi ini secara efektif. (R10/HR-Online)